Oma Pin: “Saya Tidak Tahu Tuhan Itu Ada Atau Tidak”

oleh -
Apiningsih, penghuni Panti Werdha Melania, Tangerang. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.COM — Satu per satu anggota pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) memasuki ruang pertemuan yang telah disiapkan. Ada yang mendorong kursi roda, dan ada yang membimbing para oma dan opa yang menggunakan tongkat.

“Selamat memasuki ruang pertemuan ini. Harap anggota ISKA duduk mendampingi satu orang oma atau opa di panti ini,” ujar Hary, sang Master of Ceremony yang memeriakan acara kami di siang itu.

Hary, yang juga salah satu anggota DPP ISKA itu meminta semua anggota ISKA untuk berkenalan dengan oma/opa yang didampinginya.

“Panggil saya oma Pin. Ingat saja pin di ATM,” ujar salah seorang oma menjelaskan namanya. Maklum suara musik agak kencang, sehingga dia harus menambahkan kata “ATM” untuk menjelaskan namanya itu. Lantas, mulailah kami berkenalan.

Namanya adalah Apiningsih. Usianya kini menginjak 77 tahun. Namun usia  seperti itu belum terlihat dari raut wajahnya. Giginya masih tampak kuat, belum terlihat ada yang tanggal. Jangan tanya lagi semangatnya.

Oma Pin merupakan lima bersaudara. Salah satu adiknya merupakan ayah dari Darius Sinatria, artis dan publik figur.

Sebelumnya oma Pin adalah seorang penganut agama Islam. “Saya masuk Katolik dan dipermandikan pada usia 40 tahun,” ujarnya.

Oma Pin menamatkan pendidikan sarjana strata satu (S1) dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Setelah menamatkan pendidikan, Oma Pin bekerja pada salah satu perusahaan di Sumatera. Selanjutnya, Oma Pin pindah kerja ke Jakarta, pada salah satu perusahaan BUMN terkenal. Disinilah Oma Pin akhirnya memutuskan untuk menjadi katolik.

Oma Pin pun memutuskan untuk mengikuti masa katekumen selama 2 bulan. “Kebetulan saudara saya menelopon saya, katanya ada pembukaan katekumen. Akhirnya saya memutuskan untuk mengikutinya,” katanya mengenang.

Setelah nenjalani proses itu, Oma Pin dipermandikan dan menerima Sakramen Krisma. Setelah dipemandikan dan menerima Krisma, akhirnya Oma Pin resmi menjadi Katolik. “Ada cukup banyak tantangan yang saya alami. Namun saya mengatasinya dengan kehidupan doa yang terus-menerus. Doa itu seperti makanan bagi jiwa kita,” ucapnya.

Segala kejadian di kolong langit selalu dilihatnya dari kacamata iman. “Seperti kita bertemu kali ini, maka yang mempertemukan kita adalah Kristus (sambil menunjuk salib yang tergantung di dinding,” ujarnya.

Termasuk keputusan untuk menjadi penghuni Panti Werdha Melania, Tangerang ini juga tidak terlepas dari rencana Tuhan.

Oma Pin bersama pengunjung, di Panti Werdha Melania, Tangerang, pada Minggu, 16 Desember 2018. (Foto: Ist)

Keputusan menjadi penghuni Panti Werdha Melania memang tidak sulit. Tidak ada penolakan dari keluarganya. Maklum saja, Oma Pin memutuskan untuk hidup tidak menikah.

Oma Pin sangat bahagia hidup di Panti Werhda. Kehidupannya dan para penghuni panti itu sangat teratur. Mulai bangun pagi yang diawali dengan doa pagi atau misa. “Kami misa tiga kali dalam satu minggu, yaitu Hari Senin, Kamis dan Minggu,” urainya.

Selanjutnya makan pagi, dan diikuti dengan kegiatan lainnya. Pukul 10.00 saat snack. Lalu, jam 12 adalah makan siang, yang diikuti dengan istirahat siang. Pada sore harinya, yaitu pukul 15.00 merupakan saat untuk minum sore, yang diikuti dengan kegiatan sore. Setelah makam malam, mereka kembali berdoa untuk mensyukuri segala anugerah Tuhan pada hari itu.

Oma Pin adalah seorang yang cerah-ceriah. Dia juga suka berkomunikasi dengan semua orang. Kehidupan rohaninya juga sangat terjaga dengan baik.

Lantas, apa makna hidup bagi Oma Pin? “Saya tidak tahu apakah Tuhan itu ada atau tidak. Tapi yang saya tahu yaitu saya pasti membutuhkan seseorang tempat saya berlindung, bernaung dan mengadu. Dan itulah yang mungkin disebut Tuhan,” ujarnya.

Tak terasa, pertemuan kami yang berlangsung 3 jam itu harus segera berakhir. Setelah makan siang, kini saatnya bagi Oma Opin dan penghuni panti beristirahat siang.

Saya pun menghantar Oma Pin ke kamarnya. Dalam satu kamar itu, Oma Pin tinggal bersama dua temannnya. Kebetulan kamar Oma Pin di pinggir, dekat pintu. Saya mengintip sebentar. Kamarnya memang tak rapih amat. Cuma, di salah satu sudut, di atas mejanya yang mungil, ditempatkan sebuah patung Bunda Maria dan Salib Yesus.

Memang, sejatinya hidup manusia di muka bumi ini suatu saat harus berakhir. Dia akan kembali ke rumah Bapa yang di Surga.

Dan, lambaian tangan Oma Pin menutup perjumpaan kami yang penuh makna. Oma Pin akan segera beristirahat, dan mungkin bermimpi di siang itu. (Ryman)