Langgar UU Pasar Modal, Rizal Ramli Minta OJK Hentikan Perdagangan Saham PT Sentul City

oleh -
Ekonom Senior Dr Rizal Ramli dalam acara konferensi pers yang diselenggarakan oleh Jaringan Aktivis Prodemokrasi (ProDEM) di Jakarta, Rabu (22/9). (Foto: JN)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — PT Sentul City diduga telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu dengan mengerahkan para preman untuk menindas rakyat pemilik tanah. Selain itu, perusahaan tersebut juga dinilai telah banyak melakukan praktik pelanggaran dalam berbisnis.

Ekonom Senior Dr Rizal Ramli dalam acara konferensi pers yang diselenggarakan oleh Jaringan Aktivis Prodemokrasi (ProDEM) di Jakarta, Rabu (22/9) mengatakan bahwa selain konflik kekerasan dengan rakyat, ada banyak pengaduan dari perusahaan atau perseorangan yang merasa ditipu perusahaan properti tersebut karena sertifikatnya tidak kunjung diberikan oleh Sentul City.

“Artinya, status aset tanah masih belum ‘clean and clear’. Ini tidak sesuai dengan yang disampaikan di prospektus atau promosi pemasaran Sentul City. Artinya diduga telah terjadi ‘penipuan’ dalam aktivitas bisnis Sentul City selama ini. Sehingga Sentul City diduga telah melanggar UU Pasar Modal terutama Pasal 90a dan 90b,” ujar mantan Menko Perekomian pada era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.

Seperti diketahui, UU Pasar Modal Pasal 90a dan 90b tersebut berbunyi: “Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung: a) menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun. B) Turut serta menipu atau mengelabui pihak lain.

“Atas dasar inilah kami merasa perlu untuk menyerukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera menghentikan perdagangan dan melakukan audit investigasi terhadap saham Sentul City dan anak perusahaannya di Pasar Modal,” ujar mantan Menko Kemaritiam itu.

“Kami menuntut Pasar Modal untuk menghentikan seluruh transaksi saham PT. Sentul City dan menuntut BPN untuk melakukan moratorium terhadap semua izin peruntukan penggunaan tanah baik itu SIPPT, HGU, HGB, dll. Serta menyerukan agar aksi-aksi perampasan tanah rakyat baik yang dilakukan pengembang/investor segera dihentikan,” lanjut Bang RR – sapan Rizal Ramli.

Aktivis Pergerakan ini mengatakan, prinsip-prinsip utama pasar modal nyaris sama di seluruh dunia yaitu adanya transparansi, akuntabilitas dan tata kelola (governance) yang menjadi prasyarat untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar modal. Di samping itu, di banyak bursa, prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia menjadi indikator penting.

Kantor Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia atau Office of the United Nations High Commisioner fo Human Rights (OHCHR) menyatakan bahwa akses untuk menggunakan dan mengendalikan tanah berdampak secara langsung pada pemenuhan hak asasi manusia. Sengketa tanah juga sering menjadi penyebab dari pelanggaran hak asasi manusia, benturan, dan kekerasan terhadap rakyat.

Salah satu pendiri ECONIT Advisory Group ini mengatakan, apa yang menjadi kekhawatiran Kantor Komisi Tinggi PBB untuk HAM tersebut juga terjadi di Indonesia.

Menurut Komisi Agraria (KPA) pada tahun 2009 terjadi 279 konflik agraria yang mencakup tanah seluas 734.239 hektar dan berdampak pada 109.042 Kepala Keluarga. Selama 5 tahun terakhir telah terjadi 2.047 konflik agraria di sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan, pertanian, infrastruktur, dan properti.

Mantan Kepala Bulog ini mengatakan, di sektor properti terjadi kasus pelenggaran HAM oleh perusahaan Sentul City dengan melakukan penggusuran paksa tanah rakyat dengan mengerahkan preman-preman dan buldozer.

“Padahal, eksekusi hanya bisa dilakukan atas dasar keputusan pengadilan, bukan secara sepihak dan semena-mena oleh pengembang,” ujarnya.

Sentul City dan anak perusahaannya menggunakan preman utuk mengintimidasi rakyat agar bersedia melepas tanah dengan harga yang tidak wajar, Rp30.000-50.000/m kubik. Salah satu contoh yakni pesantren dan tanah rakyat di Desa Cijayanti dan Bojong Koneng yang diambil paksa preman-preman di bawah Sentul City melalui anak perusahaannya, PT Dayu Bahtera Kurnia.

Menurut rakyat setempat, preman-preman itu melakukan pemagaran secara paksa tanpa ada surat-menyurat terhadap tanah rakyat, termasuk Pesantren Tahfidzul Qur’an dipagari paksa dengan kawat berduri.

“Perusahaan-perusahaan pelanggar HAM kehilangan akuntabilitas, transparansi, dan tata kelola dan telah melanggar prinsip-prinsip pasar modal,” ujarnya.

Dalam pengantarnya, Ketua Majelis Iwan Sumule menginformasikan bahwa pihaknya coba menemui Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Bandung beberapa waktu lalu. Namun, pihaknya gagal bertemu dengan Kang Emil – sapaannya.

“Kedatangan ProDEM ke Bandung untuk menemui Ridwan Kamil. Kami meminta agar Gubernur Jawa Barat mencabut SIPPT. Karena SIPPT yang diterbitkan tersebut dievaluasi dan diperpanjang setiap dua tahun sekali. Ketika terjadi sengketa lahan di Bojong Koneng, maka seharusnya itu menjadi momentum untuk mengevaluasi surat tersebut karena terjadi kesalahan dalam proses pengambilalihan tanah tersebut,” ujar Iwan.

Seharusnya, katanya, Ridwan Kamil mencabut SIPPT tersebut karena dengan demikian, Sentul City akan serta merta melakukan tidakan merampas tanah rakyat. “Itulah mengapa ProDEMI melakukan perjuangan politik ini agar Gubernur Jawa Barat mencabut SIPPT tersebut,” ujarnya.