Komisi Kerawam Keuskupan Padang Ajak Millenial Katolik Jangan Golput

oleh -
Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus Jakarta, Benny Sabdo. (Foto: Ist)

Pekanbaru, JENDELANASIONAL.COM –Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) Keuskupan Padang menggelar Seminar bertajuk “Menjadi Pemilih Cerdas, Kaum Millenial Katolik Menyongsong Indonesia Hebat”, di Pekanbaru, Minggu (3/3/2019).

Seminar ini diadakan di Aula SMP Santa Maria dengan menghadirkan dua pembicara yaitu Ketua Dewan Penasehat PP ISKA Jakarta, Muliawan Margadana dan Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus Jakarta, Benny Sabdo.

Seminar yang dihadiri oleh ratusan peserta ini menyasar remaja atau pemilih pemula, yang terdiri dari Orang Muda Katolik (OMK) Pekanbaru, Kampar dan Dumai.

Muliawan Margadana meminta umat Katolik agar tidak golput atau tidak memilih pada Pemilu 2019 mendatang.

“Sebab, jika kita tidak menggunakan hak pilih kita, maka akan dimanfaatkan pihak-pihak lain yang tidak bertanggungjawab,” ujar Margadana seperti dikutip tribunpekanbaru.com.

Dilanjutkannya, Gereja memang dilarang untuk ikut dalam politik praktis. Oleh karena itu, tugas awam lah untuk turut terlibat aktif dalam politik, seperti menjadi anggota Caleg, Pengamat, aktivis dan lain-lain.

“Sebagaimana seruan Paus bahwa berpolitik itu mulia. Dimana hakekat kita memberikan kesejahteraan bagi sesama,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Kerawam, Romo Emil Sakokoi, Pr mengatakan akan mendukung jika ada umat Katolik yang ingin terjun ke politik.

“Dan kita sebagai umat katolik, jangan anti politik. Jangan golput, golput itu bukan pilihan,” ujarnya.

Adapun sebelumnya, Pemuda Katolik (PK) Komda Riau menggelar dialog kebangsaan, Sabtu (2/3/2019) di Aula Gereja Santa Maria Pekanbaru.

Mengusung tema Keutuhan Bangsa di Tengah Hiruk Pikuk Politik, PK Komda Riau mendatangkan pemateri Prof Dr Franz Magnis Suseno, SJ.

Adapun dialog ini dihadiri berbagai perwakilan organisasi Katolik, seperti PMKRI, WKRI, PSKP dan lainnya.

Pada pemaparannya, Franz Magnis mengimbau umat Katolik agar ikut ambil bagian pada pesta demokrasi yang akan dihelat April 2019 mendatang.

“Kita jangan Golput. Sebab, bila kita tidak memilih karena kecewa, berarti mental kita lemah,” ujarnya.

Dia juga menekankan bahwa pada pemilu kita tidak memilih yang terbaik akan tetapi mencegah yang terburuk berkuasa.

Rohaniawan Katolik dan budayawan Indonesia ini juga mengajak umat Katolik agar ikut menjaga persatuan dan kesatuan bangsa pada gelaran Pemilu nanti.

Sementara itu, Komisi Kerasulan Awam Konferensi Wali Gereja (KWI) merilis seruan untuk Pemilu 2019.

Berikut bunyi seruan tersebut:

Pemilihan umum untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/kota, dan DPD yang akan diselenggarakan pada tanggal 17 April 2019 sudah semakin mendekat.

Umat Katolik sebagai bagian dari bangsa Indonesia dipanggil untuk ikut menghidupi, merawat, dan mengupayakan kehidupan demokrasi yang rasional, sehat, dan bermartabat.

Oleh karena itu, dalam rangka Pemilihan Umum ini terdapat beberapa hal yang baik untuk kita perhatikan bersama: 

1. Meyakini bahwa politik itu pada dasarnya baik karena sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bersama (bonum commune).

Politik dalam dirinya sendiri mengandung nilai-nilai luhur seperti pelayanan, pengabdian, pengorbanan, keadilan, kejujuran, ketulusan, solidaritas, kebebasan, dan tanggung jawab.

Oleh karena itu, dunia politik harus diisi oleh orang-orang yang mempunyai kapasitas, loyalitas, integritas, dan dedikasi yang tinggi dalam mengemban jabatan dan menggunakan kekuasaan.

Pemilu harus dilaksanakan dalam batas-batas moral sehingga kehidupan bersama yang lebih baik akan menjadi kenyataan (bdk. Gaudium et Spes no.74) 

2. Bangsa ini membutuhkan orang-orang yang cerdas dan baik untuk menjadi pemimpin.

Mereka hanya akan bisa menjadi pemimpin kalau kita pilih.

Memilih untuk tidak memilih (golput) sama artinya membiarkan bangsa ini dikuasai oleh siapapun, termasuk orang-orang yang ingin merongrong Pancasila dan meruntuhkan negeri ini.

Sebagai warga Gereja dan warga negara yang baik, “100% Katolik dan 100% Indonesia”, sudah selayaknya umat Katolik, khususnya orang muda Katolik yang akan menjadi pemilih pemula, memberikan suaranya dalam pemilu ini.

 

  1. Umat Katolik dipanggil dan diutus oleh Allah untuk menjadi garam dan terang dunia (bdk. Mat.15:13-14).

Dalam konteks pemilu ini, garam dan terang dunia diwujudkan dengan menjadi pemilih, penyelenggara dan pengawas, serta kandidat.

3.1. Sebagai Pemilih

  1. Mempunyai informasi yang cukup terkait kandidat yang akan dipillih dan partai politiknya
  2. Mengetahui hal-hal tehnis seputar pemilu, meluangkan waktu ke TPS untuk memberikan suara, mencoblos kartu suara secara benar, dan ikut mengawasi penghitungan suara.
  3. Menolak politik uang dengan tidak menerima uang atau barang apapun yang diberikan dengan maksud agar mereka memilih kandidat tertentu
  4. Memilih kandidat yang beriman, mengamalkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
  5. Memilih kandidat yang berani menolak segala bentuk radikalisme dan intoleransi.
  6. Memilih kandidat yang dapat memperjuangkan kepentingan umum dan tidak mempolitisasi agama dan suku.
  7. Memilih berdasarkan suara hati dan bukan karena adanya tekanan dan pesanan tertentu
  8. Peka dan peduli dengan sesama pemilih, khususnya mereka yang mengalami disabilitas atau keterbatasan yang lain.

3.2. Sebagai Kandidat

  1. Berkampanye bersih tanpa mengumbar kebencian dan menyebar berita bohong.
  2. Mempunyai komitmen memperjuangkan kepentingan umum dan Gereja Katolik.
  3. Mempunyai wawasan keindonesiaan yang memadai dan kemampuan untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa yang saat ini masih ada.
  4. Setia terhadap Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika
  5. Bersih dari cacat hukum dan moral

3.3. Sebagai Penyelenggara dan Pengawas Pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP)

  1. Memahami dan melaksanakan secara konsisten undang-undang pemilu serta aturan yang berlaku
  2. Bekerja secara profesional dan netral
  3. Melayani masyarakat, kandidat dan partai politik secara baik
  4. Memberikan informasi yang cukup dan akurat kepada masyarakat terkait dengan pemilu
  5. Menegakkan kode etik penyelenggara pemilu secara konsisten 4. Umat Katolik diharapkan ikut menciptakan suasana aman dan damai, sebelum, pada saat, dan sesudah pemilu berlangsung dengan tidak terprovokasi oleh berbagai ajakan, ajaran, dan tawaran yang mengarah pada munculnya konflik, perpecahan, dan kekerasan dalam masyarakat.

Bersikap aktif membangun komunikasi dan kerjasama dengan kelompok dan umat beragama lain karena pesta demokrasi ini menjadi tanggung jawab semua warga masyarakat. (Ryman)