Lima Tahun LP3KN-LP3KD, Dari Pendanaan Hingga Moderasi Beragama

oleh -
LP3KN (Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Pesparani Katolik Nasional). Sumber: katoliku.com

Jakarta,  JENDELANASIONAL.ID – Rapat Kerja Nasional (Rakernas) LP3KN-LP3KD diwarnai banyak evaluasi penting di acara rapat pada hari kedua, Sabtu, 14/5/2022.

Para peserta yang terdiri dari perwakilan KWI, LP3KN, LP3KD, Pembimas, dan unsur pemerintah mendapatkan beberapa masukan penting terkait tema moderasi beragama.

Perwakilan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang diwakili oleh Hartono, dari Fasilitasi Pemeliharaan Keharmonisan dan Kerukunan Antar Umat Beragama dan Penghayat Kepercayaan Kementerian Dalam Negeri membawakan materi terkait peran masyarakat dalam mewujudkan moderasi beragama.

Ia mengatakan penguatan moderasi hendaknya diawali dari kesadaran akan nilai kemanusiaan. Kesadaran ini, kata Hartono, telah tertuang secara lengkap dalam Dasar Negara Pancasila.

“Keberagaman sebagai modal sosial penguatan kerukunan umat beragama harus mewarnai seluruh elemen kehidupan masyarakat,” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers Humas Pesparani.

Dalam materinya, Hartono lebih banyak menunjukkan situasi konkret moderasi beragama yang baginya kerap diwarnai aksi-aksi intoleransi dan kekerasan. Karena itu, ia mendukung program pemerintah pusat dan daerah terkait penguatan kerukunan antar umat beragama dan mendorong anggaran kegiatan keagamaan agar lahir banyak program penguatan moderasi.

Di tempat yan sama, pemateri kedua tampil dengan tema, “Quo Vadis LP3KN dan LP3KD,” yang dibawakan oleh Kasianus Telaumbanua, Ketua LP3KD Jambi dan Sekretaris Eksekutif KWI Romo Hans Jeharut.

Dalam pematerinya, Kasianus menunjukkan persoalan klasik dalam Pesparani yaitu kurangnya dukungan pemerintah dalam hal anggaran dan kurangnya dukungan dari hierarki.

“Ada kepala daerah yang tidak mendukung LP3KD dalam hal anggaran. Banyak LP3KD tertatih-tatih mendapatkan dana untuk ikut Pesparani,” ujarnya.

Sementara itu, katanya, ada pastor yang menganggap LP3KN-LP3KD sebagai sebuah Ormas tapi bisa mengurus musik liturgi.

Atas pengalaman ini, Kasianus mengusulkan agar LP3KD harus terbuka dan bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk unsur pemerintah agar tidak terkesan orang Katolik jago kandang dan hanya berusaha mencari aman.

“Kita harus melebur dengan tokoh masyarakat dan keluar dari internal Gereja dan bangun komunikasi dengan pemerintah,” katanya.

Sementara itu, Romo Hans memberi kritik terhadap Pesparani. Ia menegaskan 5 tahun perkembangan LP3KN-LP3KD secara garis besar bekerja baik tetapi masih banyak pekerjaan rumah. Peran awam masih terasa kurang dalam hal membangun relasi dengan pemerintah.

Romo Hans setuju bahwa persoalan utama setiap LP3KD adalah pendanaan. Menurutnya komunikasi dan keterbukaan diri kepada pemerintah adalah kunci utama dalam mendapatkan dukungan anggaran.

“Orang Katolik adalah warga masyarakat Indonesia yang memiki hak yang sama dengan warga masyarakat lainnya. Maka rasa keadilan juga harus dirasakan semua warga negara. Orang Katolik jangan trauma dengan agama lain tetapi perlu terbuka agar bisa mendapatkan keadilan yang diharapkan,” pungkasnya. ***