Pancasila Harus Disosialisasikan dan Diperkuat Melalui Pendidikan

oleh -
Direktur Amir Mahmud Center, Dr. Amir Mahmud. (Foto: Ist)

Surakarta, JENDELANASIONAL.ID — Indonesia dibangun atas dasar fondasi falsafah Pancasila hasil konsensus dan cara pandang bapa bangsa. Karena itu ideologi apapun yang bertentangan dengan Falsafah bangsa dan konsensus nasional harus tegas ditolak. Apapun bentuknya baik dalam bentuk gerakan, maupun dalam infiltrasi ideologis hal itu tidak dapat dibiarkan.

Direktur Amir Mahmud Center, Dr. Amir Mahmud mengatakan bahwa jika ideologi bangsa secara konstitusi sudah sah, maka mereka yang menolak terhadap ideologi itu hendaknya dapat dikatakan sebagai pemberontak. Karena sebagaimana dulu ada pemberontakan DI/TII tahun 1949 dan PKI tahun 1965, semuanya itu juga menolak Pancasila dan disebut pemberontak.

”Oleh karena itu ada pasal-pasal yang mengatur mereka-mereka ini untuk disikapi secara tegas. Jadi tidak bisa dia diberi toleransi begitu saja, harus dikenai hukum dulu. Karena itu kita harus munculkan kesadaran untuk mewaspadai gerakan-gerakan yang anti terhadap Pancasila sekarang ini,” ujar Dr. Amir Mahmud di Surakarta, Sabtu (3/10/2020).

Amir Mahmud mengungkapkan bahwa saat ini juga sedang digembor-gemborkan oleh sebagian kalangan tentang NKRI bersyariah. Padahal menurutnya kenapa harus NKRI Syariah, padahal Pancasila sendiri tidak bertentangan dengan Islam atau dengan agama. Dirinya mencurigai bahwa sedang ada suatu perkara yang perlu diwaspadai.

”Saya sendiri tidak memandang itu ada ekasila atau trisila. Karena yang jelas hari ini adalah kita bersepakat kepada Pancasila sebagai ideologi kita. Ini yang harus kita pegang teguh dan kita pertahankan,” ucap mantan anggota Pelajar Islam Indonesia itu.

Terkait dengan kesaktian Pancasila, Amir menyampaikan bahwa hal tersebut memang harus terus digaungkan untuk memberikan kepastian yang kuat serta mengingatkan kembali bahwa Pancasila adalah ideologi bangsa Indonesia yang sah dan dilahirkan melalui konsensus bersama. Sehingga menurutnya siapapun yang berlawanan dengan Pancasila harus berhadapan dengan proses hukum.

”Kalau kita berkaca dari pemberontakan dahulu, mereka kan sebetulnya sudah berhadapan dengan TNI pada waktu itu kan. Karena itu hal ini harus disampaikan terus melalui pelajaran sejarah di dunia pendidikan. Tapi sejarah ini harus netral tidak boleh memuat sentimen satu kelompok. Saya akui bahwa hari ini kita sudah banyak kehilangan mementum-momentum yang berpegang teguh kepada Pancaila,” terang pria yang juga dosen Universitas Nahdatul Ulama Surakarta ini.

Oleh karena itu dirinya memandang perlu adanya upaya untuk menyadarkan dan meyakinkan yang harus ditumbuhkan kepada masyarakat bahwa falsafah Pancasila ini merupakan kesaktian yang telah teruji. Seperti dirinya memberikan contoh terhadap ambruknya setiap gerakan makar dan kudeta yang ingin mengganti falsafah negara tersebut.

“Tentu harus harus ditumbuhkembangkan kesadaran wawasan hidup berbangsa dan bernegara dengan pengamalan Pancasila sebagai asas utama suatu ideologi bangsa Indonesia. Adapun PKI sebagai partai pun tidak bisa eksis karena sudah dibubarkan melalui TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme,” kata pria yang juga merupakan pemerhati masalah terorisme ini.

Menurutnnya, TAP MPRS tersebut lahir sebagai upaya mengingatkan pentingnya ideologi Pancasila yang pernah hendak diganti oleh komunisme. Bangsa Indonesia kemudian memperingatinya dengan hari Kesaktian Pancasila. Dan itu semua adalah sejarah perjuangan bangsa dalam mempertahankan keberadaan Pancasila.

“Yang perlu saya ingatkan adalah ideologi itu tidak pernah mati. Oleh karena itu Pancasila harus disosialisasikan dan diperkuatkan melalui bentuk pendidikan. Saya optimistis PKI itu tidak akan bisa eksis atau hidup kembali sebab jika dia bangkit maka dia harus berlawanan dengan kekuatan TNI sebagaimana yang pernah menjadi catatan sejarah masa penumpasan PKI di masa itu,” ujar peraih Doktoral bidang Antropologi Sosial Agama dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Oleh sebab itu pria kelahiran Jakarta, 1 Desember 1965 yang merupakan lulusan Akademi Militer Afghanistan pada tahun 1985 saat negara tersebut dalam pengasingan ini mengungkapkan bahwa sah-sah saja mencatat sejarah tentang kejadian yang pernah terjadi dan berusaha merusak keutuhan NKRI seperti ideologi komunis, kapitalis ataupun liberalis. Hal ini menurutnya untuk memberikan pencerahan kepada generasi muda bahwa inilah yang menentang Pancasila.

”Apalagi dalam dunia yang serba global ini kita sudah banyak kehilangan nilai-nilai falsafah bangsa. Pancasila ini jika kita tidak hati-hati generasi muda ke depan ini tidak ada pijakan ideologi lagi yang akhirnya gampang dia dihancurkan, dininakbobokan oleh ideologi-ideologi lain. Jadi intinya bagi saya sekarang ini jangan dipertentangkan Pancasila dengan agama itu,” kata lulusan S2 bidang Sosiologi Agama dari Universitas Muhamadiyah Surakarta ini mengakhiri. (Ryman)