Kapolres Bantul Diminta Proses Persekusi Terhadap Umat Katolik Santo Paulus Pringgolayan

oleh -
Tindakan persekusi. (Foto: Ilustrasi)

YOGYAKARTA – Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) Daerah Istimewa Yogyakarta menyampaikan keprihatinan dan mengecam tindakan persekusi terhadap umat Katolik Gereja Santo Paulus Pringgolayan, Banguntapan Bantul, beberapa waktu lalu.

Hal itu terkait dengan munculnya surat kesepakatan pembatalan kegiatan bakti sosial yang dilakukan oleh umat Katolik Gereja Santo Paulus Pringgolayan di Dusun Kepanjen, Dukuh Jaranan Banguntapan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada hari Minggu (28/1/2018) mulai pukul 09.00 s/d 09.40 WIB.

“Tindakan persekusi adalah tindakan pidana seharusnya aparat penegak hukum menjalankan tugas dan fungsinya untuk melindungi korban persekusi, bukan malah memfasilitasi tindakan tersebut,” ujar Koordinator ANBTI DIY, Agnes Dwi Rusjiyati, melalui siaran pers, Rabu (31/1/2018).

Dwi mengatakan, bhakti sosial sebagai rangkaian kegiatan peresmian gereja Santo Paulus Pringgolayan sesuai rencana semula akan dilaksanakan di Dusun Pringgolayan. Namun karena ada yang keberatan, maka pihak gereja mengalihkan ke Dusun Jaranan. Tetapi rencana pengalihan tersebut juga masih mendapat penolakan dari 50 orang yang mengatasnamakan organisasi kemasyarakatan  sehingga kegiatan tersebut dibatalkan.

“Telah terjadi tindakan kesewenang-wenangan terhadap kelompok masyarakat dalam hal ini umat Katolik Santo Paulus Pringgolayan dalam pembatalan kegiatan bakti sosial dengan isu dan tuduhan penyebaran (kristenisasi) agama melalui bakti sosial yang tidak disertai bukti,” ujar Dwi.

Karena itu, ANBTI DIY mengingatkan Kapolres Bantul agar menindak pelaku persekusi karena hal itu merupakan atensi kepolisian. Bahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah memerintahkan jajarannya agar tidak gentar mengusut setiap kasus persekusi.

“Meminta Pemerintah Kabupaten Bantul untuk turut memberikan jaminan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan sesuai amanat konstitusi, termasuk di dalamnya adalah memberikan jaminan rasa aman dan perlindungan terhadap seluruh kelompok masyarakat,” katanya.

Persekusi adalah salah satu jenis kejahatan kemanusiaan yang didefinisikan di dalam Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional. Timbulnya penderitaan, pelecehan, penahanan, ketakutan, dan berbagai faktor lain dapat menjadi indikator munculnya persekusi.

Persekusi adalah perampasan dengan sengaja dan kejam terhadap hak-hak dasar dan berhubungan dengan meniadakan identitas kelompok yang merupakan pelanggaran hukum internasional.

Pelaku persekusi ditindak secara hukum karena Pasal 368 KUHP mengatur tentang pemerasan dan pengancaman. Pasal 170 Ayat 1 menyebutkan, “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”.