NKRI Final, Mari Berjuang Tegakkan Indonesia Sebagai Negara Damai

oleh -
Dialog Kebangsaan bertajuk “Revitalisasi dan Aktualisasi Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia di Era Post Truth” yang digelar oleh Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) Jabodebatek berkerja sama dengan Forum Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan Paroki Santu Stefanus, Cilandak, Jakarta Selatan, di Aula Paroki, Sabtu (10/8). (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Indonesia adalah negara yang dianugerahi dengan kekayaan sosial budaya, maupun agama yang begitu besar dan beraneka ragam. Keragaman itu merupakan kekayaan yang harus disyukuri. Karena itu, segala perbedaan mesti diselesaikan dengan kepala dingin, dalam suasana kegembiraan dan penuh kedamaian.

“Mari kita selesaikan semua perbedaan dengan kepala dingin dan menyikapinya dengan kegembiraan dan kedamaian. Inilah yang dilakukan oleh Gus Dur semasa hidupnya,” ujar Sekejen PBNU Helmy Faisal Zaini dalam Dialog Kebangsaan bertajuk “Revitalisasi dan Aktualisasi Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia di Era Post Truth” yang digelar oleh Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) Jabodebatek berkerja sama dengan Forum Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan Paroki Santu Stefanus, Cilandak, Jakarta Selatan, di Aula Paroki, Sabtu (10/8). Dialog itu menampilkan para pembicara yaitu Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini, Romo Letkol Yos Bintaro, Wakil Uskup di TNI dan Polri, Prof. Dr. Asvi Warman Adam, dan politisi Grace Natalie.

Secara berkelakar,  Helmy mengatakan bahwa PBNU adalah kepanjangan dari Pancasila,  Bhinneka Tunggal Ika,  NKRI dan UUD 1945. Karena itu,  kata Helmy,  PBNU adalah pembela NKRI karena memang itulah yang telah difatwakan oleh para ulamanya dalam masa awal pembentukan negara kesatuan ini.

“NU sejak awal berkomitmen pada NKRI. Muktamar NU menunjukkan bahwa mereka berjuang untuk menegakkan negara ini sebagai negara darussalam,  negara yang damai. Jadi marilah kita syukuri bahwa NKRI merupakan bentuk final dalam berkebangsaan dan bernegara kita,” ujarnya.

Karena itu, katanya,  para ulama NU mengatakan bahwa ada tiga bentuk ukuwah yang harus kita jalani,  yaitu,  pertama,  ukuwah islamiah,  yaitu persaudaraan antarsesama umat Islam. Kedua ukuwah watoniah,  yaitu persaudaraan sesama warga bangsa dan ketiga,  ukuwah insaniah,  yaitu persaudaraan sesama umat manusia.

Helmy menandaskan bahwa jika ada seseorang yang mengaku dirinya ulama tetapi pada saat yang sama dia menyebarkan kebencian, maka itu bukanlah ulama. “Kalau ada yang menyebut dirinya ulama tapi kalau khotbahnya penuh dengan kebencian, maka cukup hanya melihat ulama  NU,” ujarnya.

Helmy mengatakan, kita bersyukur karena Presiden Joko Widodo telah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). “Karena itu, mari kita semua membangun Indonesia dan keagamaan dalam satu tarikan nafas,” ujarnya.

Anggota DPR RI ini mengatakan bahwa Pancasila dan agama (Islam) itu tidak saling bertentangan. “Ada kelompok yang mengatakan bahwa Pancasila itu thogut. Padahal Pancasila dan Islam itu tidak bertentangan, karena Pancasila itu meneruskan nilai-nilai Islam,” ujarnya.

 

Memori Kolektif Umat Katolik

Prof. Dr Asvi Warman Adam dalam paparannya mengingatkan peran penting semua anak bangsa dalam kemerdekaan bangsa dan negara ini, khususnya peran umat Katolik. “Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 melibatkan pemuda lintas suku, rapat pertama di gedung perkumpulan Katolik, rapat kedua di asrama milik Tionghoa,” ujarnya.

Umat Katolik juga memiliki tiga pahlawan nasional yaitu Agustinus Adisutjipto, Ingnatius Slamet Rijadi dan Yos Sudarso.

Pada tahun 2010, masyarakat Nusa Tenggara Timur sudah mengusulkan Frans Seda untuk menjadi pahlawan Nasional juga. Menurut Asvi, pahlawan nasional ini sangat penting karena menjadi memori kolektif bangsa ini, terutama umat Katolik. “Memori kolektif ini perlu untuk dikenang terus dan diingat oleh bangsa ini. Karena itu, perlu terus didorong agar Frans Seda menjadi pahlawan nasional,” ujarnya.

Selanjutnya, dikisahkannya, bahwa pada tanggal 7 Oktober 1945, Gereja Kampung Sawah dibakar. Inilah puncak kejadian perampokan berbulan-bulan sebelumnya dari kelompok pejuang yang tak dikenal. Peristiwa ini disebut ”gedoran”. Umat kocar-kacir, sebagian besar mengungsi ke Jakarta. Baru pada tahun 1946, terkumpul lagi 90 umat Katolik Kampung Sawah. Hingga kini, Kampung Sawah merupakan kampung toleransi umat beragama.

Sementara itu, Romo Yos Bintaro mengatakan, agar terhindar dari hoax, masyarakat diminta untuk tidak melupakan sejarah, atau mengambil istilah Bung Karno “Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Menurut hasil penelitian Asvi, hoax ternyata sudah ada sejak tahun 1965.

Selain itu, kata Romo Yos, kita perlu memililik karakter, dan kuncinya ada pada pendidikan. “Karakter itulah yang menjadi penentu sebuah bangsa,” ujar Romo Yos.

 

Harus Melek Politik

Grace Natalie menekankan pentingnya umat Katolik memiliki pemahaman kehidupan politik. Dengan mengerti kehidupan politik, maka warga juga diharapkan ikut terlibat dan tidak hanya diam menyerahkan dirinya diatur oleh para politisi.

“Saatnya kita melawan semua keputusan yang salah. Dan itu tidak boleh abai terhadap politik. Jangan alergi terhadap politik. Kalau abai terhadap kehidupan politik, bagaimana kita bisa melakukan protes. Kalau Bapak dan Ibu mau agar pemimpin bisa memimpin secara benar, maka kita harus vokal, sehingga mereka tahu bahwa mereka dilihat, diawasi,” ujarnya.

Politik hoax yang marak terjadi saat pemilu kemarin juga menjadi perhatian Grace Natalie. Dikatakannya bahwa banyak juga kelompok terdidik tidak tahu mana berita yang benar dan mana yang salah. Karena itu, katanya, semua kita harus melawan hoax.

“Kita bertanya, siapa yang dintungkan dari berita hoax itu? Karena itu, jangan merespon berita hoax, karena kalau ikut merespon hoax maka kita juga ikut berbohong. Karena itu, kita semua jangan lupa untuk selalu membaca, supaya juga tidak gampang dibohongi,” ujarnya.

Dialog kebangsaan itu dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat seperti tokoh masyarakat, biarawan, biarawati, anggota ormas, utusan ISKA dari berbagai paroki, termasuk Ketua Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) periode 2017-2021 Hargo Mandiraharjo. (Ryman)