Kebijakan Stimulus Fiskal untuk Memerangi Covid-19

oleh -
Analis Kebijakan Ahli Madya, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak terkait dengan kebijakan apa pun di mana penulis bekerja. (Foto: Ist)

Oleh: Dr. Nugroho Agung Wijoyo*)

Din Syamsuddin, Sri Edi Swasono, dan Amien Rais Gugat Perppu Covid-19 menjadi judul berita yang ditulis dengan Huruf Kapital.  Gugutan tersebut tertuang dalam uji materiil dan telah diterima oleh Mahkamah Konstitusi dengan nomor tanda terima 1962/PAN.MK/IV/2020 tertanggal 14 April 2020 (Kompas.com, 16 April 2020).

JENDELANASIONAL.ID — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekenomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem keuangan menjadi Undang-Undang.

Perppu yang selama ini juga dikenal sebagai Perppu Covid-19 tersebut disahkan dalam rapat paripurna ke-15, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, (Kompas.com, 12 Mei 2020).  Dengan demikian, permohonan uji materi Perppu Covid-19 ke Mahkamah Konstitusi menjadi gugur.  Namun demikian, kuasa hukum Amien menyatakan pihaknya tetap akan mengajukan kembali gugatan ini ke Mahkamah Konstitusi, baik secara prosedural, formal maupun material. Terhadap UU tentang penetapan Perpu itu terbuka untuk diuji materi dengan permohonan baru.

Terlepas dari apakah uji materiil tersebut akan dikabulkan atau tidak oleh Mahkamah Konstitusi, apalagi sampai UU ini dibatalkan, terbayang sudah ancaman resesi ekonomi dan kehancuran sepertinya sudah di depan mata. Alih-alih memikirkan sarana dan prasara yang diperlukan agar kaidah hukum acara tetap terpenuhi, lebih baik kita memikirkan masalah kemaslahatan masyarakat dan pemulihan ekonomi nasional. Untuk itu, media dituntut tidak hanya memberikan informasi yang akurat dan terpercaya, namun juga memberikan solusi.  Dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, kita pun dituntut  untuk mencari solusi terbaik bagi bangsa ini agar gugutan tersebut tidak menjadi sekedar gimik politik belaka.

Mari kita menganalisa Perppu No.1 Tahun 2020 yang sudah disahkan menjadi UU ini dengan hati yang jernih dan berkepala dingin bagaimana pandemi Covid-19 ini telah membawa dilema yang sangat pelik bagi pengambil keputusan, ibaratnya membuka kotak pandora.  Betapa tidak, mereka menemui situasi yang amat pelik dan dilematis ketika dihadapkan kepada harus memilih antara mencegah tingkat kematian yang tinggi (high death rate) dengan harus kehilangan beberapa persen dari PDB dalam kurun waktu yang sangat tidak menentu, sangat tergantung pada seberapa lama dan seberapa parah penyebaran pandemi Corona Virus Disease 2019 mempengaruhi atau bahkan melumpuhkan kegiatan masyarakat dan aktivitas ekonomi di Indonesia.

Ketika pada tanggal 27 Maret 2020 yang lalu IMF menyatakan ekonomi global sudah memasuki resesi sebagai akibat dari penyebaran virus corona baru dan penghentian kegiatan ekonomi di seluruh dunia,  Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva sangat mengawatirkan dampak jangka panjang dari penghentian secara mendadak ekonomi dunia akibat kebijakan lockdown. Kebijakan seperti menghentikan transportasi umum, dan mewajibkan rakyatnya tinggal di rumah, baik berkerja dari rumah, ibadah dari rumah, maupun sekolah dari rumah yang diterapkan di beberapa negara akan menuai risiko gelombang kebangkrutan dan PHK masal.  IMF dan para ekonom di belahan dunia telah memperkirakan resesi ekonomi yang digerakkan Covid-19 kemungkinan besar tidak terhindarkan akan terjadi pada kondisi ekstrem.  Resesi global sebagai periode berkelanjutan akan terjadi, apalagi ketika output ekonomi turun dan pengangguran meningkat.

Selain IMF, JP Morgan pun memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global tahun 2020 adalah sebesar – 1,1 persen pada tanggal 20 Maret 2020, sedangkan prediksi The Economist Intelligence Unit pada tanggal 26 Maret 2020 malah lebih parah – dua kali lipatnya, yakni sebesar – 2,2 persen.

Betapa tidak, perkembangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ini juga telah mengganggu aktivitas perekonomian di Indonesia.  Salah satu implikasinya adalah penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan dapat mencapai 2,3% persen dalam skenario berat atau dalam skenario sangat berat dalam press conference Kementerian Keuangan tanggal 1 April 2020 disebutkan sebesar – 0,4 persen

Dalam press conference Kementerian Keuangan tanggal 1 April 2020 disebutkan bahwa dalam rangka perlindungan sosial dan stimulus ekonomi menghadapi dampak Covid-19 ini telah diantisipasi kemungkinan terjadinya defisit yang diperkirakan akan mencapai 5,07 persen adalah  relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3 persen, yang diskenariokan akan kembali ke disiplin fiskal maksimal defisit 3 persen mulai tahun 2023.

Untuk mengantisipasi eskalasi penyebaran Covid-19, pemerintah telah menerbitkan Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan pada tanggal 31 Maret 2020.

Untuk itu, melalui Pernyataan Pers Presiden Joko Widodo menyampaikan langkah perlindungan sosial dan stimulus fiskal untuk mencegah keparahan dan krisis ekonomi dan keuangan dalam menghadapi dampak Covid-19 ini, yaitu dengan mengalokasikan tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan dampak Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun. Total tambahan belanja dan pembiayaan APBN  2020 untuk penanganan dampak Covid-19 Rp405,1 triliun tersebut adalah untuk: a) Prioritas Pertama, intervensi penganggulangan Covid-19 antara lain untuk insentif tenaga medis dan belanja penanganan kesehatan sebesar Rp75 triliun; b) Prioritas Kedua, tambahan Jaringan Pengaman Sosial (social safety net)  akan diperluas sebesar Rp110 triliun; c) Prioritas Ketiga, dukungan industri sebesar Rp70,1 triliun, antara lain untuk Pajak dan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (DTP) maupun untuk stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR); dan d) Selanjutnya, dukungan Pembiayaan Anggaran untuk penanganan covid-19 sebesar Rp150 triliun untuk pembiayaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha, khususnya terutama usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.

Kalau Perppu Covid-19 yang telah disahkan menjadi UU ini tidak dibatalkan dan dijalankan dengan baik, kita boleh berharap akan kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut, terutama kebijakan yang berkaitan dengan antisipasi dampak resesi ekonomi akibat penyebaran Covid-19 pada ekonomi nasional ini benar-benar akan menjadi asa buat bangsa kita agar badai pandemi global virus corona ini cepat berlalu.

*) Analis Kebijakan Ahli Madya, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, dan Ketua Bidang Ekonomi PP ISKA. Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak terkait dengan kebijakan apa pun di mana penulis bekerja.