Pancasila Harus Selalu Hadir dalam Ruang Digital

oleh -
Romo Benny Susetyo. (Foto: Ist)

Surabaya, JENDELANASIONAL.ID – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyelenggarakan acara “Jejaring Panca Mandala (JPM) Provinsi Jawa Timur” yang dihadiri para Pengurus Jaringan Panca Mandala Provinsi Jawa Timur yang berjumlah 195 orang, di Grand Dafama Hotel Surabaya, Selasa (26/7).

Menggandeng 38 kabupaten kota di Jawa Timur, BPIP berupaya membentuk forum collaborative governance yaitu Jejaring Panca Mandala yang diinisiasi oleh dan dari komponen masyarakat yang bersifat sukarela dan berdasar pada kesamaan tujuan untuk ikut berperan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Seminar  yang digelar secara luring ini dihadiri antara lain oleh Direktur Hubungan Antar Lembaga dan Kerjasama, Elfrida Herawati Siregar, S.P.,M.M, Direktur Pengkajian Implementasi Pembinaan Ideologi Pancasila, Toto Purbiyanto S.Kom.,M.Ti, Direktur Jaringan Pembudayaan, Dr Irene Camelyn Sinaga, AP.,M.Pd, Budayawan Dr Zawawi Imron dan undangan lainnya.

Dalam diskusi sesi 1 yang mengambil tema “Literasi Digital Pancasila melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Pengantar Sosialisasi, Promosi Pancasila” tersebut, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo mengatakan pentingnya literasi digital dalam pengarusutamaan Pancasila.

Dalam paparannya, Romo Benny menyatakan juga bahwa pentingnya literasi agar berita hoax jangan segera di-share ke publik.

“Gunakan 5 jari untuk mengetik dengan bijaksana. Bangsa Indonesia harus memberantas berbagai kebohongan di sosial media dengan budaya pemutus kata bukan pengiya kata. Jika berbicara tentang digitalisasi itu menjadi kemampuan kita untuk memiliki kesadaran kritis untuk memanfaatkan media dan sarana komunikasi mana yang boleh di-share dan mana yang tidak boleh dishare,” ujar Benny.

Jika kita menyebarkan konten SARA maka kita secara langsung akan merusak persatuan dan kesatuan bangsa ini yang berakibat pada kehancuran bangsa dan negara.

Dewasa ini, kata Benny, manusia semakin pragmatis dalam menciptakan konten dan hal itu bisa menghancurkan kepakaran. Dengan muncul berbagai macam komentar tanpa filter di dunia digital maka seolah manusia direduksi oleh teknologi yang lebih lanjut menyebabkan manusia dijajah oleh teknologi sehingga manusia kehilangan kesadaran kemanusiaan.

”Kebohongan yang diulang-ulang akan menjadi kebenaran. Jika kita memiliki kesadaran literasi maka kita bisa memiliki alat untuk mempersatukan bangsa ini dan menghidupkan nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya,” ujarnya.

Romo Benny menyatakan bahwa ujaran kebencian banyak dilakukan oleh orang dengan rata-rata usia 40 tahun ke atas. Oleh karena itu dengan kemampuan anak-anak muda, generasi milenial menciptakan konten positif bisa mempengaruhi pergerakan tak terbatas dalam ruang dan waktu. Dampak dari konten positif ini adalah munculnya ruang kreasi seni dengan budaya lokal yang kuat.

”Bagaimana ruang digital ini menjadikan Pancasila sebagai habituasi. Kekuatan publikasi digital dan dukungan dari media secara persuasive diharapkan membuat Pancasila nantinya menjadi living ideology dan working ideology,” tegas Benny.

 

Kuasai Konten Kuasai Dunia

Dalam prakteknya Presiden Joko Widodo ingin menjadikan sila ke-3 dan sila ke-5 terimplementasi merata di seluruh Indonesia. Hal itu sudah terlihat baik dari pemerataan pembangunan maupun perbaikan SDM di masing-masing wilayah di Indonesia. Pancasila itu sampai saat ini merupakan kesepakatan sehingga kita bisa hidup dengan damai.

”Bagaimana cara menanamkan nilai Pancasila dalam era digital yang terdiri dari pertarungan gagasan dan ideologi? Ibarat siapa yang menguasai konten dan pengetahuan maka dialah yang menguasai dunia, maka Pancasila harus selalu hadir dalam ruang digital tersebut,” ujar Benny.

Menurut Benny, hal terpenting sekarang yaitu bagaimana kita menegakkan Pancasila melalui budaya. Bagaimana kita harus mengangkat budaya lokal menjadi refleksi keteladanan Pancasila, terutama budaya yang menjunjung tinggi kebersamaan.

”Banyak dari kita kehilangan kesadaran berpikir ketika muncul media digital, pendidikan karakter hilang, budaya korupsi meningkat ketika terjadi hedonism. Maka sudah seyogyanya kita kembali ke industri dan budaya lokal. Pancasila sudah terbukti membuat Indonesia eksis sampai sekarang. Saatnya kita merebut dunia digital dengan Pancasila supaya timbul kebudayaan tanpa merusak dan menuntun budaya kita menjadi tindakan lokal pemikiran global,” ujarnya.

Dalam sesi tanya jawab Benny menyatakan dari semua pengalaman yang ada, ditekankan bagaimana kita bersama menyadari bahwa ruang publik itu tidak hampa dan mengisi konten itu adalah tugas bersama. Apakah konten itu adalah kearifan lokal, makanan, budaya, kerukunan, gotong royong dan hal baik harus kita hidupkan.

”Kemampuan kita secara persuasive dalam membuat konten sangat ditekankan bukan sekadar mengajari atau menggurui. Kemampuan kita menciptakan konten creator yang mempengaruhi ruang publik juga ditekankan lebih proaktif untuk melawan kisruh ruang publik yang memanfaatkan emosi reaktif. Dengan membuat bahasa sederhana akan konten positif maka arogansi akan runtuh,” ujar Benny.

Karena itu, kata Benny, media harus objektif dan beritanya tidak meresahkan masyarakat serta membesarkan kasus SARA.

”Tantangan kita di era digital adalah dengan memproduksi konten orisinil. Kita harus bisa menciptakan branding value dalam konten itu ditambah bantuan gotong royong pemerintah dan masyarakat dalam memasarkan konten tersebut,” tegas Benny.

Benny berharap seluruh media di Jawa Timur, baik di tingkat kampung maupun daerah agar bisa bermitra dalam membangun konten positif.

Selanjutnya Romo Benny membahas mengenai urgensi pembumian Pancasila. Dia mengatakan bahwa kita harus sadar bahwa bangsa ini majemuk, baik suku, agama lokal, budaya dalam menjaga harmoni itu penting. Ir Sukarno menegaskan negara Indonesia itu bukan milik golongan, tidak ada dominasi mayoritas-minoritas tetapi kita memiliki kesadaran.

Menurut Benny, Pendidikan Moral Pancasila dalam keluarga dan kehidupan masyarakat sangat penting. Karena itu, hal tersebut harus dikembalikan dengan dongeng dan permainan tradisional.

“Pendidikan Pancasila harus menjadi gerakan pembumian dalam masyarakat. Bagaimana tradisi lokal itu diangkat kembali. Sila dalam Pancasila itu jika diperas menujukkan bahwa Pancasila itu menjadi habitualisasi bangsa dan jika diimplementasikan maka menjadi internalisasi. Tantangan kita dalam membumikan Pancasila dalam praktek kehidupan sehari-hari menjadi kesadaran dan internaliasi dimulai  dari konten positif, bagaimana kreasi kita setelah semua itu menjadi kebersamaan dan gotong royong sehingga kita semua saling share untuk menyamakan gagasan,” ujarnya.

Senada dengan itu Direktur Pengkajian Implementasi Pembinaan Ideologi Pancasila Toto Purbiyanto menyatakan bahwa peran peserta JPM ini sangat penting dalam membumikan Pancasila kepada Masyarakat. Dengan JPM ini kita berkomitmen bahwa apa yang kita sampaikan di Sosmed adalah hal yang baik, dan jangan sampai kita berpikir ego sektoral.

”Mari kita dukung sesama rekan di kabupaten dan kota untuk saling meng-share idenya supaya kabupaten lain dapat terisnpirasi serta dapat mereplikasi ide dengan terobosan yang lebih maju,” ujarnya. ***