Jual Suara, Beli Kuasa

oleh -
Gusti Tetiro, Alumnus STFK Ledalero, Dosen di I3L Jakarta. (Foto: ist)

Oleh: Agustinus Tetiro*)

Menarik untuk memperhatikan jadwal pemilihan umum (Pemilu) tahun ini yang jatuh pada hari Rabu 17 April 2019. Untuk konteks NTT yang masyarakatnya kebanyakan beragama kristen (Katolik dan Protestan), hari itu bertepatan dengan hari Rabu Trewa.

Rabu Trewa merupakan tanda masuk masa perkabungan Tri Hari Suci Paskah yang dimulai dengan lamentasi. Tri hari suci adalah Kamis Putih, Jumat Agung dan Sabtu Suci.

Kota Larantuka di Flores Timur menjadi sunyi sepi tanpa aktivitas pada Hari Rabu Trewa. Penziarah dari berbagai penjuru dipastikan sudah Larantuka sejak Rabu Trewa.

Dengan alasan tersebut, KPU dan Bawaslu NTT diminta untuk mempertimbangkan penyelenggaran pemilu yang bertepatan dengan hari raya keagamaan itu (poskupang.com, 2/3 dan antara.com serta liputan6.com, 3/3). Permintaan itu datang dari berbagai pihak termasuk dari Pemda Flotim dan Kapolda NTT, setelah mempertimbangkan berbagai alasan.

 

Prapaskah

Sebelum merayakan kemenangan Paskah yang merupakan peringatan kebangkitan Yesus Kristus, orang kristen melewati masa prapaskah. “Masa Prapaskah adalah masa yang mengundang orang untuk untuk secara intensif merenungkan kisah sengsara Yesus” (Paul Budi Kleden, “Di Tebing Waktu”, p.126). Dalam terang iman kristiani, sengsara Yesus Kristus itu adalah konsekuensi dari pengosongan diri Allah (kenosis) menjadi manusia dan rela menebus dosa manusia. Dengan demikian, martabat manusia dipulihkan dan dibebaskan dari dosa untuk kemudian hidup sebagai manusia yang bebas, manusia Paskah.

Pada masa Prapaskah, umat kristiani membaca, mendengar dan diperdengarkan bacaan-bacaan yang berkaitan dengan kisah hidup Yesus Kristus sebagai pembebas dan penyelamat. Pada Minggu (10/3), sesuai aturan dalam urutan bacaan suci (lectionarium) orang Katolik seluruh dunia, injil tentang pencobaan Yesus oleh iblis di padang guru (Lukas 4:1-23) menjadi bacaan wajib.

Bacaan injil itu bisa ditafsirkan secara politis. Muatan politis itu bukan sekadar suplemen. Kita tahu, seluruh riwayat biografis Yesus Kristus adalah biografi politik seorang guru moral sosial yang melakukan revolusi dan transformasi sosial di tengah masyarakatnya.

Ada tiga (3) pencobaan Yesus oleh iblis. Pertama, iblis menguji Yesus: “Jika Engkau anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti”. Yesus menjawab, “Ada tertulis: manusia hidup bukan dari roti saja”.

Kedua, iblis memperlihatkan kerajaan dunia dan berjanji memberikan semuanya kepada Yesus kalau Yesus mau menyembah iblis. Yesus menolak, karena bagi-Nya, hanya kepada Tuhanlah penyembahan ditujukan. Ketiga, iblis mencobai Yesus untuk membuang diri dari atas ketinggian. Yesus menjawab, “Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu!”

Ketiga percobaan di atas berkaitan dengan kebutuhan dasar (roti), kekuasaan (tahta) dan menguji kemahakuasaan Tuhan. Ketiga hal itu selalu menjadi pencobaan atau ujian bagi manusia juga.

 

Politik Uang, Ujaran Kebencian dan Kekuasaan

Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) merilis, politik uang dan ujaran kebencian jadi gangguan utama pemilu tahun ini (kompas.com, 2/3). Politik uang adalah bukti dari lemahnya otonomi moral dan kepercayaan diri para anggota calon legislatif (caleg). Caleg yang membagi-bagi uang dan sembako melukai kecerdasan dan nurani publik yang demikian juga melukai Tuhan sendiri (baca: menambah sengsara Yesus).

Politik uang berarti membeli suara rakyat. Padahal pada banyak kesempatan, para politikus berorasi tentang suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi vox Dei). Politik uang menghina Tuhan dan manusia, karena selalu membawa pengandaian: rakyat miskin bisa dibeli, karena perut yang kosong tidak bisa berpikir ideal. Padahal, dari keteguhan nurani orang miskin, kita bisa belajar tentang martabat manusia yang mulia.

Sementara itu, ujaran kebencian pada dasarnya adalah produk iblis, karena bermuatan pemecahbelah dan perusak hubungan manusia dengan Tuhan dan sesama.

Kita, caleg dan rakyat NTT, adalah manusia-manusia Paskah. Justru ketika pemilu tahun ini jatuh pada Rabu Trewa, kita sebenarnya diundang oleh Yesus sendiri untuk mempertanggungjawabkan iman yang politis itu. Pilihlah caleg dan capres yang tidak membeli suara kita dengan cara yang rendahan untuk meluluskan hasrat murahannya pada kekuasaan. Jangan golput!

*) Penulis adalah Alumnus STFK Ledalero, Dosen di I3L Jakarta.