Jika Ganjar Pranowo Dicalonkan Golkar, SMRC: Akan Mengubah Peta Partai

oleh -
Calon presiden 2024. (Foto: Tribunnews.com)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Jika dicalonkan oleh Partai Golongan Karya (Golkar), Ganjar Pranowo akan mengubah peta dukungan partai politik.

Demikian temuan survei eksperimental yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).

Temuan survei ini dipresentasikan oleh Prof. Saiful Mujani melalui program Bedah Politik bersama Saiful Mujani bertajuk “Siapa Capres yang Membantu Menaikkan Golkar?” melalui kanal YouTube SMRC TV pada Kamis 17 November 2022. Video utuh pemaparan Prof. Saiful Mujani bisa disimak di sini: https://youtu.be/muxy_0ncZSk.

Dalam presentasinya, Saiful Mujani menjelaskan survei eksperimental yang dilakukan SMRC untuk menilai efek calon presiden terhadap perolehan suara partai Golkar.

Ada tiga tokoh yang dipilih dan diperlakukan sebagai treatment yaitu Airlangga Hartarto, Ganjar, dan Erick Thohir. Airlangga dimasukkan karena dia sebagai ketua partai. Ganjar karena ada diskusi di kalangan Golkar untuk diusung calon. Sementara Erick adalah politikus non-partai yang selama ini sudah melakukan sosialisasi. Tokoh-tokoh lain yang sudah dideklarasikan oleh partai lain tidak dimasukkan, seperti Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.

Sebelum melihat efeknya, yang pertama dilihat adalah variabel kontrol terhadap eksperimen. Pertanyaannya adalah apabila pemilihan legislatif dilakukan sekarang, anda akan memilih partai apa?

Hasilnya mirip dengan hasil survei umumnya di mana PDIP menempati urutan pertama, Gerindra di urutan kedua, dan Golkar di urutan ketiga. Namun Saiful mengingatkan bahwa survei eksperimental ini hanya menggunakan sample 267, sehingga margin of errornya sekitar 6,1 persen. Umumnya margin of error survei nasional SMRC sekitar 3 persen.

Dalam variabel kontrol, partai Golkar mendapatkan suara 11 persen.

Di antara tiga nama tersebut, studi ini menemukan bahwa Ganjar memiliki efek positif pada penguatan suara Golkar. Dalam treatment, pertanyaan kuesioner adalah jika Golkar mencalonkan Ganjar sebagai presiden, partai atau calon dari partai mana yang akan dipilih? Dalam simulasi ini, Golkar mengalami penguatan dari 11 persen menjadi 17 persen suara. Kenaikan suara Golkar kurang lebih 6 persen.

Menurut Saiful, ini menunjukkan Ganjar bisa menaikkan suara partai Golkar, jika dia dicalonkan.

Namun ada catatan yang sangat menarik, menurut Saiful. Bila Golkar mencalonkan Ganjar, maka suara PDIP menjadi turun dari 25 persen (variabel kontrol) menjadi 18 persen.

Saiful menjelaskan bahwa selama ini, dalam pelbagai survei, PDIP mendapatkan suara selalu melampaui perolehan pada Pemilu 2019. Menurut dia, salah satu unsur suara PDIP tersebut adalah pendukung Ganjar. Jika Ganjar dicalonkan atau pindah ke partai lain, sebagian suara PDIP juga pindah.

“Kalau Ganjar dicalonkan oleh Golkar, dia mengajak (sebagian) pemilihnya pergi ke Golkar,” kata Saiful.

Lebih jauh Saiful menyatakan bahwa jika Golkar mencalonkan Ganjar, peta kekuatan politik partai mengalami perubahan, di mana Gerindra, PDIP, dan Golkar menjadi berimbang.

Saiful memberi catatan agar PDIP perlu berhati-hati dengan hasil temuan ini.

“Kalau PDIP ingin menjaga suaranya, mereka harus hati-hati dengan fakta ini. Jangan sampai Ganjar diambil oleh partai lain.” kata Saiful.

Saiful melihat bahwa Ganjar Pranowo adalah figur yang relatif terbuka. Jika ada penjelasan yang meyakinkan, dia bisa saja pindah ke partai lain. Namun demikian, lanjutnya, hal semacam itu tidak terlalu baik dalam konteks pendidikan politik. Seharusnya orang yang sudah berkarir dalam partai politik begitu panjang, seharusnya seharusnya tetap ada di partai tersebut.

“Jangan justru sudah ada di puncak, lalu dia keluar. Itu tidak baik untuk penguatan sistem kepartaian yang ada di Tanah Air,” imbuhnya.

PDIP, katanya, memiliki kepentingan agar suara dukungannya besar. Karena itu, menurut Saiful, menjadi logis dan bijaksana apabila partai ini mempertimbangkan secara lebih serius calon presiden PDIP. Jika tidak, PDIP bisa kena “getah”nya atau dampak negatifnya. Dalam banyak survei, suara PDIP selalu nomor satu. Tapi ketika Ganjar tidak ada di PDIP, peta dukungan berubah dan PDIP tidak lagi ada di posisi teratas.

“Faktor Ganjar sangat kuat dan bisa mengubah peta politik nasional,” jelas Guru Besar Ilmu Politik UIN Jakarta tersebut.

 

Calonkan Airlangga, Kenaikan Suara Golkar Tak Terjadi

Dalam treatment di mana nama Airlangga dimasukkan dengan format pertanyaannya menjadi bila Golkar mencalonkan Airlangga untuk menjadi presiden, partai atau calon partai mana yang akan dipilih, hasilnya partai Golkar mendapatkan 13 persen suara. Ada kenaikan dua persen dari hasil variabel kontrol, tapi tidak signifikan.

Saiful menjelaskan bahwa kenaikan dua persen ini tidak cukup signifikan untuk menyatakan pencalonan Airlangga memiliki efek positif pada perolehan suara Golkar. Namun penting digarisbawahi, lanjut Saiful, setidak-tidaknya pencalonan Airlangga tidak memiliki efek negatif.

“Airlangga tidak memiliki efek, baik positif maupun negatif, pada suara partai Golkar. Karena itu, jika Golkar mencalonkan Airlangga, kemungkinan menaikkan suara Golkar tidak terjadi,” jelas Saiful.

Dalam treatment selanjutnya, di mana nama Erick dimasukkan sebagai calon presiden Golkar, suara partai ini juga tidak mengalami perubahan. Dalam variabel kontrol, Golkar mendapatkan 11 persen suara. Ketika disebut nama Erick sebagai calon presiden, suara Golkar tetap sama, 11 persen. Partai-partai lain seperti PDIP dan Gerindra juga relative sama.

Ini, menurut Saiful, logis karena Erick bukan kader partai. Dia tidak punya gerbong yang bisa dibawa. Erick adalah pendatang baru dalam politik. Dia tidak memiliki efek untuk memperbesar Golkar jika diusung menjadi calon presiden.

Berbeda dengan Ganjar yang sudah sangat lama di PDIP. Dia juga Gubernur Jawa Tengah yang merupakan kantong PDIP. Ganjar bahkan dua kali terpilih sebagai gubernur di provinsi tersebut. Karena itu wajar kalau Ganjar pindah, maka ada pengikutnya yang besar.

Saiful menyimpulkan bahwa yang bisa membantu peningkatan suara Golkar adalah Ganjar Pranowo. Namun pencalonan Ganjar oleh Golkar bisa mengubah peta kekuatan partai politik Indonesia.

“Karena itu, diskusi antara Golkar dan PDIP di sini menjadi sangat penting,” pungkasnya.

Survei ini dalam format wawancara tatap muka pada 3 – 9 Oktober 2022. Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1220 responden.  Response rate sebesar 1027 atau 84%. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,1% pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling).

Metode eksperimental untuk menguji efek pencalonan presiden terhadap elektabilitas partai dilakukan dengan membagi responden secara acak ke dalam empat kelompok (kontrol, treatmen 1, treatment 2 dan treatmen 3), dan setiap responden mendapat satu pertanyaan sesuai kelompoknya. ***