Jaringan Masyarakat Sipil Desak Putusan Maksimal terhadap Pelaku Kekerasan Seksual Anak di Panti Asuhan Depok

oleh -
Stop Kekerasan Seksual terhadap Anak. (Ilustrasi Kompas.com)

Depok, JENDELANASIONAL.ID – Sidang perkara kejahatan/kekerasan seksual terhadap anak Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani di Perumahan Mutiara Depok, Jawa Barat akan memasuki tahap akhir di Pengadilan Negeri Depok. Terdakwa dalam perkara ini adalah Lukas Lucky Ngalngola, Alias Bruder Angelo, dengan register perkara Nomor: 317/Pid.Sus/2021/PN Dpk.

Ermelina Singereta dari Tim  Pembela Hukum Anak Indonesia, sebagai Pendamping Hukum (Kuasa Hukum) Korban menyatakan bahwa persidangan perkara ini akan segera berakhir di Pengadilan Negeri Depok dengan Pembacaan Putusan Pengadilan (Vonis Hakim) terhadap Terdakwa yang akan dilaksanakan pada Kamis 13 Januari 2022.

Ermelina Singereta menerangkan pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut terhadap Terdakwa adalah pasal 82 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo pasal 64 KUHP (perbuatan berlanjut).

Jaksa Penutut Umum dalam tuntutannya menyakan bahwa Terdakwa Lukas Lucky Ngalngola terbukti secara syah dan meyakinkan melanggar pasal  82 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo pasal 64 KUHP. Sedangkan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa adalah 14 tahun hukuman penjara dan denda Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau subsider 3 bulan kurungan.

“Karena itu, konsekuensi hukum dari perbuatan Terdakwa adalah hukuman penjara sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Hal ini merupakan bentuk pertanggungjawaban akibat melakukan tindak pidana,” ujar Ermelina Singereta (Erna) melalui pernyataan pers hari ini, Selasa (11/1).

Dinna Prapto Raharja dari Jaringan Peduli Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menyatakan senang mendengar informasi bahwa Pengadilan Negeri Depok akan segera menjatuhkan vonis terhadap Terdakwa. “Ini yang ditunggu-tunggu, sebab perkara ini sudah lama dilaporkan di Polres Metro Depok pada tanggal 7 September 2020, dengan laporan Polisi Nomor: LP/2096/K/IX/2020/PMJ/Restro Depok, terlapor Sdr. Lukas Lucky Ngalngola,” ujarnya.

Dia mengatakan, awalnya penanganan perkara ini terkesan berjalan lambat dan sempat tidak berjalan atau mengalami kemandekan di Polres Metro Depok. Namun karena adanya desakan masyarakat sipil (publik), Tim Pembela Hukum Anak Indonesia yang merupakan Pendamping Hukum Korban, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), akhirnya Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Depok menindaklanjuti penanganan perkara ini.

Andy Ardian dari ECPAT Indonesia mengatakan, saat penanganan perkara ini sempat tidak berjalan di Polres Metro Depok, Jaringan Masyarakat Sipil Untuk Penuntasan Kasus Kekerasan Seksual Yang Dialami Anak Panti Asuhan Depok, yang terdiri dari ECPAT Indonesia, Mitra ImaDei, Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang, Jaringan Peduli Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Kelompok Perempuan Katolik Pegiat HAM dan Kemanusiaan, dan Tim Pembela Hukum Anak Indonesia (Kuasa Hukum Korban) menginiasi penggalangan dukungan dari publik (masyarakat dan lembaga masyarakat sipil) untuk penuntasan Kasus Kekerasan Seksual yang dialami Anak Panti Asuhan di Depok pada April 2021.

Iswanti dari Mitra ImaDei menyatakan, dengan berlanjutnya penanganan perkara ini sampai ke persidangan merupakan kemajuan dalam penegakan untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban.

 

Relasi Kuasa

Kelompok Perempuan Katolik Pegiat HAM dan Kemanusiaan, Maria Yohanista, menyatakan bahwa perkara ini berlatar berlatar belakang relasi kuasa. Faktanya, Terdakwa adalah pemimpin dan pengelola Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani di Perumahan Mutiara Depok, Jawa Barat, dan korban adalah anak asuh panti asuhan yang dipimpin dan dikelola oleh Terdakwa.

“Posisi sebagai pemimpin dan pengelola panti asuhan berpotensi menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki terhadap anak asuh panti asuhan yang dalam posisi lemah dan tidak berdaya karena ketergantungan anak asuh panti asuhan terhadap pemimpin dan pengelola panti asuhan. Hal inilah yang dilakukan Terdakwa terhadap korban, dengan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya sebagi pemimpin dan pengelola panti asuhan melakukan kekerasan seksual terhadap korban,” ujar Maria Yohanista, yang juga anggota Jaringan Jaringan Masyarakat Sipil Untuk Penuntasan Kasus Kekerasan Seksual Yang Dialami Anak Panti Asuhan Depok.

Judianto Simanjuntak, Pendamping Hukum (Kuasa Hukum) Korban yang lain menerangkan bahwa fakta persidangan menunjukkan dugaan kekerasan seksual (pencabulan) yang dilakukan oleh Terdakwa kepada korban sangat kuat. Hal ini sesuai dengan keterangan 3 orang anak yang merupakan korban dalam persidangan, yang didukung keterangan saksi dan bukti Visum et Revertum.

“Dengan demikian sangat beralasan Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa Terdakwa LUKAS LUCKY NGALNGOLA, Alias BRUDER ANGELO terbukti secara syah dan meyakinkan melanggar pasal  82 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. pasal 64 KUHP,” ujarnya.

Karena itu, Anto –sapaan Judianto Simanjutak – mengharapkan Majelis Hakim yang yang menyidangkan perkara ini dalam putusannya bisa menyatakan terbukti secara syah dan meyakinkan bahwa terdakwa melanggar pasal  82 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. pasal 64 KUHP.

Judianto juga mengharapkan Majelis Hakim menjatuhkan hukuman penjara maksimal (seberat-beratnya) dan menambahkan hukuman pemberat terhadap Terdakwa, dengan beberapa alasan, yaitu:

  1. Perkara ini berlatar belakang RELASI KUASA, dimana Terdakwa adalah pengasuh anak-anak termasuk korban di Panti Asuhan yang dipimpin dan dikelola Terdakwa yaitu Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani di Perumahan Mutiara Depok, Jawa Barat. Hal ini sebagaimana disebut dalam Pasal 82 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2014, yang menyebutkan “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”
  2. Dalam perkara ini ada 3 (tiga) orang anak yang merupakan korban kekerasan seksual dari Terdakwa, menerangkan dalam persidangan bahwa korban mengalami kekerasan seksual (pencabulan) dari Terdakwa.
  3. Kekerasan seksual yang dilakukan Terdakwa terhadap korban mengakibatkan korban mengalami trauma, ketakutan, dan cemas.
  4. Tindakan kekerasan seksual yang dilakukan Terdakwa terhadap korban merupakan perbuatan berlanjut sebagaimana dimaksud dalampasal 64 KUHP, yaitu tahun 2018, terdakwa melakukan sodomi terhadap 1 (satu) orang korban. Kemudian kekerasan seksual yang diduga dilakukan Terdakwa terhadap korban pada bulan Juli 2019, dengan Tempat Kejadian Perkara (TKP) lebih dari 1 (satu), yaitu sepanjang perjalanan di mobil angkot dari Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani di Perumahan Mutiara Depok menuju Tukang cukur rambut Garut Raja Gombal di Jalan Toleiskandar, Depok, dan kekerasan seksual terus berlanjut di mobil angkot ketika sudah sampai di Tukang cukur rambut garut raja gombal di Jalan Toleiskandar, Depok dan berlanjut lagi di tempat makan pecel lele, Jalan Bahagia Raya, Depok.
  5. Di persidangan, Terdakwa tidak mengakui tindak pidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum.

“Pelaksanaan sidang perkara ini sampai pada vonis hakim pada dasarnya untuk memberikan perlindungan dan memberikan keadilan kepada korban sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Karena itu diharapkan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini memberikan putusan yang adil untuk memenuhi rasa keadilan korban,” pungkas Judianto. ***