Lawan Hoax dan Ujaran Kebencian Dengan Kekuatan Semesta

oleh -
Ilustrasi

Oleh: Emrus Sihombing

Munculnya sosial media, awalnya diharapkan sebagai jawaban terhadap kekuatan media massa arus utama (suratkabar, majalah, tabloid, radio dan televisi) yang mendominasi ruang publik dengan mengelola berbagai bentuk kemasan tulisan dan acara melalui proses Agenda Setting Media, Framing dan Gatekeeping Process.

Itulah yang membuat media arus utama ini mempunyai pengaruh terhadap persepsi publik atau kemampuan yang luar biasa membentuk realitas sosial tertentu.

Namun, sosial media acap kali digunakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab menyebarkan hoax dan ujaran kebencian di ruang publik. Bahkan seakan terjadi “perang udara” lewat dunia maya.

Penggunaan sosial media semacam itu sesungguhnya merupakan disfungsi media yang dapat menyesatkan opini masyarakat, ketegangan sosial, dan pembodohan publik melalui manipulasi persepsi khalayak.

Karena itu, penggunaan sosial media semacam ini harus kita lawan bersama dengan gerakan semesta oleh seluruh WNI di manapun berada, utamanya pegawai negeri sipil, pejabat birokrasi, pejabat pemerintah dan pejabat publik lainnya yang gajinya bersumber dari APBN agar mewacanakan dan mem-viral-kan lewat sosial media tentang anti hoax dan ujaran kebencian.

Agar gerakan ini berlangsung masif, bagi pegawai serta pejabat publik yang mengambil peran melawan hoax dan ujaran kebencian menjadi bagian dari nilai kinerja orang yang bersangkutan.

POLDA SUMUT

Polda Sumut, seperti yang dibuat oleh Kapoldanya, lewat lagu bertajuk “Saya Indonesia, Saya Anti Hoax” telah berkontribusi mengatasi persoalan bangsa terkait dengan maraknya hoax belakangan ini.

Menurut pengamatan saya, lagu tersebut telah viral. Publik luas sudah mengetahui lagu tersebut. Untuk itu, perlu upaya selanjutnya agar lagu ini disukai oleh semua masyarakat di Indonesia dengan menyayikan lagu tersebut sebelum dan atau setelah sebuah acara formal berlangsung. Dengan demikian, isi lagu tersebut meresap dan menjadi kebiasaan dalam perilaku keseharian setiap WNI.

Untuk pengutan, misalnya, lagu “Saya Indonesia, Saya Anti Hoax” dapat dinyanyikan di tengah acara adat pernikahan orang Batak, sebagainana lagu “Anak Medan”

Kontribusi dalam bentuk lagu tersebut, menurut saya, sesungguhnya menggunakan kearifan lokal Sumut. Sebab, masyarakat Sumut sangat dekat dengan musik dan lagu. Karena itu, lagu ini sangat efektif menolak hoax di Indonesia, khususnya di Sumut.

Penulis adalah Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner di Jakarta