London School Gelar Pekan Penyandang Autis, Persiapkan Masa Depan Anak Secara Mandiri

oleh -
Prita Kemal Gani ketika memperingati pekan Autism Awareness, London School Centre for Autism Awareness (LSCAA) melaksanakan kegiatan the 13th Autism Awareness Festival bertajuk “Inclusivity in Diversity”. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Memperingati pekan Autism Awareness, London School Centre for Autism Awareness (LSCAA) melaksanakan kegiatan the 13th Autism Awareness Festival bertajuk “Inclusivity in Diversity”.

Dalam acara ini, digelar virtual seminar dan kegiatan berdonasi melalui lomba, yakni Lomba Mendongeng Cerita Rakyat (2 peserta), Kompetisi Musik (20 peserta), Lomba Foto Makanan (18 peserta), serta diakhiri dengan Pentas Seni (15 penampil) dan Pengumuman Lomba.

Seperti dikutip dari siaran pers, di Jakarta, Senin (26/4), rangkaian the 13th Autism Awareness Festival ini dilaksanakan tanggal 19 – 25 April 2021 secara virtual melalui platform Zoom, dan ditayangkan di Youtube LSCAA. Festival ini diinisiasi oleh LSCAA untuk terus meningkatkan awareness mengenai Autisme.

Bertindak sebagai juri Lomba Kompetisi Musik ialah Endang Purnomo, S.Si., Josef Radel Lopez, BMME., dan Patricia R. Vicky Sihombing, M.Si. Sementara juri Lomba Mendongeng adalah Mikhael Yulius Cobis, M.Si., M.M., Dr. Lestari Nurhajati dan Cyntia Keliat, S.I.Kom., MPA. Sedangkan juri Lomba Foto Makanan adalah Dendy Muris, M.Si., Andreas Humala Simanjuntak, S.Si., dan Isdananto.Oktianur, M.A.

Tak hanya menggelar serangkaian kompetisi, festival ini juga dilengkapi dengan Talkshow dengan kemasan virtual seminar yang menginspirasi. Virtual seminar dengan tema “Aku Bisa Bekerja” dilaksanakan pada Minggu, 25 April 2021 yang membahas tentang bagaimana melihat peluang individu berkebutuhan khusus untuk mendapatkan penghasilan.

Kegiatan ini diperuntukkan bagi orang tua dengan anak berkebutuhan khusus, agar dapat memahami bagaimana mempersiapkan masa depan sang buah hati untuk mandiri secara finansial.

Pada acara ini, hadir pula secara virtual Raysha Dinar Kemal Gani, putri bungsu dari Ibu Prita Kemal Gani yang juga memiliki diagnosa autis sejak umur 2,5 tahun. Melalui virtual seminar “Aku Bisa Bekerja” Raysha menunjukkan salah satu bentuk terapi yang dijalankannya yakni bernyanyi.

Dalam rangkaian kegiatan, terdapat pula program S-Talks atau ‘Special Talk’ yang disiarkan melalui channel TV sosial media. Program ini dibawakan oleh individu spesial dengan beragam topik. Membahas mengenai “Autism Awareness itu apa sih?”, menghadirkan Ibu Prita Kemal Gani, MBA, MCIPR, APR selaku Founder dari LSBA dan LSCAA sebagai narasumber.

“Mengangkat tema Inclusivity in Diversity karena menerima perbedaan itu harus dimulai dari lingkungan inklusif yang memberikan kesetaraan bagi setiap individunya. Selain itu, konsep berdonasi lewat lomba ini juga merupakan sebuah harapan kami agar dapat mengajak individu autis untuk belajar berbagi,” ujar Ibu Chrisdina Wempi, selaku Ketua dari LSCAA.

Ia juga menegaskan bahwa gelaran Autism Awareness Festival yang ke-13 ini cukup menarik karena pada tahun ini melibatkan anak autis untuk mengikuti perlombaan, sekaligus memperlihatkan hasil karya mereka.

Dari tahun ke tahun, animo Autism Awareness Festival terbilang tinggi dan mendapatkan respon yang baik. Dengan beragam perbedaan unik dari teman-teman spesial, LSCAA dan LSBA berhasil memberikan wadah dimana lingkungan inklusif ini dapat dirasakan langsung oleh mahasiswa-mahasiswi LSPR, dan seluruh keluarga LSPR lainnya. Dengan demikian, edukasi mengenai autisme ini dapat dengan mudah dipahami dan tersebar.

Kegiatan Autism Awareness Festival selalu menyentuh hati banyak orang, dan membuka mata kita tentang bagaimana individu dengan autis dapat berkarya dan tampil serta berkomunikasi. Seperti visi dan misi LSCAA dan LSBA itu sendiri.

Awareness yang disebarkan terus meningkat dan harapannya semakin banyak orang yang memahami bagaimana berkomunikasi dengan individu autis, atau menyesuaikan diri dalam lingkungan inklusif supaya mereka juga dapat merasakan ‘sense of acceptance’ dari sekitarnya.

Ibu Prita menyampaikan bahwa laporan UNICEF menyatakan bahwa sebanyak 15% dari populasi adalah penyandang disabilitas, dan 1% nya adalah penyandang autisme.

“Yang dibutuhkan untuk penyandang autis, dukungan serta terapis yang tepat. Diharapkan, melalui London School Beyond Academy melalui Balai Latihan Kerja dan program AAF, dapat memberikan motivasi kepada orangtua, sehingga tercapailah kemandirian,” pungkasnya. (Ryman)