Kastorius Sinaga: Ini Beberapa Faktor Penyebab Gelombang Tsunami Covid di India

oleh -
Pandemi Covid di India. (Foto: IDN Times)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Kekacauan akibat tsunami covid di India kian merebak. Dilaporkan, masyarakat tak lagi kebagian tabung gas oksigen dan bahkan sampai tidak kebagian kayu untuk membakar mayat-mayat hingga sampai pohon kota ditebang untuk agar api kremasi.

Angka kasus baru di negara Asia Selatan ini per tanggal 28 April 2021 mencapai 360.927 kasus infeksi baru dan sekitar 3.645 orang meninggal dalam sehari.

Tsunami covid India telah mencemaskan dunia termasuk Indonesia.

Staf Khusus Mendagri Kastorius Sinaga melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (2/5) mengatakan, gelombang ‘tsunami covid’ di India terjadi karena kombinasi beberapa faktor berikut.

Pertama, adanya variant baru covid yang lebih menular dan mematikan. Kedua, kegiatan massal tanpa prokes Covid 19 ketat yaitu, kegiatan keagamaan, kegiatan olahraga khususnya cricket sebagai national game yang stadionnya penuh sesak massa tanpa prokes, dan kegiatan pemilu daerah (pilkada) di 5 negara bagian yaitu Bengal Barat, Tamil Nadu, Kerala, Assam dan Puducherry. dengan kampanye ribuan orang tanpa prokes.

“Di negara bagian utara Bihar kerumunan besar terjadi dalam kampanye politik menjelang pilkada negara bagian. Rekaman menunjukkan terjadi kerumunan dan desak-desakan dan hampir tidak ada yang tampak mengenakan masker,” ujarnya.

Ahli virologi dan dokter menyebut pertemuan besar itu “tidak berperasaan” dan mengatakan bahwa rasa berpuas diri seperti itu dapat menghancurkan, karena virus menyebar lebih cepat. Ahli virologi Dr Shahid Jameel mengatakan partai politik harus lebih bertanggung jawab dan mereka perlu mendidik kader mereka.

Kampanye dan arak-arakan politik tanpa prokes di India menjadi pelengkap penyebab “badai sempurna” yang membuat gelombang kedua COVID-19 yang mematikan di negara tetangga Pakistan itu.

Juru bicara WHO, Tarik Jasarevic, pada Selasa (27/4), memperingatkan agar India tidak menyalahkan varian baru virus Corona sebagai satu-satunya penyebab tsunami COVID-19 yang melanda dalam beberapa pekan terakhir.

“Pemerintah India secara keseluruhan dianggap gagal dalam menangani pandemi Covid-19 yang menyerang negara itu. Bahkan beberapa pihak meminta agar Modi untuk mundur,” kata Kastorius.

Permintaan ini dilandasi oleh sikap PM yang terlihat tidak peduli dengan penyebaran Covid-19. Dalam sebuah momen kampanye yang dihadiri ribuan pendukungnya, Modi terlihat tidak mengenakan masker pada rapat umum kampanye partainya BJP.

Modi juga dianggap gagal dalam mengatasi mobilitas publik pada acara tradisi Kumbh Mela di sungai Gangga. Di saat pandemi yang masih meluas di negara itu, tradisi ini masih tetap saja terjadi dengan mengumpulkan kerumunan sebanyak 5 juta orang.

Kastorius mengatakan, India dan Indonesia sama-sama negara demokrasi, dengan populasi padat dan tingkat ekonomi relatif sama dan  baru saja melakukan hajatan politik, yaitu pemilihan kepala daerah atau pilkada di tengah Covid19.

Bahkan pilkada serentak pada Desember 2020 di 270 daerah di Indonesia dengan total 103 juta pemilih telah dinobatkan sebagai “pemilu di tengah covid-19” terbesar kedua di dunia setelah Pilpres Amerika.

Beda antara India dan Indonesia di dalam menyelenggarakan pemilu di tengah covid 19 adalah bahwa India gagal menerapkan prokes sehingga menimbulkan tsunami covid-19, sementara Indonesia berhasil menerapkan prokes yang sangat ketat berikut sanksi berat di semua tahapan Pilkada sehingga pilkada 2020 tidak menimbulkan lonjakan kasus infeksi baru.

Pelaksanaan Pilkada di Indonesia, kata Kastorius, awalnya banyak ditentang, bahkan meminta menunda Pilkada. Namun Indonesia tetap melaksanakan dengan menetapkan syarat Prokes ketat seperti kampanye maksimal hanya boleh diikuti secara luring oleh 50 orang dan menerapkan 3M. Dilarang arak-arakan dan kerumunan massa, pelarangan bazar dan pentas seni dalam kampanye dan pencoblosan sesuai waktu panggilan sehingga calon pemilih tak membludak di TPS di Hari H. Hal itu berhasil.

“Bahkan karena penerapan prokes ketat, pemilih merasa yakin aman covid sehingga partisipasi politik terbilang tinggi hingga mencapai 76%,” ujarnya.

Mendagri Tito Karnavian mengaku dalam proses persiapan Pilkada ada sedikit kecemasan karena tidak ingin Pilkada justru memicu potensi penyebaran Covid-19. Namun, pada akhirnya lewat aturan dan pelaksanaan prokes serta mobilisasi seluruh elemen di daerah Pilkada serentak 2020 berlangsung aman covid.

Pasalnya, semua pihak mendukung, mulai dari pihak penyelenggara, DPR RI, Pemerintah Pusat, Pemda, Forkompimda dan semua stakeholder, termasuk media massa. Dukungan juga datang dari tokoh-tokoh masyarakat serta secara teratur untuk memantau pelaksanaan Pilkada yang taat prokes dengan 3 M plus 2M yaitu menghindari kerumanan dan mengurangi mobilitas.

Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU Arief Budiman mengatakan partisipasi pemilih di Pilkada 2020 mencapai 76,13 persen.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyatakan angka Partisipasi masyarakat ini menunjukkan pemilih Indonesia yang setia dan kooperatif terhadap agenda elektoral. Kondisi pandemi Covid-19, kata dia, ternyata tak menghalangi pemilih untuk mengalirkan suara karena adanya prokes ketat.

Dengan keberhasilan pelkaksanaan Pilkada dengan Prokes ketat, Pilkada di Indonesia mendapat apresiasi dari berbagai kalangan di tingkat nasional bahkan internasional. Salah satu apresiasi mengalir dari Amerika Serikat.

Mendagri Tito Karnavian mengatakan tingkat partisipasi pemilih di Pilkada 2020 mendapat apresiasi dari Duta Besar Amerika Serikat Sung Kim. Adapun, kata Tito, jumlah partisipasi pemilih di Pilkada 2020 mencapai 76,09 persen mendekati target sebesar 77,5 persen.

“Mereka (AS) menyampaikan selamat kepada Indonesia, karena selain tertib saat pemungutan suara, kampanye juga, voters turnout ini luar biasa bagi mereka,” kata Tito dilansir dari laman resmi Kemendagri, Kamis (21/1), lalu.

Sebelumnya, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia menyampaikan selamat atas keberhasilan Pilkada 2020. “Saya ingin mengucapkan selamat atas suksesnya pemilihan (kepala) daerah yang baru lalu. Sungguh menakjubkan bagi saya kesuksesan tersebut,” jelas Duta Besar AS untuk Indonesia, Sung Y Kim saat melakukan kunjungan kehormatan kepada Mendagri di Kantor Kemendagri, seperti dikutip sindonews.com (21/1).

 

India Lengah

Lalu, walau sama-sama melaksanakan hajatan politik di tengah pandemi, kenapa India dan Indonesia berbeda.

Menurut Kastorius, di Indonesia, pilkada tidak menjadi ajang penularan covid, sementara di India, pemilihan kepala daerah menjadi ajang penularan covid yang sangat parah. Jawabannya adalah, India lengah.

Hajatan politik di India tanpa dibarengi dengan prokes yang ketat. Tanpa intervensi sehingga disiplin atas prokes oleh masyarakat dan kontestan pemilu nyaris tak ada.

“Lewat Pilkada 2020, Indonesia telah membuktikan bisa mengendalikan covid lewat disiplin masyarakat untuk 3 M plus menghindari kerumunan. Tapi tak boleh lengah seperti yang saat ini terjadi di India,” ujarnya.

Khususnya untuk ritual lain seperti jelang mudik, sama dengan Pilkada, Kemendagri memobilisasi kepala daerah (KDH) dan jajaran di daerahnya agar bergerak cepat memakai pola pilkada agar sukses kendalikan Covid jelang lebaran.

“Pelajaran kontras dari India jangan terjadi. Karena Indonesia sudah relatif berhasil dalam pilkada sementara India gagal.  Apalagi dengan ditemukannya mutasi virus Covid yang sudah menyerang berbagai negara seperti India, UK dan Thailand,” katanya.

Melansir The Asean Post, varian baru yang disebut B.1.617, awalnya terdeteksi di India dengan dua mutasi, yaitu E484Q dan L452R. Penemuan pertama kalinya dilaporkan akhir tahun lalu oleh seorang ilmuwan di India dan rincian lebih lanjut disajikan di hadapan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia). (Ryman)