Pakar: Masyarakat Internasional Bisa Pahami Pemberlakuan UU Terorisme di Papua

oleh -
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) dan Guru Besar Hukum Internasional UI, Prof Hikmahanto Juwana. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah telah mengkategorikan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua serta seluruh organisasi dan orang-orang yang tergabung di dalamnya, dan yang mendukung gerakan tersebut, sebagai teroris.

“Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris,” kata dia, dalam konferensi pers di kantornya, di Jakarta, Kamis (29/4).

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan bahwa pemberlakuan KKB sebagai organisasi teroris dinilai sudah tepat.

“Penggunaan kekerasan oleh pihak-pihak tertentu yang melawan pemerintah yang sah di Papua telah sampai pada penggunaan kekerasan yang mengarah pada terorisme,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (30/4).

Rektor Universitas Jenderal A. Yani ini mengatakan penggunaan kekerasan di Papua paling tidak ada tiga katagori.

Pertama, katagori penggunaan kekerasan dalam bentuk Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Pihak-pihak seperti ini menggunakan kekerasan namun tidak ada niatan dari pelaku untuk memisahkan diri dari NKRI atau mengusung ideologi separatisme.

Kedua adalah katagori penggunaan kekerasan untuk tujuan memisahkan diri dari NKRI. “Ini dalam UU TNI disebut sebagai separatisme bersenjata. Pihak-pihak yang menggunakan kekerasan dengan jelas memiliki ideologi untuk memisahkan diri,” ujarnya.

Hikmahanto mengatakan, adapun yang menjadi target penyerangan dengan menggunakan senjata adalah instalasi militer atau pemerintahan. Sama sekali bukan penduduk sipil.

Terakhir adalah penggunaan kekerasan yang bertujuan untuk menimbulkan suasana teror. Dalam Pasal 6 UU Terorisme jelas disebutkan bahwa setiap orang menimbulkan suasana teror atau rasa takut.

Hikmahanto mengatakan, inti dari Pasal 6 UU Terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan suasana teror. Dalam konteks target serangan bisa ke siapa saja tidak hanya instansi militer atau pemerintah tetapi juga masyarakat sipil yang tidak berdosa.

Bagi mereka yang melancarkan serangan teror yang penting adalah menimbulkan suasana teror sehingga apa yang menjadi tuntutan pelaku akan mudah dikabulkan oleh pihak yang dituntut (baca: pemerintah).

Berdasarkan UU Terorisme maka tidak hanya Polri yang dapat menghadapi pelaku teror, tetapi juga TNI.

Penggunaan kekerasan oleh pihak-pihak tertentu yang terjadi di Papua tidak mungkin dihadapi oleh pemerintah dengan kesejahteraan, tetapi harus juga dengan menggunakan kekerasan.

Dunia dan masyarakat internasional sangat bisa memahmi bila pemerintah akan memberlakukan UU Terorisme atas penggunaan kekerasan oleh pihak-pihak tertentu.

“Masyarakat internasional akan memahami penggunaan kekerasan oleh pemerintah bukan sebagai justifikasi untuk bertindak secara represif di tanah Papua,” pungkasnya. (Ryman)