Jawa Barat Gas Pol Melawan Radikalisme

oleh -
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, MH, dalam acara Silaturahmi dan Dialog Kebangsaan BNPT RI bersama Forkopimda dan Kesbangbol se-Jawa Barat dalam rangka Pencegahan Paham Radikal Terorisme di Provinsi Jawa Barat. Acara tersebut digelar di Gedung Sate, Bandung, Rabu (12/1/2022). (Foto: Ist)

Bandung, JENDELANASIONAL.ID — Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia harus terus dijaga oleh seluruh elemen bangsa termasuk pemerintah. Untuk itu dalam merawat Pancasila tentunya juga perlu berkolaborasi antara pemerintah pusat dan juga pemerintah  daerah. Karena dengan bisa saling berkolaborasi dan bekerjasama maka segala macam potensi yang bertentangan dengan ideologi negara dapat terkikis.

Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, MH, kepada wartawan usai acara Silaturahmi dan Dialog Kebangsaan BNPT RI bersama Forkopimda dan Kesbangbol se-Jawa Barat dalam rangka Pencegahan Paham Radikal Terorisme di Provinsi Jawa Barat. Acara tersebut digelar di Gedung Sate, Bandung, Rabu (12/1/2022).

“Kita ketahui bersama bahwa bangsa Indonesia telah memiliki ideologi negara yakni Pancasila yang tentunya perlu kolaborasi dan ikhtiar bersama agar segala potensi berkembangnya ideologi yang bertentangan dengan ideologi negara (berpaham radikal terorisme) bisa dieliminasi,” ujar Komjen Pol. Boy Rafli Amar.

Menurutnya, ideologi radikal terorisme ini merupakan suatu paham yang menganut kekerasan sebagai tindakan pembenaran. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat tetap teguh pada nilai luhur bangsa, khususnya Pancasila.

“Karena ideologi terorisme itu adalah ideologi yang berbasis kekerasan, yang akhirnya bisa memapar masyarakat kita, siapa saja bisa terpapar. Mau itu tua, muda, TNI-Polri, ASN juga bisa terpapar. Diharapkan masyarakat tetap teguh menjaga nilai luhur bangsa kita,” kata mantan Waka Lemdiklat Polri ini seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT di Jakarta.

Lebih lanjut alumni Akpol tahun 1988 ini menjelaskan, untuk mencapai hal tersebut pihaknya mendiskusikan dan membahas rencana program yang berkaitan dengan kontra radikalisasi dan deradikalisasi. “Karena salah satu lokasi, Kawasan Terpadu Nusantara (KTN) yang disusun BNPT ada di Jawa Barat yakni di Kabupaten Garut,” ujarnya.

Pihaknya juga akan mengembangkan narasi dalam rangka kontra propaganda jaringan terorisme dengan narasi yang menyampaikan pesan ke-Indonesiaan. Karena dirinya juga tidak ingin generasi muda bangsa ini bebas mengakses informasi melalui media sosial yang pada akhirnya memilih narasi yang jauh dari nilai luhur bangsa ini.

“Dan upaya mencegah di media sosial juga perlu dilakukan. BNPT bersinergi dengan komunitas dalam rangka menyusun konten kreatif, yang bertema bagian dari NKRI. Kami juga punya Duta Damai (Dunia Maya). Selain itu juga, penutupan akun yang sifatnya radikalisme telah dilakukan secara berkesinambungan oleh pihak Kominfo, karena hal itu sudah diatur oleh hukum, melalui UU No 11 tahun 2008 (ITE),” kata mantan Kapolda Papua ini.

Untuk itu menurutnya, penanganan paham radikal dan terorisme ini perlu dilakukan dengan konsep penanggulangan berbasis semangat atau berpola Pentahelix dengan melibatkan berbagai pihak, yakni melibatkan unsur pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha termasuk juga kalangan media.

“Kenapa media ? Karena di era digitalisasi seperti sekarang ini paham radikal terorisme tersebut mudah tersampaikan ke generasi muda yang dalam kondisi labil dan serba ingin tahu,” ujar mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.

Karena itu dirinya tidak ingin generasi muda bangsa ini dengan bebasnya mendapatkan informasi di sosial media, yang pada akhirnya memilih narasi yang jauh dari nilai-nilai Pancasila. Maka dari itu, kaloborasi dengan pentahelix bahwa tidak ada tempat untuk ideologi lain selain Pancasila.

“Kita tidak ingin adanya ideologi yang berbasis kekerasan. Kita inginkan masyarakat tetap teguh kepada nilai-nilai bangsa Pancasila,” ujar perwira tinggi yang juga pernah menjabat sebagaiKapolda Banten ini.mengakhiri.

 

Gas Pol Melawan Radikalisme

Sementara itu Gubenrur Jawa Barat (Jabar), H. Ridwan Kamil mengatakan bahwa provinsi Jawa Barat dengan jumlah berpenduduk lebih dari 50 juta jiwa seringkali menjadi objek dari ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Hal itu menjadi kerawanan sasaran alur informasi penyebaran paham radikalisme dan terorisme.

Untuk itu Pemerintah Provinis (Pemprov) Jabar dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), sepakat bekerja sama dalam upaya pencegahan aksi terorisme serta program deradikalisasi.

Pemprov Jabar selama ini sudah memiliki beragam program pencegahan terorisme agar tidak terpapar kepada anak-anak muda. Salah satunya, berupa “Kemah Kebangsaan” yang menyasar kepada anak muda.

“Yang mana hal itu dilakukan untuk berkumpul bersama dalam mendiskusikan semangat ke-Pancasilaan, Kemudian saya juga sudah melantik 1.100 Duta Pancasila dan juga Duta Bela Negara,” ujarnya.

Selain itu Pemprov Jabar juga memiliki Program Ajengan Masuk Sekolah untuk memberikan narasi menangkal segala potensi ceramah bermuatan narasi yang hendak menggeser ke-Pancasilaan ke arah radikalisasi.

Selain itu menurutnya juga ada sekolah untuk ibu-ibu atau emak-emak dengan kurikulum tentang radikalisme. “Hal-hal itu dilakukan di Jabar supaya jangan ada kejadian seperti di tahun 2000-an, yang tetangganya merakit bom karena tidak hafal atau tidak peduli kalau itu perbuatan terorisme,” kata Emil.

Tak hanya itu, Kang Emil menyebut ada Program Sekolah Perempuan Capai Impian dan Cita-cita (Sekoper Cinta) untuk memberikan edukasi kepada perempuan di Jabar. “Seperti Program Sekoper Cinta, salah satu kurikulumnya adalah deteksi radikalisme. Program-program ini insya allah akan membawa Jawa Barat 2022 gas pol melawan radikalisme,” katanya.

Usai melakukan Silaturahmi dan Dialog Kebangsaan dengan Forkopimda dan Kesbangpol se Jabar, Kepala BNPT selanjutnya berkesempatan memberikan pembekalan kepada jajaran pegawai PT Bior Farma dengan tema “Mewaspadai  Bahaya Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme beserta Upaya Pencegahannya” dihadapan pegawai PT Bio Farma (Persero). Acara yang diselenggarakan secara hybrid di Kantor Pusat Bio Farma, Bandung ini diikuti lebih dari 1.000 pegawai PT Bio Farma melalui daring.

Dalam kesempatan itu Kepala BNPT mengatakan bahwa meski sama-sama bisa mematikan, namun keberadaan virus intoleransi, radikalisme terorisme dianggap lebih berbahaya bagi keutuhan bangsa Indonesia ini dibandingkan dengan virus Covid-19 yang ada di berbagai belahan di dunia.

“Nah, virus intoleransi, radikal terorisme ini lahir di masyarakat jauh lebih awal dari virus Covid-19. Berakhirnya virus intoleransi, radikalisme terorisme  ini entah kapan kita tidak tahu. Jadi tidak ada jaminan tahun ini virus intoleransi, radikalisme terorisme ini bisa  selesai seperti virus Covid-19 yang insya allah akan selesai,” ujar Komjen Pol. Boy Rafli Amar.

Lebih lanjut Kepala BNPT mengganalogikan, kalau virus Covid-19 ini pegawai BUMN holding di bidang farmasi seperti Bio Farma ini sudah menemukan vaksinnya dan sudah mendistribusikan  ke masyarakat. Bahkan hingga saat ini masyarakat telah mendapatkan herd immunity meski saat ini ada jenis atau varian baru yaitu omicron.

“Artinya virus Covid-19 insya allah sebentar lagi bisa teratasi, berkat vaksin-vaksin dan obat obatan yang dibuat oleh jajaran Bio Farma dan perusahaan-perusahan BUMN holding farmasi dan anak perusahaanya.

Jadi pandemi teratasi dan situasi tekendali. Bahkan pandemi ini mungkin akan menjadi endemi dan masyarakat akan hidup normal walaupun protokol kesehatan tetap dijalankan,” ucap alumni Akpol tahun 1988 ini.

Namun kalau virus intoleran, radikal terorisme ini menurut Kepala BNPT,  pandeminya kemungkinan masih akan terus berlanjut dalam beberapa waktu kedepan dan tidak tahu berapa tahun lagi akan selesaninya. Yang mana hal itu menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia.

“Celakanya virusnya mirip seperti virus Covid-19, bisa menular kepada semuanya baik itu pejabat, non pejabat, kaya, miskin, laki-laki, perempuan, tua dan muda. Semuanya bisa kena. Dan sudah terbukti dari mereka-mereka yang terkena virus ini sudah ada yang berurusan dengan hukum, sudah ada yang dihukum mati, sudah ada yang terpapar tapi belum tersentuh hukum hingga hari ini dan masih ada yang dikejar-kejar oleh aparat keamanan,” kata mantan Waka Lemdiklat Polri ini.

Untuk itulah menurut Kepala BNPT  bagaimana masyarakat bangsa ini dapat meningkatkan ketahanan imunitas atau herd immunity bagi masyarkat Indonesia dari ancaman virus virus intoleransi, radikalisme terorisme  ini. Seluruh elemen bangsa ini harus terus mengupayakan vaksin dalam menghadapi virus intoleransi,  radikal dan terorisme agar masyarakat bangsa ini tidak terpapar virus tersebut.

“Vaksinnya tidak sulit, tidak ada hargannya seperti vaksin Covid-19, karena ini sudah dikasih warisan oleh nenek moyang atau faunding father bangsa ini. Jadi kita tidak perlu membuat vaksin baru lagi, tidak usah. Karena vaksin itu sudah menjadi identitas kearifan nasional dan jati diri bangsa ini yakni Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai konstitusi negara. Jadi sudah tersedia. Tinggal masalahnya mau atau tidak kita pakai vaksin itu,” kata mantan Kapolda Papua ini.

Untuk itu menurutnya, BNPT terus berupaya mencegah  dengan  berikhtiar untuk mengajak semua pihak, semua elemen bangsa agar tidak lupa dengan apa yang telah menjadi jati diri bangsa Indonesia atau menjadi identitas nasional yakni UUD 1945 itu tadi sebagai konstitusi negara.

“Nah UUD 1945 itulah yang menjadi kostitusi negara yang telah mengakomodir berbagai keberagaman yang ada di negara kita. Karena di dalam UUD 1945 itu ada nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, sember daripada sumber hukum, landasan filosofis dan sebagai landasan moral Republik Indonesia,” kata mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.

Karena di dalam UUD 1945 itu semauanya sudah diatur lengkap  seperti kehidupan dalam beragama, tetang cara berdemokrasi, tentang hak asasi manusia, tentang bela negara, tentang pertahanan keamanan. “Kita yakinkan bahwa UUD 1945 itu menjadi salah satu vaksin selain Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ujarnya.

Karena itulah menurutnya, penting sejak dini seluruh masyarakat bangsa ini membentengi diri dengan wawasan kebangsaan dan kebhinekaan serta wawasan keagamaan yang moderat dan toleran sebagai daya tangkal sekaligus vaksin dari pengaruh paham intoleran, radikalisme dan terorisme.

“Karena terorisme ini tumbuh subur di tengah masyarakat yang penuh dengan segregasi dan konflik sosial. Sebaliknya, terorisme tidak akan pernah hidup dan menemukan ruangnya di tengah masyarakat yang menghargai perbedaan dan saling mengikat diri dalam komitmen perjanjian luhur bangsa,” ujarnya.

Dalam kunjungannya ke Pemprov Jabar dan PT Bio Farma, Kepala BNPT tampak didampingi Sekertaris Utama (Sestama) Mayjen TNI Dedi Sambowo, Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi, Mayjen TNI Nisan Setiadi, SE, Deputibidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Irjen Pol. Ibnu Suhendro, S.Ik, Direktur Pencegahan Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, Direktur Deradikalisasi, Prof. Dr. Irfan Idris, MA.

Selain itu tampak pula Direktur Kerjasama Regional Brigjen Pol Kris Erlangga, Direktur Perangkat Hukum Internasional (PHI), Laksma TNI Joko Sulistyanto, SH, MH, Kepala Biro Perencanaan, Hukum dan Humas, Bangbang Surono, Ak, MM, Direktur Penegakan Hukum, Kombes Pol. Hando Wibowo, S.Ik dan Kasubdit Kontra Propaganda Kolonel Pas. Drs. Sujatmiko. ***