Masalah Papua, Ormas Pemuda Lintas Agama Minta Pemerintah Bentuk Unit Kerja Khusus

oleh -
Lambang Ormas. (foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID — Setiap warga negara Indonesia memiliki harkat dan martabat yang sama serta harus diperlakukan secara adil dan setara oleh negara, tanpa membedakan suku, agama, ataupun warna kulit, seperti yang dijamin oleh UUD 1945. Karena itu, setiap warga negara seharusnya tidak mendapatkan stigma dan diskriminasi rasial serta mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum jika mendapatkan persekusi ataupun diskriminasi rasial dari pihak lain.

Demikian pertanyataan Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, Ketua Umum DPP Pemuda Muhammadiyah, Sunanto, Ketua Umum DPP Pemuda Katolik, Karolin Margret Natasa, Ketua Umum DPP GAMKI, Willem Wandik melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (4/9).

“Setiap orang memiliki hak untuk menyatakan pendapat di depan umum dengan melakukan demonstrasi. Aparat kepolisian berkewajiban melindungi hak menyampaikan pendapat setiap warga negara dan tidak sembarangan menangkap warga negara yang melakukan aksi demonstrasi. Namun demonstrasi selayaknya dilaksanakan dengan damai, tidak anarkis, tidak menyinggung SARA, serta menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum,” demikian pernyataan bersama tersebut.

Keadaan kurang kondusif yang terjadi pada beberapa kota di Papua dan Papua Barat beberapa hari belakangan ini menggugah rasa solidaritas sesama anak bangsa. “Persoalan Papua harus diselesaikan secara komprehensif melalui pendekatan dialog yang mengedepankan asas kemanusiaan dan penegakan hukum yang seadil-adilnya,” ujarnya.

Untuk itu DPP GAMKI, PP Pemuda Katolik, PP GP Ansor, dan DPP Pemuda Muhammadiyah menyerukan beberapa poin pernyataan sikap sebagai berikut:

  1. Meminta kepada setiap komponen masyarakat Papua melalui tokoh agama, tokoh adat, organisasi kemasyarakatan, organisasi kepemudaan, dan pemerintah daerah, untuk dapat saling menenangkan diri dan tidak terprovokasi oleh isu apapun, karena proses hukum terkait diskriminasi rasial terhadap mahasiswa Papua di Surabaya sedang berjalan.
  2. Meminta kepada setiap komponen masyarakat Indonesia di manapun berada untuk melihat Saudara-Saudari kita orang asli Papua sebagai sesama warga negara yang memiliki harkat, martabat, dan hak asasi yang sama walaupun berbeda suku, ras, agama, ataupun warna kulit. Diharapkan masyarakat tidak menyebarkan konten-konten negatif ataupun melakukan aksi-aksi reaktif yang dapat memanaskan situasi di Papua, Papua Barat, maupun di tempat lainnya.
  3. Mendesak pemerintah mengungkap dan mengusut tuntas semua pelaku dan aktor intelektual dari tindakan diskriminasi rasial terhadap mahasiswa Papua di Surabaya serta dalang kerusuhan di Papua dan Papua Barat, dan memberikan hukuman yang tegas kepada para pelaku, baik dari pihak aparat maupun organisasi masyarakat, dan proses hukumnya dilakukan dengan adil dan transparan.
  4. Meminta pemerintah melakukan pendekatan dialog, persuasif, dan bukan militeristik dalam penyelesaian persoalan di Tanah Papua, dan berkomitmen mengusut tuntas berbagai pelanggaran HAM yang telah terjadi di Papua, termasuk pelanggaran HAM masa lalu, sebagai bentuk keseriusan pemerintah membangun rasa keadilan dan kesetaraan sesama anak bangsa. Aparat keamanan harus menjamin tidak adanya korban jiwa yang bertambah dalam penyelesaian konflik di Papua, termasuk konflik yang sedang terjadi di Nduga, Papua.
  5. Menyerukan kepada pemerintah agar dibentuk Unit Kerja Khusus yang terdiri dari unsur pemerintah pusat, daerah, tokoh agama, tokoh adat, dan perwakilan organisasi kepemudaan dimana Unit Kerja Khusus ini bertanggungjawab melakukan pendampingan dan pembinaan kepada siswa dan mahasiswa Papua yang melanjutkan studi di luar Papua.
  6. Meminta kepada pengurus daerah dan cabang GAMKI, Pemuda Katolik, GP Ansor, dan Pemuda Muhammadiyah di Papua, Papua Barat, dan seluruh Indonesia untuk dapat saling berkoordinasi dengan semua stakeholder di daerah serta membangun dialog dan doa bersama agar kedamaian dapat terwujud kembali di tengah masyarakat Papua dan Papua Barat. (Ryman)