Merawat Kreativitas Seni di Masa Pandemi

oleh -
ISKA Channel kali ini menghadirkan kedua maestro dalam perbincangan FoKus -- Forum Diskusi -- edisi 10 pada Jumat, (11/9) melalui s.id/ISKA_Channel. Perbincangan ini dipandu oleh jurnalis senior, dan Wakil Ketua PP ISKA Bidang Luar Negeri Hermien Y. Kleden yang mewawancarai Didiek SSS, dan Dr. A. Joko Wicoyo, S.Pd., M.S., dosen dan Ketua DPD ISKA Daerah Istimewa Yogyakarta, yang didapuk untuk mewawancarai Didik Ninik Thowok. (Foto: JN)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Inilah duet dua maestro untuk pertama kalinya dalam forum diskusi daring dengan topik merawat kreativitas di masa pandemi. Seniman tari Didik Ninik Thowok dan musisi saksofonis Didiek SSS adalah sosok multitalenta yang telah berulangkali memegahkan panggung pagelaran di tanah air mau pun di berbagai negara lain.

Terobosan ide, kekuatan proses kreatif, serta enduransi spirit mencipta adalah benang merah yang menautkan Didik dan Didiek dengan erat pada dunia kesenian yang mereka cintai. Sekaligus, ini menjadi cara keduanya memuliakan Pencipta Kehidupan, dan mengalirkan optimisme kepada sesama, terutama di masa pagebluk yang kian melorotkan semangat hidup.

Seniman tari Didik Ninik Thowok. (Foto: JN)

Melalui karya-karya mereka, kedua putra Indonesia ini mengirimkan pesan bahwa merawat kreativitas bukan sekadar pilihan melainkan tanggung jawab niscaya dalam bakti berkesenian.

ISKA Channel kali ini menghadirkan kedua maestro dalam perbincangan FoKus — Forum Diskusi — edisi 10 pada Jumat, (11/9) melalui s.id/ISKA_Channel. Perbincangan ini dipandu oleh jurnalis senior, dan Wakil Ketua PP ISKA Bidang Luar Negeri Hermien Y. Kleden yang mewawancarai Didiek SSS, dan Dr. A. Joko Wicoyo, S.Pd., M.S., dosen dan Ketua DPD ISKA Daerah Istimewa Yogyakarta, yang didapuk untuk mewawancarai Didik Ninik Thowok.

Dr. A. Joko Wicoyo, S.Pd., M.S., dosen dan Ketua DPD ISKA Daerah Istimewa Yogyakarta, saat mewawancarai Didik Ninik Thowok. (Foto: JN)

 

Musik Obat Mujarab

Pemerintah meminta semua warga untuk mengurangi aktivitas di luar rumah, termasuk aktivitas berkesenian, selama masa pandemi ini.

Didik mengatakan bahwa dalam kondisi pandemi seperti saat ini, pemerintah harus menetapkan sebuah peraturan bahwa seluruh perusahaan swasta di Indonesia bisa menyisihkan sedikit dananya untuk pengembangan di bidang kebudayaan.

Hal ini dikatakannya berdasarkan pengalamannya saat belajar di Jepang. Dan hingga saat ini, Didik setiap tahun ke Jepang untuk misi kemanusiaan.

Didik mengatakan bahwa di Jepang, ada sebuah perusahaan yang bernama “Sociko”. Perusahaan tersebut bertanggung jawab dalam menyewa kostum untuk para seniman “Kapuki”, dan juga memiliki sebuah teater “Kapuki”. “Kapuki” itu adalah sebuah seni tradisional, sebagaimana kita di Indonesia ada seni wayang wong, ketoprak, dan ludruk.

Musisi saksofonis Didiek SSS. (Foto: JN)

Didik mengatakan, saat saat menjadi bintang tamu pada pertunjukan wayang wong di Semarang ternyata gedung pertunjukan wayang wong itu masih disewa. “Jangankan gedung pertunjukan, pemakaian AC pun harus disewa, padahal pertunjukannya cuma seminggu sekali, bagaimana bisa mencapai keuntungan? Hal ini memprihatinkan,” ujarnya.

Dia mencontohkan lagi di Kalimantan ada banyak perusahaan minyak. Karena itu, sebaiknya menyisihkan sedikit dana untuk pengembangan kebudayaan setempat. “Ada baiknya ada sebuah wadah untuk menampung dana dari semua perusahaan swasta untuk pengembangan di bidang kebudayaan,” ujarnya.

Sementara itu, Didiek SSS mengatakan musik itu mempunyai makna sebagai tanda syukur kepada Tuhan dan wujud baktinya kepada Tanah Air Indonesia dan sesama manusia.

Ketika diwawancarai oleh presenter Hermien Kleden tentang aktivitasnya sebelum masa pandemi, dia menjawab bahwa dengan talenta musik yang dimilikinya, dia sudah melayani umat Katolik di 176 paroki di Indonesia dan di luar negeri. Selain itu, dia juga mengajar para siswa Seminari Menengah dan juga rekaman musik dan lagu, pertunjukan dan pelayanan musik liturgi di paroki-paroki.

Saat ditanya aktivitasnya selama 6 bulan masa Pandemi Covid 19 ini, dia mengatakan bahwa lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama istri dan anak semata wayang.

“Sebelum masa pandemi, saya bersama istri yang adalah seorang dokter gigi, lebih fokus menjalani tugas sesuai profesi dibanding berkumpul di rumah. Tapi selama masa pandemi ini, kami akhirnya lebih banyak berkumpul di rumah bersama istri dan anaknya untuk berdoa bersama dan membagi keluh kesa bersama. Selain itu, saya suka membersihkan rumah dan juga rajin berdoa Rosario secara pribadi. Bunda Maria adalah kekuatan kami. Selain itu, kami juga sering berkomunikasi via video call dengan para rekan seniman untuk membagi pengalaman bersama. Inilah nilai-nilai positif dari masa pandemi ini,” ujar Didiek.

Menurut Didiek, pada masa pandemi ini, panggung pertunjukan bukan merupakan ajang/kegiatan yang mutlak dilakukan. Kita harus sesuaikan dengan kondisi saat ini. Justru di era modern ini, kita harus bisa menggunakan peralatan teknologi komunikasi untuk mengaktualisasikan talenta dan kemampuan kita.

Dr. A. Joko Wicoyo, S.Pd., M.S., dosen dan Ketua DPD ISKA Daerah Istimewa Yogyakarta. (Foto: JN)

Menurutnya, di masa pandemi ini, ada baiknya pemerintah mengadakan sebuah acara yang sesuai dengan kondisi kita saat ini, misalnya  “perlombaan lagu  bertemakan Covid 19” secara daring.

“Dengan perlombaan seperti ini, pasti banyak orang memperoleh penghargaan  berupa uang dan materi lainnya. Selain itu, saya mengusulkan kalau boleh pemerintah juga mengadakan lomba karya musik tentang terapi penyembuhan bagi penderita Covid 19. Ini merupakan salah satu ‘obat’ mujarab juga,” ujarnya.

Menurut pengakuan Didiek, setiap kali meniup saksofon, napas yang dikeluarkan adalah napas Roh Kudus sendiri untuk menghibur banyak orang. Karena itu, setiap kali sebelum pertunjukan, dirinya selalu berdoa memohon kekuatan Tuhan untuk mampu meniup saksofon secara optimal, agar bisa membawa suasana gembira atau terharu bagi para pendengar.

Menurut Didiek, kemampuan otak manusia itu ada dua bagian, yakni bagian kiri untuk menyerap ilmu-ilmu pasti, dan otak kanan untuk menyerap ilmu-ilmu seni. Dengan menyukai musik saja, hal itu sudah merupakan anugerah, apalagi kalau kita bisa memainkan alat musik. Betapa bahagianya kita sebagai manusia yang bisa menikmati musik.

“Dengan mempelajari  musik, bukan saja untuk mau jadi musisi, tapi juga mengolah rasa kepekaan. Jika kita mau berpenampilan yang ceriah, maka haruslah berpikir yang positif. Hal ini harus dimulai dari cara mengolah rasa melalui musik. Dengan demikian, orang lain akan melihat aura kita menjadi ceriah. Selain itu, dengan mengolah rasa, bisa membuat kita menjadi pemimpin yang baik hati dan rendah hati, memiliki karya yang luar biasa, sehingga bisa membuat kita menjadi pemimpin yang bukan ditakuti, tapi disegani,” ujarnya. (Ryman)