Menteri Monoarfa: Petani dan Nelayan Harus Keluar dari Aktivitas On Farm Menuju Off Farm

oleh -
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Korporasi Petani adalah sebuah badan usaha yang dimiliki oleh petani, dimana saham mayoritas dimiliki oleh petani, dengan luasan lahan usaha tani sebesar 1000 – 5000 ha.

“Terbentuknya sebuah korporasi baik bagi petani maupun nelayan akan membantu menyejahterakan petani, seperti yang diharapkan oleh Presiden Joko Widodo,” ujar Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa seperti dikutip dari siaran pers Tim Komunikasi Publik Kementrian PPN/Bappenas di Jakarta, Sabtu (10/10).

Sejak tahun 2017, kata Monoarfa, Presiden Joko Widodo telah meminta segenap pihak terkait untuk menumbuhkan dan mengembangkan korporasi petani. Petani dan nelayan perlu keluar dari aktivitas on farm menuju off farm (terutama di pascaproduksi). Membangun ekosistem bisnis yang  tadinya hanya sebatas menghasilkan kini menjadi sebuah kesatuan usaha tani.

Selain itu, petani dan nelayan perlu skema pembiayaan serta pendampingan untuk masuk ke off farm. Petani dan nelayan yang bergerak dalam skala ekonomi kecil dapat didorong untuk berkolaborasi dalam wadah korporasi sehingga memiliki skala ekonomi yang besar.

Monoarfa mengatakan, dalam RPJMN 2020 – 2024 yang telah disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, korporasi petani masuk ke dalam Program Prioritas 3 yakni peningkatan ketersediaan, akses dan kualitas konsumsi pangan. Dalam Program Prioritas 6 juga dijelaskan mengenai peningkatan nilai tambah, lapangan kerja, dan investasi di sektor rill, dan industrialisasi, dimana program ini memiliki kegiatan peningkatan pengelolaan berbasis pertanian, kehutanan, perikanan, kemaritiman, dan non agro yang terintegrasi hulu ke hilir.

Pemerintah menargetkan dalam lima tahun kedepan Indonesia bisa memiliki 350 korporasi petani. Bappenas mendukung usaha tersebut sebagai salah saju major project untuk membantu pemulihan ekonomi pasca pandemi.

“Dengan terbentuknya korporasi petani nantinya pendapatan petani akan meningkat menjadi rata-rata 5% pertahun dan pendapatan nelayan rata-rata 10% pertahun, serta produktivitas komoditas 5% per tahun,” ujarnya.

Kemudian secara tidak langsung akan mengubah perilaku masyarakat dalam pengelolaan pertanian dan perikanan, dari yang semula bergantung pada pemerintah melalui APBN dan subsidi menjadi petani dan nelayan yang mandiri.

“Bappenas sangat mendukung apabila korporasi petani ini dibentuk secara digital. Korporasi digital dapat menghubungkan langsung antara petani dengan pasar dan pastinya akan meningkatkan pendapatan petani. Petani dan nelayan akan sangat mudah dalam memasarkan hasil panennya kepada pembeli,” ujarnya.

Berdasarkan perhitungan dari Bappenas, investasi untuk membentuk korporasi petani ini membutuhkan anggaran sebesar Rp226,4 triliun. Pemerintah akan memberikan anggaran sebesar 20 – 25% dari nilai investasi, dari Kementerian BUMN sebesar 20 – 25% dari nilai investasi, dan sisanya berasal dari swasta.

“Semoga dengan adanya korporasi petani, ada gairah baru dari sektor pertanian agar mampu menjadi salah satu penopang ekonomi negara dan memajukan petani dan nelayan,” ujar Monoarfa. (Ryman)