Masalah Pendirian Rumah Ibadah Bukan Hanya Karena Faktor Struktural

oleh -
Spanduk larangan beribadah terpasang di sebuah lokasi. (Foto: VOA-Islam.com)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Spanduk penolakan pembangunan Gereja HKBP terpasang di berbagai lokasi di Kota Bekasi. Penolakan pendirian tempat ibadah masih menjadi isu pelanggaran Kebebasan Beragama/Berkeyakinan yang menonjol.

Pada tahun 2020, penolakan mendirikan tempat ibadah menempati posisi ke-3 sebagai isu pelanggaran Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dengan 17 kasus, setelah intoleransi (62 kasus) dan pelaporan penodaan agama (32 kasus).

Peneliti Kebebasan Beragama/Berkeyakinan SETARA Institute, Syera Anggreini Buntara mengatakan pihaknya mengapresiasi kolaborasi dan respons tanggap Kepolisian, Camat, Lurah, GP Ansor Kota Bekasi yang terlibat dalam mediasi dengan panitia HKBP.

“Hal ini menandakan upaya pemerintah dan masyarakat sipil yang inklusif melibatkan kelompok minoritas terdampak dalam tahapan resolusi konflik. SETARA Institute juga mengapresiasi respons tanggap masyarakat setempat yang menurunkan spanduk-spanduk penolakan pembangunan Gereja HKBP,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (2/12).

Karena itu, SETARA Institute mendesak Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri untuk segera mengkaji ulang pasal-pasal tentang persyaratan pendirian rumah ibadah di Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 (PBM 2 Menteri) yang seringkali digunakan untuk menghambat kelompok minoritas untuk membangun tempat ibadah.

Dalam konteks tersebut, katanya, rencana pemerintah untuk menaikkan status regeling tersebut dari PBM menjadi Peraturan Presiden (Perpres) tidak cukup.

“Lebih dari itu dibutuhkan kajian lebih dalam mengenai muatan PBM yang restriktif bagi minoritas,” katanya.

Dalam jangka pendek, SETARA Institute menyatakan mendorong intensifikasi dialog lintas iman sekaligus ruang-ruang perjumpaan antaridentitas dan kelompok, terutama untuk mencegah terjadinya penolakan pembangunan tempat atau rumah ibadah.

“Sebab, permasalahan pendirian rumah ibadah bukan hanya disebabkan oleh faktor struktural dalam rumusan PBM 2 Menteri, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural, sehingga dialog dan perjumpaan lintas iman diharapkan dapat mengurangi permasalahan dalam pendirian tempat dan rumah ibadah,” pungkasnya. ***