Keadaban dan Sinergitas Antara Komponen Bangsa Kunci Sukses Pembumian  Pancasila

oleh -
Ketua PP Polri Jenderal Polisi (Purn.) Drs. H. Bambang Hendarso Danuri, M.M., Ketua Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri Bambang Darmono serta Ketua Umum Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Saiful Sulun ini menghadirkan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Indonesia Pancasila, Antonius Benny Susetyo sebagai narasumber dalam acara Persatuan Purnawirawan TNI-Polri pada Kamis (14/10). (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Curah pendapat yang dibesut oleh Persatuan Purnawirawan TNI-Polri pada Kamis (14/10), membahas  tentang keprihatinan para purnawirawan terkait makin jauhnya Indonesia dari cita cita para Pendiri Bangsa. Hal ini terbukti dengan perubahan yang terjadi akibat Amandemen Undang Undang Dasar 1945 pada tahun 2002 yang mengantarkan Indonesia kepada sistem politik ambigu dan sistem ekonomi liberalis.

Acara yang antara lain dihadiri oleh Ketua PP Polri Jenderal Polisi (Purn.) Drs. H. Bambang Hendarso Danuri, M.M., Ketua Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri Bambang Darmono serta Ketua Umum Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Saiful Sulun ini menghadirkan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Indonesia Pancasila, Antonius Benny Susetyo sebagai narasumber.

Dalam narasi pembuka acara Mayjen TNI Purnawirawan Saiful Sulun menyatakan bahwa reformasi saat didengungkan dan dilahirkan pada tahun 1998 memiliki tujuan untuk membuat kehidupan lebih baik dari masa resesi di ujung orde baru.

Reformasi terlaksana saat itu memiliki empat sasaran yaitu  tuntutan hidup demokratis, perbaikan ekonomi, keinginan menjadikan hukum sebagai panglima dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara serta  pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

“Namun, 23 tahun berlalu sejak reformasi, pemerintah silih berganti dan perbaikan ekonomi dianggap telah berhasil namun usaha pemberantasan KKN serta usaha mewujudkan hukum sebagai panglima dalam kehidupan berbangsa dan bernegara belum terwujud. Hal ini diperparah dengan Undang Undang 1945  yang diamendemen 2002 membuat demokrasi terlalu bebas dan melenceng dari Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yang sesungguhnya merupakan jiwa Undang-Undang Dasar itu sendiri,” ujarnya.

Saiful mengatakan, Undang-Undang Dasar hasil amandemen 2002 yang melenceng dari demokrasi Indonesia ini terjadi karena kurang siapnya negarawan dengan konsep UUD yang  sebenarnya dibutuhkan oleh Negara Indonesia. Masuknya unsur dan ideologi dari luar jati diri Bangsa Indonesia seperti liberalisme juga membuat perubahan pada roh dan rasa Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen tahun 2002 ini.

Karena itulah persatuan purnawirawan memandang perlu menemukan solusi dari masalah ini karena UUD hasil amandemen 2002 memiliki banyak kelemahan yang dianggap  mengkhawatirkan, kebebasan yang kebablasan yang terakomodir oleh UUD 1945 hasil amandemen 2002 membuat berbagai ideologi muncul di Indonesia. Tidak hanya itu mereka yang percaya dengan ideologi tersebut mencoba memaksakan ideologinya sebagai ideologi bangsa dan negara dengan kedok demokrasi.

“Hal ini mengkhawatirkan karena kebebasan kebablasan ini memungkinkan terjadinya perpecahan. Apalagi sejak 1998 Pancasila semakin terlupakan  karena dianggap sebagai perpanjangan tangan dan alat kekuasaan oleh pemerintah Orde Baru, korupsi semakin merajalela dan persatuan serta kebersamaan mulai ditinggalkan, hukum juga tidak menjadi panglima dalam kehidupan berbangsa namun tak lebih dari sekadar komoditas yang menguntungkan bagi penguasa dan pengusaha saja,” ujarnya.

Sementara itu, Antonius Benny Susetyo menyatakan bahwa ada perubahan besar pada dinamika masyarakat akibat pandemi Covid-19. Ada peluang besar bagi kita yang mempercayai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang tertanam dalam  Pancasila dan UUD 1945. Karena itu, kemampuan kita membangun karakter Indonesia dibutuhkan karena di era digital dan media sosial ini, negara dapat hancur karena isu negatif dan perpecahan yang muncul terkait ideologi dan kapitalisme semu yang menjadi raja. Kelompok tersebut juga mempunyai kapital besar yaitu ketertarikan pada masyarakat.

Benny yang juga rohaniwan Katolik itu mengatakan, untuk mengubah pola pikir yang bergantung pada kapitalisme tersebut, diperlukan usaha untuk  mengembalikan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Berikan para pemegang kepentingan dengan kepercayaan diri bahwa nilai-nilai baik yang terkandung pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah yang dibutuhkan oleh bangsa. Ini bukan narasi negatif yang bernada bombastis yang walaupun menarik tidak ada fungsi dan kebaikannya untuk bangsa ini selain memecah-belah masyarakat,” kata Benny.

Dalam acara yang diselenggarakan di Aula PP Polri Gedung Tribrata itu, Benny menyatakan terkait ekonomi kita selalu dapat kembali kepada sistem ekonomi asli Indonesia yang dikembangkan di desa-desa seperti koperasi, yang merupakan garda terdepan sistem ekonomi Pancasila.

Kita harus kembali menggali lebih dalam nilai-nilai musyawarah dan gotong royong dalam komunitas-komunitas kita karena semua sistem pasti memiliki kelemahan. Jika kita tetap percaya pada nilai-nilai pemersatu bangsa dalam Pancasila maka kita akan selalu berusaha memberbaiki sistem tersebut, bukan merusak atau menggantinya.

“Jika dalam reformasi, demokrasi digunakan untuk pemaksaan kehendak maka perlu keterbukaan dari semua pihak untuk dapat melakukan dialog hingga terjadi kompromi. Hendaknya kita mulai belajar bermusyawarah dan mengajak para negarawan agar dapat berdiskusi tanpa agenda politik. Mulai berdiskusi dengan hati terbuka dengan tujuan untuk semata mata mengembalikan Pancasila dan Undang-Undang 1945 sebagai pedoman kehidupan bangsa,” ujar Benny.

 

Sebarkan Pesan Baik

Lebih lanjut Benny menjelaskan bahwa sekarang yang dibutuhkan tidak semata-mata kekuatan, namun juga mengkomodikafasi power tersebut dengan bergerak bersama sama dengan tiga unsur besar yaitu tokoh negara, masyarakat dan media sosial.

Jika kita mampu menggunakan tiga unsur tersebut untuk memenuhi ruang-ruang masyarakat baik nyata maupun digital untuk menyebarkan pesan baik dan perlunya kembali pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

“Kita semua harus dapat memanfaaatkan kekuatan kita dan menjadikan ini menjadi isu besar dan  concern masyarakat, agar UUD 1945 dapat kembali menjadi visi Indonesia dan Pancasila menjadi living and walking ideologiy yang berguna untuk membangun karakter bangsa seutuhnya,” katanya.

Sebagai pihak yang masih percaya bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah jawaban kita, maka kita perlu duduk bersama dan mengundang tokoh nasional untuk memperkuat gerakan dan menghasilkan keputusan yang tidak multitafsir hingga menutup kemungkinan perbedaan dan perpecahan terjadi.

“Kita harus benar-benar bisa keluar dari lingkaran kepedulian dan masuk ke dalam lingkaran pengaruh hingga bisa memulihkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 kembali pada tempat dan fungsinya,” katanya.

Pada akhirnya, kata Benny, butuh keadaban dan sinergitas politis di antara seluruh komponen dan lapisan masyarakat Indonesia agar Pancasila dan UUD 1945 kembali dapat dibumikan dan dilaksanakan sebagai pedoman berbangsa dan bernegara.

“Semoga negara mampu bebas dari kendali kepentingan global karena sejarah apapun yang terjadi di masa lalu kita harus berhenti berdebat dan berhenti berpolemik mengenai siapa yang paling Pancasilais dan paling melaksanakan UUD 1945. Kita harus fokus pada pelaksnaan Undang-Undang 1945 secara tepat dan efektif dan berusaha menjadikan Pancasila sebagai walking and living ideology dari bangsa Indonesia,” ujar Benny. ***