KH Embay Mulya Syarief: Mari Saling Sucikan Diri dengan Cara Berbagi

oleh -
Ketua Umum Pengurus Besar Mathla’ul Anwar (Ketum PB MA) KH. Embay Mulya Syarief. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Islam mengajarkan satu hal yang penting bahwa menyucikan diri harus diekspresikan dengan berbagi. Jangan pernah merasa paling suci jika tidak pernah berbagi dan memberi manfaat kepada yang lain. Oleh karena itu, marilah kita menyucikan diri dengan cara berbagi kepada sesama dan untuk bangsa ini.

Ketua Umum Pengurus Besar Mathla’ul Anwar (Ketum PB MA) KH. Embay Mulya Syarief mengatakan bahwa sesungguhnya agama islam adalah agama yang sangat menekankan kasih sayang. Dirinya mengutip ucapan Menkopolhukam Mahfud MD yang mengatakan bahwa ”tidak ada gunanya sholat kalau tidak peduli sosial”.

”Bagaimana bisa kita begitu saja melihat saudara-saudara kita yang misalnya harus kelaparan itu, yang mana akibat kelaparan, akibat kemiskinan mereka akhirnya bisa jadi terpapar paham-paham radikal intoleran,” ujar KH. Embay Mulya Syarief, di Jakarta, Jumat (7/5/2021).

Lebih lanjut, dirinya menyampaikan bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan ‘Kaadal faqru an yakuuna kufran’, yang artinya bahwa kemiskinan itu, kefakiran itu, akan menjerumuskan seseorang kepada kekufuran”.

Ia menyampaikan bahwa Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda ‘irhamu man fil ardi, yarhamkum man fissamaa’, yang artinya ‘sayangi yang ada di bumi, maka niscaya engkau akan disayangi oleh yang ada di langit”.

”Jadi sebetulnya kan tidak seberapa kita membayar zakat, seperti zakat ftrah misalnya, itu tidak seberapa, kemudian kita membayar zakat ma’al. Pada dasarnya kan harta kita itu bukan punya kita, kita ini tidak punya apa-apa karena semua hanya milik Allah,” tuturnya.

Kiai Embay mengatakan bahwa lahuma fissamawati wama fil ardi “semuanya yang ada di langit dan di bumi ini adalah kepunyaan Allah”. Oleh sebab itu, dirinya menyampaikan bahwa harta yang dititipkan kepada kita itu oleh Allah diwajibkan untuk diberikan (dizakatkan) hanya sebesar 2,5% saja dari yang kita miliki.

”Nah, oleh karena itu kan keterlaluan, orang yang sudah diberikan begitu banyak tetapi tidak melakukan zakat,” jelas pria yang juga merupakan salah satu tokoh penggagas berdirinya Provinsi Banten ini.

Pria yang juga anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten itu mencontohkan misalnya ada orang yang memiliki harta sebesar 100 juta, maka 2,5%-nya wajib untuk berikan ke orang lain, sementara ongkosnya itu 97,5%. Ia menyebut bahwa ongkos kirim dari Allah ini jauh lebih besar, padahal yang disuruh untuk disampaikan itu hanya 2,5% yang sisanya 97,5% itu untuk yang ngirimnya.

”Jadi logikanya seperti itu. Jadi sebetulnya zakat itu tidak ada susahnya, tinggal orang menyadari bahwa rezeki itu datang dari Allah, kepunyaan Allah,” ungkap mantan Ketua bidang Ekonomi PB Mathla’ul Anwar   ini.

Beribadah Harus Berilmu

Selain itu, ulama kelahiran Pandeglang, Banten, 4 Maret 1952 itu juga berpesan bahwa seseorang dalam beribadah itu tentunya juga harus berilmu. Karena ia menyebut, jika ibadah itu dilakukan tanpa ilmu, lalu bisa ngaji dengan semangat tinggi sementara ilmunya kurang, maka yang terjadi adalah bukan tidak mungkin dia akhirnya bisa bikin bom bunuh diri dan segala macam itu.

“Semangatnya tinggi, tapi ilmunya kurang. Nah, maka dari itu teruslah belajar menuntut ilmu, menuntut ilmu dalam islam itu hukumnya wajib. Dari mulai di dalam kandungan sampai dengan ke liang lahat. Tidak boleh merasa bahwa saya sudah pintar, saya sudah tahu segala macam,” katanya menegaskan.

Karena itu ia mengungkapkan bahwa zaman itu akan berkembang terus, dimana ia mengutip Imam Syafi’i R.A. yang menyatakan ‘Man aroda dun yaa fa’alaihi bil ‘ilmi, wa man arodal akhirota fa’alaihi bil ‘ilmi, wa man aroda huma fa’alaihi bil ‘ilmi’. ”Jika dunia yang ingin jadi tujuanmu harus dengan ilmu, jika ingin sukses di akhirat harus dengan ilmu, jika ingin sukses kedua-duanya harus dengan ilmu”.

”Maka itulah di dalam ajaran Islam dua hal yang sangat utama adalah pertama dakwah, lalu yang kedua pendidikan,” tutur mantan Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kabupaten Serang.

Oleh sebab itu, ia menghimbau kepada para pemuka agama agar sabar dalam menghadapi mereka-mereka ini (orang radikal). Ia mencontohkan bagaimana rasulullah pun sabar sampai dicaci maki, diasingkan, diembargo, hingga beliau sempat dianiaya, dilempari sampai berdarah-darah, dan tetap rasulullah bersabar.

”Nah, kita ini umat islam, para pemuka agamanya diharapkan bersabarlah menghadapi orang-orang yang memang belum paham tentang islam ini,” ujar pria yang juga Komisaris Bank Syariah Baitul Muawanah ini.

Terakir ia berharap di Ramadan ini kita semua dilatih. Ramadhan bulan latihan syahrul tarbiyah, dilatih sabar, sabar dalam taat kepada allah. Dilatih sabar, sabar dalam meninggalkan maksiat, dilatih sabar ketika kita mengalami gangguan misalnya bencana kelaparan.

”Semua orang yang berpuasa, baik itu dari yang paling kaya sampai yang paling miskin kan sama-sama lapar hari ini selama ramadhan ini. Oleh karena itu latihan kesabaran ini dipakai dari syawal sampai ramadhan yang akan datang. Mudah-mudahan Ramadhan yang akan datang kita masih bisa ketemu lagi,” ujarnya mengakhiri. (Ryman)