Ini Proses Hukum yang Bisa Dilakukan Terhadap Pihak Asing di Papua

oleh -
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LL.M, Ph.D. (Foto; Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Menkopolhukam, Kapolri dan Kepala Staf Kepresiden telah menyebutkan adanya keterlibatan pihak-pihak asing dalam insiden di Papua.

Dalam analisa hukum yang dimaksud dengan pihak asing tersebut ada dua katagori.

Pertama adalah orang asal Papua yang berkewarganegaraan asing atau orang asing yang bersimpati terhadap orang Papua namun mereka berdomisili di luar Indonesia.

Kedua adalah warga negara asing yang berada di Papua. Mereka melakukan tindakan-tindakan untuk mendukung Papua merdeka.

Tujuan keterlibatan mereka adalah memanfaatkan insiden Papua untuk menyuarkan urgensi memerdekakan Papua.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, adanya keterlibatan pihak asing tersebut bisa memprovokasi masyarakat Papua untuk melakukan demo-demo yang berujung pada kekerasan dan pembakaran sejumlah fasilitas.

“Bahkan bagi WNA yang berada di Papua dan ikut melakukan provokasi mereka dapat mengirim gambar-gambar dan video adanya kekerasan untuk diberikan ke media asing dengan harapan dapat diliput,” ujarnya di Jakarta, Senin (2/9).

Hikmahanto mengatakan, keterlibatan asing yang ada di luar negeri baik asal Papua maupan non-Papua, antara lain, adalah mensuplai dana maupun kebutuhan logistik lainnya. Ini dilakukan agar demo-demo anarkis akan tetap berlangsung.

“Tentu pemerintah harus bersikap tegas. Bagi WNA yang ada di Papua sebaiknya pemerintah tidak buru-buru melakukan deportasi. Para WNA ini harus diperiksa oleh Polri apakah keterlibatan mereka ada unsur pidananya. Bila ada tentu para WNA ini harus menghadapi proses hukum di Indonesia,” ujarnya.

Pemerintah dan Polri, kata Hikmahanto, tidak perlu khawatir akan mendapat protes dari negara asal WNA. Karena negara-negara ini akan bisa memahami bila ada bukti kuat atas pelanggaran hukum maka warganya akan menghadapi proses hukum di Indonesia. Mereka tidak akan membenarkan tindakan warganya yang demikian.

Sementara bagi WNA yang berada di luar Indonesia maka polri tidak mungkin bertindak.

Bahkan bila teridentifikasi sekalipun tidak mungkin dimasukkan dalam red notice atau diminta untuk diekstradisi ke Indonesia. Hal ini karena untuk kejahatan politik biasanya polisi negara lain atau suatu negara tidak akan melakukan ekstradisi.

Karena itu, kata Hikmahanto, yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah meminta pemerintah setempat untuk melakukan proses hukum terhadap warganya atau warga asing yang berada di negara tersebut agar mereka menghentikan tindakan mensuplai dana atau kebutuhan logistik lainnya.

“Hal ini karena dalam norma hukum internasional, sebuah negara yang bersahabat dengan negara lain tidak boleh membiarkan warganya melakukan tindakan yang tidak bersahabat,” ujarnya.

Apabila warga dari negara tersebut dibiarkan maka ini berarti adanya pembiaran oleh negara. Pembiaran oleh negara tentu dapat diprotes oleh pemerintah Indonesia.

“Bila protes tidak digubris, pemerintah pun dapat melakukan tindakan-tindakan diplomasi yang lebih tegas hingga tingkat pemutusan hubungan diplomatik,” pungkasnya. (Ryman)