Kunjungan Resmi PWKI ke Vatikan: Hadiah Istimewa dan Khusus untuk Paus Fransiskus

oleh -
Paus Fransiskus dengan berselempang kain batik dari GKBRAy Adipati Paku Alam X menyaksikan Gunungan Wayang Kulit dari Sri Sultan Hamengkubuwono X saat Rm Markus Solo Kewuta SVD menjelaskan filosofi Gunungan dan di latar belakang lukisan Maria Bunda Segala Suku dari Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo, di Basilica St. Petrus, Rabu (16/11/2022). (Foto: Ist)

Vatikan, JENDELANASIONAL.ID – Lima hadiah istimewa dan khusus untuk Paus Fransiskus disampaikan oleh Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) dalam audiensi umum di Basilica St, Petrus, Vatikan, Rabu (16/11/2022).

Hadiah khusus itu berupa Lukisan dan Patung  Maria Bunda Segala Suku dari Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo, kemudian Gunungan Wayang Kulit dari Sri Sultan Hamengkubuwono X. Selain itu, ada Kain Batik Ceplok Mangkara Latar Kawung dari GKBRAy Adipati Paku Alam X, dan Buku Karya Rm. Sandro Peccati SX – misionaris Italia yang telah 60 tahun berkarya di Indonesia.

Pada pekan ini, PWKI mengadakan kunjungan resmi ke Vatikan dalam rangka mempromoasikan perdamaian dunia yang merupakan amanat Pembukaan UUD 1945 dan Dokumen Abu Dhabi tentang Human Fraternity for World Peace and Living Together – Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama. Dokumen tersebut ditandatangani Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar Syekh Ahmed El Sayyeb di Abu Dhabi pada Februari 2019. Delegasi PWKI dipimpin oleh Mayong Suryolaksono sebagai Ketua Delegasi dan didampingi oleh AM Putut Prabantoro, Penasihat dan sekaligus Pendiri PWKI.

Rm Markus Solo Kewuta, SVD yang hadir sebagai penerjemah dan Liasion Officer, menjelaskan Paus Fransiskus sangat berbahagia dengan hadiah yang dipersembahkan. Selain karena merupakan hadiah istimewa, hadiah-hadiah tersebut sangat khusus sifatnya karena terkait dengan tokoh pemberi hadiah. Masing-masing hadiah yang diberikan kepada Paus Fransiskus dijelaskan secara fisik dan filosofis oleh Rm Markus Solo SVD, satu-satunya pejabat Vatikan yang berasal dari Indonesia. Pimpinan tertinggi Gereja Katolik Sedunia itu juga mendapat penjelasan asal hadiah tersebut dengan para pemberinya.

“Paus sangat mengagumi lukisan dan patung Maria Bunda Segala Suku yang berasal dari Kardinal Suharyo. Beliau menyatakan kekaguman filosofi dari Maria Bunda Segala Suku dengan mengatakan, oh… che belo artinya sungguh indahnya,” ujar Rm Markus Solo.

Kekaguman Paus terhadap lukisan Maria Bunda Segala Suku muncul ketika Rm Markus Solo menjelaskan bahwa  Maria Bunda Segala Suku adalah Madona ala Indonesia atau Bunda Maria yang merangkul kemajemukan di negara dan bangsa Indonesia. Paus Fransiskus juga memberkati satu lukisan yang sama untuk dikirim ke Mgr Ignatius Kardinal Suharyo untuk ditempatkan di Katedral.

Pemberian patung Maria Bunda Segala Suku, yang merupakan simbol rasa cinta tanah air sudah direncanakan pada 20 Oktober 2018 lalu. Gagasan ini menyusul diresmikannya Museum Maria Bunda Segala Suku oleh Uskup Agung Jakarta Mgr I Suharyo di Gedung Marian Center Indonesia (MCI).

Nama Maria Bunda Segala Suku digagas oleh AM Putut Prabantoro yang mengatakan bahwa nama MBSS sebenarnya ingin mengajak rakyat Indonesia mencintai bangsa dan Tanah Air yang dikatakan sebagai Per Mariam Ad Patriam – Melalui Bunda Maria Sampai Pada Tanah Air. Putut Prabantoro mengatakan, Maria Bunda Segala Suku sebagai sarana devosi kebangsaan.

Maria Bunda Segala Suku muncul pertama kali sebagai tema perlombaan seni rupa, patung dan fotografi yang diprakarsai Gomas Harun pada Mei 2017 yang diawali pada tahun 2015. Lomba seni rupa, patung dan fotografi itu dimenangkan oleh Robert Gunawan, seorang guru lukis anak-anak yang berasal dari Matraman, Jakarta.

Berdasarkan penjelasan dari Robert Gunawan, sebagaimana dikutip oleh Gomas Harun, dalam lukisan Maria – Bunda Segala Suku ini ada beberapa ciri khusus yakni bendera merah putih, motif lambang Garuda Pancasila, warna emas, mahkota, kerudung, baju kebaya putih, rok panjang warna merah dan suku-suku.

 

Rm Markus Solo Kewuta SVD menjelaskan tentang makna lukisan Maria Bunda Segala Suku di Basilica St. Petrus, Rabu (16/11/2022). (Foto: ist)

Gunungan dan Batik

Hadiah istimewa yang lain ada Gunungan Wayang Kulit dari Sri Sultan Hamengkuwono X dan Kain Batik Ceplok Mangkara Latar Kawung yang dibuat sendiri oleh GKBRAy Adipati Paku Alam X.

Kedua hadiah ini hadir sebagai hasil diskusi antara Thomas Sukawan Aribowo anggota delegasi dari Yogyakarta dan AM Putut Prabantoro terkait hadiah istimewa dan khusus bagi Paus Fransiskus.  Pilihan jatuh untuk menghubungi raja dan adipati dari Yogyakarta tersebut.

Melalui cucu Sri Sultan Hamengkubuwono X, RM Gusti Lantika Marrel Suryokusumo, sebuah gunungan dari kulit sapi diberikan Sri Sultan Hamengkubuwono X kepada PWKI. Gunungan memerupakan simbol alam semesta dan manusianya. Dalam pementasan wayang kulit, gunungan digunakan sebagai pembuka sebuah cerita dan sekaligus juga berfungsi sebagai simbol dari tanda-tanda alam terkait dengan terjadinya sebuah peristiwa besar.

Melalui Margaretha Anggraini Adriani sekretaris pribadi GKBRAy Adipati Paku Alam X, batik tulis yang sangat langka dengan motif Ceplok Mangkara Latar Kawung diberikan kepada PWKI. Motif ini mengandung filosofi tinggi. Mangkara mengandung makna tentang keberanian, kecerdasan dan kerja keras. Motif kawung mengandung makna akan kesempurnaan dan kemurnian. Gabungan kedua motif ini dapat dimaknai sebagai usaha kerja ini dimaknai sebagai usaha keras untuk mencerdaskan diri, memupuk keberanian agar dapat mencapai kesempurnaan. Diharapkan pemakai juga sanggup memurnikan diri, pikiran dan hati agar selalu tenteram sehingga bisa selalu menjaga kehidupan dunia menjadi damai.

PWKI juga membawa dua buah buku yang ditulis oleh Pastor Sandro Pecatti SX. Missionaris dari Italia ini pertama kali menginjak Indonesia pada 5 Februari 1961. Sandro Pecatti yang lahir di Bergamo 27 April 1934 kemudian berkarya di berbagai daerah Indonesia. Ia memiliki hobi kecil yakni melukis Wajah Tuhan di hati orang dan dengan gambar. Sandro Pecatti kemudian menjadi WNI pada tahun 1996.

Ketika diberikan kepada Paus Fransiskus, patung Maria Bunda Segala Suku dibawa oleh Rosmeri Sihombing (Media Indonesia) dan Mercy Tirayoh (KompasTV), Lukisan pertama Maria Bunda Segala Suku dibawa oleh Dominikus Desse (KabarDaerah.Com) dan Yupehntius Ivy (RuaiTV), lukisan kedua oleh Gora Kunjana (Benang.Id) dan Willy Masaharu Indracahya (pengurus PWKI), buku oleh Yophiandy Kurniawan (Kompas TV) dan Theresia Felisiani (Tribunnews.com), batik oleh Tri Agung Kristanto (Kompas) dan Mayong Suryolaksono (Kantor Berita Antara) serta Gunungan oleh AM Putut Prabantoro dan Thomas Sukawan Aribowo (Keduanya adalah pengurus PWKI).

Sehari sebelumnya, delegasi PWKI ke Vatikan dengan difasilitasi oleh Rm Markus Solo SVD dan Lina Yanti Dilliane, Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Vatikan, mengadakan kunjungan resmi ke Kardinal Miguel Ayuso, Presiden Dikasteri Dialog Antar Agama, dan Kardinal Pietro Parolin, Sekretaris Negara Vatikan. ***