Isu yang Dihadirkan dan Personil yang Kece Jadi Daya Tarik Elektabilitas PSI

oleh -
Tsamara Amani, calon anggota DPR RI dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.COM — Lembaga survei Charta Politica mengeluarkan rilis elektabilitas partai baru,  yakni PSI mencapai 1,5 persen, yang sebelumnya pada bulan Oktober lalu hanya di angka 0,9 persen. Hasil survei ini membuat sejumlah partai lama yang elektabilitasnya “nyungsep” menjadi gusar.

Menanggapi hasil survei terkait PSI tersebut, Peneliti 7 (Seven) Strategic Studies, Girindra Sandino mengatakan, bahwa elektabilitas PSI itu tidak hanya terkait dengan kampanye PSI yang kontroversial, tetapi juga terletak pada personil kader PSI yang terus berusaha keras membangun komunikasi dengan para pemilih, khususnya para pemilih pemuda.

Girindara memberi contoh yaitu kampanye yang dilakukan oleh Tsamara Amani, calon anggota DPR RI dari Dapil Jakarta misalnya. Jika dilihat dari cara dia berkomunikasi dan kampanyenya selalu menggapai target-target pemilih yang pas.

“Sebagai contoh, di literarsi ilmu politik ada segmentasi pemilih situasional dimana kelompok pemilih ini dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional tertentu dalam menentukkan pilihannya. Segmen ini digerakkan oleh perubahan dan menggeser pilihan politiknya jika terjadi kondisi-konsi tertentu,” ujar Girindra melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (12/2/2019).

Tsamara, kata Girindra, yang sering tampil berhasil menciptakan kondisi perubahan tersebut dengan pro-kontra yang ada.

Kedua, PSI, berhasil melakukan pendekatan rational choice, yang mengungkap bahwa ada variable lain yang menentukkan dalam mempengaruhi pilihan politik seseorang.

“Jadi, para pemilih bukan saja pasif tetapi juga aktif dan bukan hanya terbelenggu oleh karakteristik sosiologis dan psikologis, tetapi bebas bertindak,” ujarnya.

Faktor-faktor situasional ini dapat berupa isu-isu politik atau kandidat yang dicalonkan.

Kita bisa menyaksikan bagaimana kader PSI, khususnya Grace Natalie dan Tsamara yang menghipnotis walau isu yang digadang kerap sensasional, seperti terkait dengan isu perda syariah, kekerasan seksual, lantang  dan melawan dalam bersuara kritis terhadap isu-isu feminism, isu-isu agama seperti di Jagakarsa, dapilnya.

“Walaupun banyak anggapan ada bohir yang memback-up-nya, kita tetap harus objektif terhadap PSI dengan  metode kampanyenya. Isu yang di hadirkan di ruang publik, cara berkomunikasi dengan target pemilihnya, dan yang terakhir adalah personal kader PSI yang “kece” tidak dapat dipungkiri menjadi daya tarik sendiri bagi pemilih,” pungkas Girindra. (Ryman)