Keuskupan Kupang: Isu SARA dan Politik Uang Cara Primitif Menangkan Pilkada

oleh -
Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Kupang, Romo Gerardus Duka PR. (Foto: Lintas Timor)

JAKARTA – Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Kupang, Romo Gerardus Duka PR, mengimbau umat Katolik agar tidak menghembuskan isu-isu suku, ras, agama dan antargolongan (SARA) serta politik uang dalam pilkada 2018.

“Kita mengharapkan jangan menggunakan isu-isu SARA dalam perhelatan politik pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan Gubernur NTT dalam Pilkada 2018. Biarkan proses pemilihan kepala daerah di beberapa daerah itu berlangsung secara demokratis sesuai pilihan rakyat sendiri,” kata Romo Dus, panggilan Romo Gerardus Duka, di Kupang, Senin (19/2/2018).

Dia mengatakan, “Menggunakan isu SARA dan uang demi meraih kesuksesan dalam Pilkada, merupakan cara primitif yang tidak boleh dilakukan zaman modern saat ini”.

Membeli suara, kata Romo Dus, merupakan cara primitif yang tidak mendidik dalam berdemokrasi. “Jangan kita mengekang pilihan rakyat demi mencapai kekuasaan. Biarkan rakyat sendiri memilih pemimpinya sesuai hati nuraniya sendiri,” ujarnya.

Menurut dia, mengunakan isu SARA dalam Pilkada cuma menimbulkan konflik di tengah masyarakat.

“Harus dihindari isu SARA dalam berkampanye. Kami mengimbau umat Katolik dalam wilayah Keuskupan Agung Kupang tidak melakukan hal seperti itu. Silahkan memilih sesuai pilihan hati masing-masing pemilih. Siapa yang terbaik menurut umat Katolik silahkan dipilih,” kata Romo Dus.

Dia menegaskan, semua rohaniwan Katolik yang bertugas di Keuskupan Agung Kupang, meliputi Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Sabu, dan Kabupaten Alor akan bersikap netral dalam pemilihan bupati dan wakil bupati serta gubernur NTT dalam Pilkada 2018.

“Dalam pertemuan pastoral Keuskupan Agung Kupang yang berlangsung di Soe, Kabupaten TTS, telah diimbau agar dalam Pilkada 2018 semua bersikap netral,” tegasnya.

Dalam menjaga netralitas pilkada 2018, kata dia, semua pihak dilarang melakukan kegiatan politik seperti kampanye terbatas dalam kawasan gereja.

“Kami tidak izinkan melakukan kegiatan politik dalam kawasan gereja. Hal itu dilakukan untuk menjaga netralitas Gereja Katolik dalam Pilkada ini,” ujarnya.