Kehadiran Menlu Pompeo Positif untuk Beri Pesan kepada China yang Sangat Agresif

oleh -
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LL.M, Ph.D. (Foto; Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Kehadiran Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo di Indonesia untuk bertemu dengan mitranya Menlu Retno Marsudi dan beraudiensi dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, pada Kamis (29/10).

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, pertemuan tersebut positif untuk memberi pesan kepada China yang belakangan sangat agresif di Laut China Selatan.

Pertama, setelah di Sri Lanka, Pompeo mengatakan Partai Komunis China sebagai predator. Maka di Indonesia AS hendak menyampaikan pesan ke China bahwa Indonesia tidak akan terjebak dengan ketergantungan hutang Indonesia terhadap China.

“China tidak akan bisa meminta Indonesia untuk membangun pangkalan militer karena strategic partnership AS-Indonesia akan diperkuat baik untuk bidang ekonomi dan pertahanan,” ujar Hikmahanto melalui siaran pers di Jakarta, Kamis.

Kedua, katanya, pernyataan Menlu Retno Marsudi bahwa semua negara diminta untuk menghormati UNCLOS di Laut China Selatan sangat diapresiasi oleh Pompeo.

Pernyataan ini, menurut Rektor Universitas Jenderal A Yani itu, tentu untuk  mengkritik China yang mengklaim sembilan garis putus yang tidak memiliki dasar dalam UNCLOS dan telah dinyatakan demikian oleh putusan Permanent Court of Arbitration pada tahun 2016.

Indonesia tidak gentar untuk menyampaikan kritik tersebut meski Indonesia bergantung pada hutang dari China.

“Ini menunjukkan Indonesia telah menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif dimana Indonesia tidak berpihak ke China maupun AS tetapi pada hukum internasional, khususnya UNCLOS,” ujarnya.

Namun di sisi lain ada hal yang diharapkan oleh Menteri Luar Negeri Pompeo yang tidak mungkin direalisaikan oleh Indonesia.

Harapan tersebut yakni Indonesia menjadi Anchor bagi ASEAN, terutama untuk menghadapi China.

Harapan ini, kata Hikmahanto, sulit direalisasi mengingat Indonesia menjalankan kebijakan luar negeri yang bebas aktif sehingga tidak mungkin akan membawa ASEAN untuk berada di belakang AS dalam menghadapi China.

“Selain itu di dalam ASEAN ada negara-negara tertentu yang sangat berpihak pada China. Keberpihakan dari negara-negara tersebut akan sulit untuk pengambilan keputusan secara konsensus agar ASEAN berhadapan dengan China,” ujarnya. (Ryman)