Larangan Ibadah Natal HKBP Betlehem: Pemda Gagal Menjamin Hak atas Kebebasan Beragama/Berkeyakinan

oleh -
Larangan perayaan Natal di Cilebut, Bojonggede, Jawa Barat.

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Represi atas kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) kembali terjadi. Kali ini menimpa nasib Jemaat HKBP Betlehem (Pos Parmingguan) di Batu Gede, Desa Cilebut Barat, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Aparat setempat melarang ibadah Natal pada tanggal 24 dan 25 Desember 2022. Video yang beredar menunjukkan warga juga melarang ibadah Natal dan menyatakan ibadah itu tidak sah karena dilakukan di rumah pribadi, bukan di tempat ibadah (gereja).

Tak hanya ibadah Natal, sejak pertengahan tahun 2022 pun, jemaat HKBP Betlehem dilarang beribadah di rumah yang dijadikan tempat ibadah sementara. Diduga dasar pelarangan adalah surat sepihak yang ditandatangani oleh Camat Sukaraja dan Kepala Desa Cilebut Barat.

Peneliti Kebebasan Beragama/Berkeyakinan SETARA Institute, Syera Anggreini Buntara mengatakan, peristiwa pelarangan peribadatan di Cilebut Barat menguatkan fakta bahwa Jawa Barat merupakan daerah dengan gangguan rumah ibadah terbanyak.

“Data SETARA Institute menunjukkan bahwa sejak 2007 hingga 2021, Jawa Barat berkontribusi 33% dari keseluruhan peristiwa gangguan rumah ibadah di Indonesia. Sebanyak 169 peristiwa terjadi di Jawa Barat dari total 505 peristiwa gangguan secara nasional. Dari 169 peristiwa tersebut, hampir setengahnya menimpa gereja (79 peristiwa). Sejak tahun 2016 hingga 2021, terpantau 34 peristiwa berupa gangguan atas rumah ibadah di Jawa Barat, dengan 13 di antaranya menimpa gereja,” ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (28/12).

Karena itu, SETARA Institute dan LBH Jakarta mengecam dan mengutuk keras peristiwa tersebut. “Kejadian memilukan di Negara Pancasila tersebut menunjukkan bahwa negara gagal menjalankan kewajibannya dalam penghormatan dan perlindungan terhadap jemaat HKBP Betlehem sebagaimana dijamin dalam UUD, TAP MPR X/MPR/1998, UU HAM, serta UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik,” ujarnya.

Berdasarkan Kovenan tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, pembatasan hak beribadah – baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup – yang dialami oleh jemaat HKBP Betlehem tidak dapat dibenarkan dan jelas-jelas melanggar hak atas KBB.

Karena itu, SETARA Institute dan LBH Jakarta mendesak Pemerintah Pusat untuk tidak angkat tangan dan membiarkan peristiwa serupa terus berulang di negeri Pancasila yang ber-Bhinneka Tunggal Ika ini.

“Agama bukanlah urusan pemerintahan yang didesentralisasi dalam Otonomi Daerah. Dengan demikian, Pemerintah Pusat tidak boleh lepas tanggung jawab dan harus mengambil tindakan yang dibutuhkan sesuai dengan kewenangannya dalam peristiwa-peristiwa diskriminasi, persekusi, restriksi, dan pelanggaran KBB,” katanya.

Presiden RI juga diminta memberikan reparasi kepada jemaat HKBP Betlehem berupa restitusi, rehabilitasi, jaminan kepuasan yang adil (just satisfaction) dengan memohon maaf secara publik, dan memastikan jaminan ketidak-berulangan (guarantees of non-repetition) sebagaimana Prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).

“Presiden RI memerintahkan Kepala Kepolisian RI, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama untuk memulihkan situasi dan hak korban serta menjamin serta melindungi jemaat HKBP Betlehem,” ujarnya.

Selanjutnya, Kepala Kepolisian RI berkoordinasi dengan Lembaga Negara Independen, utamanya Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban RI (LPSK) untuk memastikan jaminan rasa aman dari represi terhadap seluruh jemaat HKBP Betlehem dan Pembuat Video yang viral tersebut.

 

Perintahkan Kapolda Jawa Barat Lakukan Penegakan Hukum

Pengacara Publik LBH Jakarta, Teo Reffelsen, mengatakan, SETARA Institute dan LBH Jakarta mendesak Kepala Kepolisian RI untuk memastikan bahwa tidak ada impunitas.

Karena itu, Kapolri harus memerintahkan Kepolisian Daerah Jawa Barat untuk melakukan penegakan hukum terhadap pelaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk mewujudkan keadilan kepada korban dan memberikan efek jera kepada para pelaku.

Menteri Dalam Negeri RI juga diminta agar memerintahkan Gubernur Jawa Barat dan Bupati Bogor untuk mencabut surat yang dibuat sepihak oleh Camat Sukaraja dan Kepala Desa Cilebut Barat dan memastikan tindakan serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.

Selain itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI melakukan Pemantauan dan Penyelidikan dalam Kewenangannya dalam pengawasan segala bentuk upaya pelaksanaan KBB khususnya terhadap kejadian represi yang dialami jemaat HKBP Betlehem dan memberikan rekomendasi perlindungan korban dan jaminan hak mereka atas KBB.

SETARA Institute dan LBH Jakarta juga meminta LPSK untuk memberikan Perlindungan terhadap jemaat HKBP Betlehem sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

“Bupati Bogor untuk memberikan teguran dan menindak tegas Camat, Kepala Desa, dan aparat yang terlibat dalam represi dan restriksi hak untuk beribadah jemaat HKBP Betlehem,” kata Teo Reffelsen.

Yang tidak kalah penting yaitu, Lurah atau Kepala Desa Cilebut Barat harus memberikan rekomendasi tertulis bagi rumah yang digunakan sebagai tempat ibadah sementara oleh jemaat HKBP Betlehem.

“Pemerintah RI dan FKUB Kabupaten Bogor agar mendorong dialog antara jemaat HKBP Betlehem, kelompok penolak, pimpinan-pimpinan keagamaan/kepercayaan, dan Aparat Penegak Hukum untuk mencegah terjadinya keberulangan dan memastikan jaminan hak beribadah bagi jemaat HKBP Betlehem,” pungkasnya. ***