Kanwil Kemenag Sulsel Tunduk pada Kelompok Intoleran, Menag Harus Beri Teguran Keras

oleh -
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat memberikan pembinaan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, di Auditorium HM Rasjidi, Kantor Kementerian Agama, Jakarta. (Foto: Kemenag.go.id)

Sulsel, JENDELANASIONAL.ID — Pada 15 Desember 2021, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan mencabut Surat No B-9379/Kw.21.1/IIM.00/12/2021 tertanggal 14 Desember 2021 terkait imbauan pemasangan spanduk ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru yang ditujukan kepada Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan; Kepala MI, MTs, dan MA Se-Sulawesi Selatan; dan Kepala KUA Kecamatan se-Sulawesi Selatan yang sempat dikelurkan sebelumnya. Pencabutan surat imbauan ini dipicu oleh protes dari sekelompok ormas Islam kepada Kanwil Kemenag Sulsel, 15 Desember 2021.

Berkenaan dengan kejadian tersebut, SETARA Institute menyatakan menyayangkan pencabutan surat imbauan dimaksud, sebab Surat Imbauan tersebut sejatinya merupakan terobosan yang progresif dan tepat.

“Imbauan mengucapkan selamat Natal adalah wujud apresiasi terhadap kebinekaan Indonesia dan merupakan praktik baik pemajuan toleransi, kerukunan, dan moderasi dalam kehidupan beragama,” ujar Syera Anggreini Buntara, dan Bonar Tigor Naipospos, dari SETARA Institute di Jakarta, Kamis (16/12).

SETARA Institute menilai pencabutan surat imbauan ini menunjukkan ketundukan pemerintah, dalam kasus ini Kanwil Kemenag Sulsel, kepada sekelompok intoleran yang menggunakan sentimen mayoritas Islam.

Mestinya Kanwil Kemenag Sulsel kukuh dan berdiri tegak merawat kebinekaan Indonesia dan kerukunan umat beragama. Bahkan jika pun dibutuhkan dukungan politik pimpinan, Menteri Agama sudah memberikan contoh bagaimana negara mesti memberikan penghormatan pada seluruh umat beragama, dengan mengucapkan Selamat Hari Raya kepada umat Bahai.

Masih berkaitan dengan kejadian tersebut, SETARA Institute juga menentang pernyataan Koordinator Relawan Pengawal Fatwa MUI, M Said Abd Shamad, Lc, yang memelintir fatwa MUI 7 Maret 1981 dengan menyatakan bahwa mengucapkan “Selamat Natal adalah haram”.

“Pernyatan Said jelas pelintiran. Meskipun Fatwa MUI 1981 secara umum, menurut SETARA Institute, bermasalah, tapi Fatwa tersebut bukan tentang mengucapkan selamat Natal, tapi tentang hukum mengikuti ibadah perayaan Natal bersama,” ujarnya.

Berkenaan dengan itu, SETARA Institute menegaskan bahwa Fatwa MUI bukanlah peraturan perundangan-undangan dalam hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sehingga fatwa MUI mestinya tidak dijadikan sebagai dasar hukum dalam pengambilan kebijakan negara, termasuk Kantor Wilayah Kemenag Sulsel, seperti yang dituntutkan oleh sekelompok ormas intoleran tersebut.

“SETARA Institute mendesak Menteri Agama untuk memberikan teguran keras kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan dan menginstruksikan kepada yang bersangkutan agar tidak tunduk pada tekanan kelompok intoleran, serta untuk tetap mempertahankan surat imbauan tersebut sebagai upaya merawat kerukunan dan mengokohkan kebinekaan di Indonesia,” pungkasnya. ***