Natal dan Tahun Baru Ormas Katolik, “Jadikan Hatiku Istana Cintamu”

oleh -
Stefi Rengkuan adalah Presidium Riset dan Pengabdian Masyarakat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Wakil Bendahara PIKG (Perhimpunan Intelektual Kawanua Global). (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Siapakah aku dihadapanMu Tuhan?

Kau curahkan cintaMu

Apakah artiku bagiMu?

CintaMu setia selalu

 

Pantaskah kumenyambut tubuh darahMu

Karena banyak dosaku

Sering ku ingkari cintaMu

Dalam langkah hidupku

 

Ampunilah aku, ampuni kalemahanku

Ampuni dosaku dalam kerahimanMu

Agar ku mampu wartakan kasihMu

Di dalam hidupku

 

Bersihkan hatiku dengan sucinya cintaMu

Jadikan hatiku istana cintaMu

Tempat yang layak untuk bersemayam

Tubuh dan darahMu

Presidium Pusat ISKA, Lucky Yusgiantoro. (Foto: Ist)

**

Menarik memperhatikan kekompakan 4 pimpinan Ormas berlabel Katolik menyanyi dalam satu panggung yang sama pada acara Natal Tahun Baru yang kali ini dikemas dalam bentuk “Pray and Worship” dan tanya jawab dengan para Pastor Moderator dan Ketua Umum Ormas masing-masing.

Syair lagu di atas sangat dalam dan mengajak pendengar untuk bertanya siapakah aku Tuhan di hadapanMu? Dan jawabnnya bisa dalam bernuansa syukur tapi juga  ungkapan tak layak pantas.

Sisi yang kedua ini yang lebih eksplisit dan diangkat menjadi menggelitik lewat pertanyaan Romo Direktur Puspas Samadi Klender ini pada Minggu 15 Januari 2023 itu.

“Mengapa memilih lagu bernuansa pertobatan?” Ya, lagu yang dipilih merupakan ungkapan diri tak layak dan permohonan ampun atas dosa.

“Apakah Ormas Katolik ini tidak bersih, kurang bersih atau apa sebenarnya heheh”.

Pasalnya Ormas Katolik ini adalah terdiri dari kaum awam (laities) atau kaum beriman selain kaum tertahbis (clerics), dan justru mereka mempunyai tugas khusus yakni menguduskan dunia melalui kehidupan mereka di tengah masyarakat dan lingkungannya.

Jawaban pertama pembuka dari Ketua Pemuda Katolik, “Romo, lagu ini dipilih oleh Ketua ISKA, kami mendukung usaha pertobatan beliau saja heheh…”

“Yang jelas bukan organisasinya yang penuh dosa, tapi ya pribadi kita-kita ini, termasuk mas Lucky ini,” sambung ibu Ketua Wanita Katolik RI.

Jawaban dari ibu Ketum WKRI mengundang tawa hadirin, tapi secara normatif demikian adanya bahwa aktorlah yang mungkin berdosa, organisasi itu netral sebagai alat dan wadah yang dijalankan oleh para aktor itu. Penentunya adalah manusia sendiri, pimpinan dan para anggotanya sendiri.

Pak Lucky Yusgiantoro sebagai Ketum Ikatan Sarjana Katolik Indonesia sebagai perkumpulan kaum intelektual dan cendekiawan tak kalah sigap dari Ketum WKRI, menjawab.

“Iya Romo, benar manusia berdosa, dan kami memang orang berdosa, dan sebagai kaum awam kami tidak layak dan pantas! Karena itu kami awam selalu sadar dan perlu pertobatan”.

Sebuah pertanyaan dari seorang klerus yang nampak ringan karena dibawakan dengan nada canda, dan dijawab dengan diplomatis oleh Ketua PK dan dengan jinak-jinak merpati tulus oleh Ibu Ketum, lalu dijawab tegas dengan nada penuh kerendahan hati oleh Pak Ketum ISKA.

Jawaban atas pertanyaan itu nampak sangat kontras, namun justru makin menonjolkan makna lugas dan tersiratnya bahwa manusia memang berdosa, awam juga manusia berdosa, jadi betapa pemilihan lagu itu adalah sebuah pemahaman mendalam dan kesadaran kuat atas norma idealitas tugas suci mulia dan medan praksis kehidupan dunia yang profan yang tidak selalu mulia.

Penasaran apa jawaban anak termuda, Sis Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI? Organisasi tempat berkumpul dan berkreasi para mahasiswa yang sedang mencari dan memperkuat identitas, mengembangkan dan memperdalam pengetahuan keterampilan,  menginternalisasi sejumlah nilai normatif dan spiritual. Sayang tak sempat beliau menjawab, tapi sudah pasti ada banyak jawaban yang bisa diberikan bila masing-masing ditanya pertanyaan yang sama.

Tak kalah penasaran juga, bila pertanyaan yang sama ditanyakan kepada kaum klerus, mereka yang bukan tergolong kaum awam. Mengapa klerus bertanya demikian kepada awam, dan apa jawab klerus kalau ditanya oleh awam: Apakah kolegialitas para pastor tidak bersih atau kurang bersih, kotor atau bagaimana? Hahaha.

Menjawabnya bisa gampang saja, seperti diwakili 3 Ketum di atas dengan gesture suara dan tubuh masing-masing. Tinggal soal apakah jawaban itu sungguh keluar dari pemahaman dan kesadaran normatif dan praksis kehidupan konkret, dalam relasi total dengan Tuhan maha kasih dan maha rahim, yang menggugat sekaligus menyembuhkan.

Tanya jawab ini sangat mendasar dan penting, kiranya Romo Yus sangat paham dan sadari itu. Sehingga sengaja dimanfaatkannya di atas panggung supaya menjadi perhatian hadirin dan pemirsa setia Channell Youtube Samadi Klender.

Jawaban yang diharapkan ternyata memang nyambung dengan ajaran Gereja terkait Kerasulan Awam yang dijelaskan Sekretaris Eksekutif Komisi Kerasulan Awam KWI, Rm Hans Jeharut: “Tugas anda sekalian adalah untuk menguduskan dunia!” Untuk bisa menjalankan tugas mulia itu tentu saja bisa dan tertantang untuk selalu membaharui dan memurnikan diri. Sebagaimana terungkap juga dalam adagium Ecclesia reformanda et purificanda semper est, Gereja selalu memurnikan diri dan karenanya memurnikan diri, suatu ungkapan yang populer sejak Konsili Vatikan Kedua yang membuka partisipasi aktif kaum awam, non tertahbis ini. #

“Remember: The sinner who is sorry for gis sins, is closer to God than the just man who boast his good work.” (St. Padre Pio)

*) Stefi Rengkuan adalah Presidium Riset dan Pengabdian Masyarakat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Wakil Bendahara PIKG (Perhimpunan Intelektual Kawanua Global).