Orasi di Universitas Diponegoro, Presiden Sebut Alasan Bangun Infrastruktur

oleh -
Presiden Jokowi sebelum memberikan orasi pada Dies Natalis ke-60 Universitas Diponegoro di Stadion Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah, Selasa, (17/10). (Foto: Setkab.go.id)

SEMARANG – Biaya transportasi logistik di Indonesia lebih mahal 2,5 kali lipat dibandingkan Malaysia dan Singapura. Artinya, untuk membawa barang dari satu tempat ke tempat lain itu 2-2,5 kali lipat lebih mahal. Akibatnya, barang yang dijual di Indonesia pun jatuhnya lebih mahal dibandingkan negara lain.

Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo ketika memberikan orasi pada Dies Natalis ke-60 Universitas Diponegoro di Stadion Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah, pada Selasa (17/10/2017).

“Kenapa infrastruktur kita bangun? Jawabannya di situ. Kita ingin daya saing kita lebih baik dari negara lain. Global competitiveness kita harus diperbaiki, tahun ini cukup lumayan meloncat dari (peringkat) 41 ke 36 dari 137 negara,” ujar Presiden seperti dikutip dari siaran pers Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden.

Di awal sambutannya, Presiden menyebutkan bahwa pada tahun 1977 Indonesia telah membangun jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) dan selesai pembangunannya pada tahun 1981 sepanjang 60 kilometer.

Saat itu, jalan tol tersebut menjadi perhatian banyak negara, seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, dan Tiongkok. Namun hingga tahun 2014, jalan tol yang dibangun di Tanah Air hanya mencapai 780 kilometer.

“Hampir 35 tahun lebih, hanya 780 kilometer padahal (negara) yang dulu lihat ke kita, yang meniru kita, saya berikan contoh di China setahun bisa membangun empat ribu kilometer lebih. Sekarang sudah memiliki 220 ribu kilometer. Kita 780 kilometer,” kata Presiden.

Oleh sebab itu, Presiden menjelaskan mengapa dirinya selalu berbicara mengenai infrastruktur dalam banyak kesempatan. Selain Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang fokus pada infrastruktur, alasan lainnya adalah untuk mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur.

Bahkan, anggaran untuk infrastruktur pun sudah disiapkan dan ditingkatkan pemerintah dari Rp177 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp401 triliun pada tahun 2017.

Dari sejumlah infrastruktur yang dibangun pemerintah, satunya adalah pelabuhan. Mulai dari Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Kuala Tanjung di Sumatra Utara, dan Makassar New Port di Sulawesi Selatan. Rencananya tahun depan pemerintah juga akan mulai pembangunan pelabuhan di Sorong, Papua.

“Kenapa harus kita bangun? Karena negara kita negara kepulauan, (pelabuhan) basis pondasi kemaritiman merupakan sebuah keharusan,” katanya.

Demikian pula dengan pembangunan bandar udara, Indonesia sebagai negara besar yang memiliki 17 ribu pulau, namun tidak semua pulaunya dapat disinggahi kapal.

“Oleh sebab itu juga di pulau-pulau terpencil di Natuna, Miangas, kita bangun airport. Ini salah satu contoh saja karena banyak kita bangun airport kecil itu,” ujar Presiden.

Pembangunan pembangkit listrik juga tidak luput dari perhatian pemerintah. Meski banyak yang menganggap target pemerintah untuk membangun 35.000 MW terlalu ambisius, namun pemerintah tetap berupaya mewujudkannya. Apalagi selama 72 tahun Indonesia merdeka, pemerintah hanya bisa membangun 53.000 MW.

“Tidak apa-apa, target harus besar, ambisi harus seperti itu. Kalau tidak, daya saing kita akan tertinggal. Sekali lagi ini menyangkut daya saing kita yang tertinggal dengan negara lain,” ucap Presiden.

 

Ubah Metode Pembelajaran

Presiden Joko Widodo dalam banyak kesempatan menyampaikan tentang perubahan dunia yang sangat cepat, termasuk kecepatan lalu lintas informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan.

“Muncul inovasi-inovasi disruptif dalam hampir semua aspek kehidupan belakangan ini,” ucap Presiden.

Hadirnya media sosial seperti facebook, twitter, dan instagram,  tanpa disadari juga telah memengaruhi kehidupan masyarakat saat ini.

“Oleh sebab itu perguruan tinggi harus mengantisipasi dan yang paling penting adalah memotori inovasi disruptif,” ungkapnya.

Di samping itu, menurut Presiden perguruan tinggi juga harus dapat menjawab perubahan dan kebutuhan spesifik saat ini agar sesuai dengan inovasi-inovasi disruptif.

Fakultas atau program studi misalnya, harus menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi saat ini. Fakultas ekonomi, Presiden memberikan contoh, sebaiknya tidak hanya memiliki jurusan akuntansi, manajemen, dan studi pembangunan. Namun dengan mendirikan jurusan logistik manajemen atau ritel manajemen.

“Karena disitulah nanti ekonomi akan bergerak,” katanya.

Terakhir, yang tak kalah pentingnya adalah perguruan tinggi harus berani mengubah metode pembelajaran yang sesuai dengan karakter generasi muda.

“Mendorong inovasi, memfasilitasi mahasiswa untuk menjadi pembelajar yang aktif, baik di dalam maupun di luar kelas,” ucap Kepala Negara.

Semuanya itu perlu dilakukan agar Indonesia memiliki generasi muda yang berkarakter dan siap berkompetisi.

“Etos kerja yang tinggi, memiliki kepemimpinan yang baik, memiliki jiwa antikorupsi, toleransi, inovatif, dan kreatif karena memang kompetisi antar negara begitu sangat ketat dan sengitnya,” tutur Presiden.

Turut hadir mendampingi Presiden, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir, Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Rektor Universitas Diponegoro Yos Johan Utama. (Very)