Pancasila Merupakan Cermin dari Semua Agama di Indonesia

oleh -
Syaiful Arif saat menjadi pembicara tunggal dalam seminar bertajuk “Pancasila dan Bahaya Radikalisme” pada Selasa (03/12) di Gedung Kalbis Institute, Jakarta. (Foto: ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Kalau ada yang mengatakan bahwa Pancasila itu bertentangan dengan agama, itu hoaks. Sebab dalam Pancasila sudah ada unsur ketuhanan. Pancasila justru mengandung nilai-nilai ketuhanan sebagaimana terungkap dalam sila pertama. Nilai ketuhanan itulah yang menjiwai sila-sila yang lainnya. Karena itu, Pancasila sebetulnya cerminan dari agama-agama.

Hal tersebut disampaikan oleh Syaiful Arif, pembicara tunggal  dalam seminar bertajuk “Pancasila dan Bahaya Radikalisme” pada Selasa (03/12) di Gedung Kalbis Institute, Jakarta.

Pendasaran seperti itu, menurut Arif, perlu selalu ditekankan di tengah kuatnya pandangan sekolompok orang yang menganggap Pancasila sebagai ideologi yang sangat sekular bahkan anti-agama. “Ini upaya yang sangat mendesak karena faktanya sudah ada 23,4 persen mahasiswa yang setuju dengan jihad untuk menegakkan negara Khilafah,” katanya sambil merujuk pada hasil survei Alva Research Center dan Mata Air Foundation seperti dikutip dari siaran pers di Jakarta.

Selain itu, Direktur Pusat Studi Pancasila  yang juga pernah menjadi Tenaga Ahli Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (2016-2018) tersebut menegaskan bahwa fakta keberagaman bangsa Indonesia tidak pernah menjadi penghalang bagi tegaknya Pancasila sebagai dasar dan pegangan bersama. Malah, menurutnya, Pancasila yang menjamin bersatunya perbedaan-perbedaan itu.

Konsultan Pendidikan Kebangsaan di Kementerian Agama, Kemkominfo, dan Kemenpora RI tersebut, lebih lanjut memberikan sejumlah motivasi bagi para mahasiswa yang hadir untuk tidak menyepelekan mata kuliah Pancasila sebagai mata kuliah tambahan atau pelengkap semata. “Kita-kita ini yang akan menjamin masa depan bangsa dan negara ini. Karena itu kita tidak boleh apatis dengan nilai-nilai dasar berdirinya bangsa dan negara kita,” kata penulis buku Falsafah Kebudayaan Pancasila, Nilai dan Kontradiksi Sosialnya (Gramedia Pustaka Utama, 2016) ini.

Sementara itu, ketua penyelenggara seminar, Herry Jani, mengatakan bahwa kegiatan seminar ini merupakan program rutin dari Biro Pengelolaan Mata Kuliah Pembentukan Kepribadian (BPMKPK) Kalbis Institute. Tujuannya adalah untuk lebih mengakrabkan mahasiswa dengan nilai-nilai praktis Pancasila, dengan harapan agar nilai-nilai tersebut betul-betul tertanam dalam kepribadian setiap mahasiswa. Dengan demikian, lanjut Jani, mahasiswa bisa memiliki kepribadian Pancasila dan dengannya bisa melawan pandangan-pandangan yang berusaha menggeser posisi Pancasila sebagai dasar negara.

“Dalam kuliah di kelas memang kita sudah mengajarkan Pancasila baik sebagai dasar negara maupun sebagai sumber etika hidup berbangsa, namun itu saja tidak cukup. Kita butuh kajian yang lebih mendalam dan yang lebih penting lagi pengalaman nyata dari ahli yang sungguh-sungguh mengamati aplikasi atau praksis dari Pancasila di lapangan,” terang Jani yang sehari-hari bertugas sebagai dosen sekaligus koordinator mata kuliah humaniora Kalbis Institute.

Seminar yang dimoderatori Bayu Aktami, salah seorang dosen Pendidikan Pancasila Kalbis Institute, itu dihadiri sekitar seratusan mahasiswa dari berbagai program studi. Hadir pula beberapa dosen pengajar mata kuliah humaniora di Kalbis  Institute. (Ryman)