Jauhi Hoax, Jurnalis Jangan Jadi Alat Politik Paslon Pilkada

oleh -
Ilustrasi

TERNATE- Ketua Umum Ikatan Wartawan Online (IWO) Indonesia Jodhi Yudono meminta junalis agar menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalis (KEK) dalam menyampaikan berita. Untuk itu, media sebagai penyampai pesan dan penyampai berita harus mampu menyediakan informasi dengan berita yang benar-benar valid dan terverifikasi.

“Saya berharap, ditengah pusaran Pilkada dan berita hoax maka media serta jurnalis harus independen,” ujar Jodhi Yudono dalam Diskusi Publik bertema ” Media di Tengah Pusaran Pilkada dan Berita Hoax”, yang digelar IWO Kota Ternate, di Dhuafa Center Ternate, Maluku Utara, Senin (2/4).

“Penulis yang baik adalah pembaca yang baik oleh sebab itu rekan-rekan jurnalis harus banyak membaca sehingga tulisan kita akan berkualitas,” tuturnya.

Sementara itu, Kapolres Ternate AKBP Azhari Juanda, SiK menambahkan ditengah pusaran Pilkada dan berita hoax maka media harus berada diposisi netral dan harus profesional.

Karena itu, dia berpesan agar media harus menjaga integritasnya sehingga tidak terjerumus masuk ke dalam pusaran Pilkada. Ini artinya, media jangan menjadi alat politik dari pasangan calon Partai politik tertentu.

“Sehingga tidak terjebak dalam pusaran berita-berita hoax (menjadi bagian pembuat atau penyebar berita hoax),” ucap Azhari.

Dia juga menekankan bahwa media harus menjadi penyejuk suasana dengan memberitakan informasi yang berimbang dan tidak mengandung unsur-unsur provokatif.

 

“Kita berharap agar media berperan aktif dalam rangka menekan atau meminimalisir penyebaran berita hoax di media sosial,” pintanya.

Sementara, Pemerhati Komunikasi darin Universitas Bung Karno Arman Panigfat menegaskan, berita hoax merupakan berita yang tidak bertanggung jawab.

“Hal ini dapat dipengaruhi oleh karakter/budaya masyarakat kita dimana kita latah dan senang sebarkan berita-berita yang padahal dia sendiri tidak tau apa isinya berita tersebut”, ujarnya.

Arman menilai, masyarakat kekinian kerap sekedar ikut-ikutan, menyebar berita yang mengandung hoax tersebut. Apalagi di saat masyarakat sedang salam era euforia medsos.

“Peran media sebagai pencerah masyarakat dituntut untuk mampu memberikan pendidikan bagaimana berpolitik yang baik serta menjadi penerima berita yang bijak melalui pemberitaan-pemberitaan yang berkulitas,” ucap dia.

“Profesioanalisme penulis sudah diatur, tinggal kita pedomani dan patuhi saja, dan rekan-rekan IWO punya tanggung jawab untuk mendidik masyarakat dalam berpolitik yang baik dan pengguna media sosial yang bijak”, pesan Arman.

Selain itu, peran media haruslah independen dalam Pilkada serta menolak dengan keras berita hoax maupun isu SARA.

“Jurnalis harus cerdas dalam menanggapi berita hoax yang beredar di media sosial dan menjadi penetralisir suasana. Selain itu media harus mendukung upaya Polri dalam memerangi hoax,” ucap pengajar Ilmu Komunikasi di Universitas tersebut.

 

Sedangkan, Ketua IWO Provinsi Maluku Utara Rahman Mustafa menilai munculnya berita hoax sejak beberapa tahun ini telah mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat Indonesia saat ini.

“Masyarakat kita lebih senang dengan berita-berita yang heboh dan tanpa sadar ikut-ikutan menyebarkannya,” ujar Rahman.

Karenanya, media punya peran penting untuk memberitakan berita yang berimbang. Apalagi,  disaat, moment Pilkada seperti ini isu-isu hoax  sangat berkembang, sehingga untuk mengimbangi itu maka media harus menjadi sarana sebagai kontrol.

“Disitulah peran IWO ambil bagian dengan kedepankan independensi dan IWO harus komitmen untuk tolak hoax. Apalagi, Pengurus Pusat IWO sudah mengeluarkan kebijakan bahwa IWO tidak boleh terlibat dalam politik”, tutup Rahman, dalam diskusi yang dimediatori oleh Ketua IWO Kota Ternate, Budiman L Mayabubun.