Jokowi Sudah Letakkan Dasar Pembangunan Bagi Papua

oleh -
Ketua Umum Gerakan Poros Maritim (Geomaritim) Indonesia, Baharudin Farawowan, dalam sebuah acara di Bali beberapa waktu lalu. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.COM — Berbicara tentang pembangunan di Papua tidak bisa terlepas dari Otonomi Khusus (Otsus) Papua sebagai bentuk perhatian Pemerintah Pusat dengan menggelontorkan dana Otsus yang begitu besar, sehingga berakibat pada banyak putera Papua terjerat kasus korupsi lantaran tidak siap dan disiapkan mentalnya menghadapi bantuan yang luar biasa besarnya itu.

“Tapi duit itu lebih banyak kembali ke Jakarta, terutama pada malam hari”, ungkap Ketua Umum Gerakan Poros Maritim (Geomaritim) Indonesia, Baharudin Farawowan, putera asli Papua setengah bercanda dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Intelektual Muda Papua bertema “Meneropong Pembangunan Papua” di Gedung Joang 45, Jumat (11/01/2019).

Diskusi ini juga menampilkan pembicara lainnya yaitu pengamat politik asal Flores NTT, Boni Hargens yang diwakili Plasidus de Ornay.

Menurut Farawowan, diskusi yang digagas para mahasiswa Papua yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Papua (IMAPA) se-Jakarta ini sungguh intelek karena tidak meneropong pembangunan di Papua dari kacamata sipil atau militer, juga tidak berpihak pada dan bertolak dari gagasan capres nomor 01 atau nomor 02.

Menurut Ketua Bidang Maritim KNPI ini, pembangunan di Papua sejak adanya UU Otsus no. 21 tahun 2001 yang mengatur kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, juga menjadikan masyarakat Papua sebagai subyek, pembangunan sudah mulai berjalan bagus, sekalipun harus diakui lebih terasa dan menukik di pemerintahan Jokowi.

Sekalipun demikian dampak dari pembangunan itu memang belum terlalu dirasakan, terutama tol laut karena lautan Papua tidak seluas daratan sehingga transportasi untuk masyarakat di tengah daratan yang luas dengan medan yang sulit itu selalu dengan pesawat.

Akibatnya, katanya, harga barang selalu lebih tinggi dari daerah lain karena mahal di ongkos bukan mahal barangnya. Sementara infrastruktur darat pun belum banyak memberi dampak tetapi yang paling penting dirasakan manfaatnya adalah perhatian pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo lewat kehadirannya di tengah masyarakat. Presiden Jokowi bergaul dengan warga Papua secara berulang kali, yang tidak pernah dilakukan presiden lain sebelumnya.

“Jadi yang perlu dicatat adalah Jokowi sudah meletakkan dasar. Karena itu, kita harus jujur mengakui dan yakin bahwa jika Jokowi diganti maka belum tentu dasar yang sudah diletakkannya ini bisa dilanjutkan oleh presiden baru,” ujar Baharudin.

Contohnya, katanya, Jokowi berencana menjadikan Sorong sebagai pusat kekuatan maritim dunia, yang menjadi pintu masuk kapal-kapal asing dari manapun.

Lebih lanjut Farawowan juga mengakui bahwa dengan memercayakan Papua sebagai tuan rumah PON nanti dengan pembangunan Stadion berkelas internasional senilai sekitar 1,2 triliun sesungguhnya telah mengangkat derajat dan martabat rakyat Papua untuk sama dengan suku manapun di Indonesia dan bangsa-bangsa di dunia.

Sementara Plasidus menyatakan bahwa Papua memang menjadi sorotan publik tidak hanya di dalam negeri tapi juga dunia internasional karena potensi sumber daya alam Papua yang sangat mahal. Sedangkan soal pembangunan telah terjadi terobosan pembangunan besar-besaran oleh pemerintahan Joko Widodo. Walaupun harus diakui pula belum maksimal dan belum seimbang jika dibanding dengan hasil alam yang disumbang Papua untuk bangsa ini.

Menurut Plasidus, Jokowi mengungguli presiden lain sebelumnya karena Jokowi selalu konsisten antara apa yang diungkapkan sejalan dengan apa yang dilakukan. “Yang membedakan Joko Widodo dengan presiden sebelumnya adalah pikiran dan perhatiannya sejalan, sementara presiden sebelumnya beda antara pikiran dan perhatian,” ujar putera Flores ini.

Plasidus juga mencatat ada sekurang-kurangnya tiga terobosan pembangunan yang fenomenal di Papua yakni Trans Papua, PLN dan penyetaraan harga semen dan BBM.

Sebaliknya kendala yang masih perlu perhatian serius adalah kurangnya partisipasi para pimpinan wilayah, profesionalisme kerja yang belum memadai, serta mental korup para pejabat masih merajalela. Terhadap kendala-kendala demikian, Plasidus menghimbau agar perlunya pengawasan dari kaum intelek dan mahasiswa Papua. (ber)