Paskah Bersama Diaspora: Indonesia Adalah Miniatur Peradaban Dunia

oleh -
Dirjen Bimas Katolik (Plt), AM Adiyarto Sumardjono dalam Perayaan Paskah Bersama Diaspora Katolik Indonesia Sedunia dengan thema “Indonesia To The Continents” Paskah Bersama yang diselenggarakan secara hybrid dengan studio utama dari Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk, Jakarta, Sabtu (07/05/2022). (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas yang diwakili Dirjen Bimas Katolik (Plt), AM Adiyarto Sumardjono menegaskan bahwa Indonesia adalah miniatur peradaban dunia karena memiliki kebhinekaan yang tinggi. Peradaban itu hanya dapat dibangun jika bangsa Indonesia sadar untuk menghargai kebhinekaan. Keberagaman yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia merupakan kekuatan kita bangsa karena merupakan pijakan untuk dapat saling melengkapi dan bekerja sama satu sama lain.

Sementara itu, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, Kardinal Ignatius Suharyo menegaskan umat katolik Indonesia mesti bersyukur karena di wilayah Indonesia pada umumnya panggilan-panggilan khusus untuk menjadi imam, biarawan, biarawati sangat subur dan hal itu ditegaskan oleh Paus Fransiskus.

Meski demikian pada prisipnya, kata Kardinal, setiap umat Katolik siapapun mereka memiliki panggilan yang sama yakni panggilan untuk bertumbuh menuju kesempurnaan kesucian, kasih, dan kepenuhan hidup kristiani.

Pernyataan Menteri Agama Dirjen Yaqut Cholil Quomas dan Kardinal Suharyo ditegaskan dalam Perayaan Paskah Bersama Diaspora Katolik Indonesia Sedunia dengan thema “Indonesia To The Continents” Paskah Bersama yang diselenggarakan secara hybrid dengan studio utama dari Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk, Jakarta, Sabtu (07/05/2022).

Perayaan Paskah Bersama diawali dengan misa konselebrasi langsung dari Roma, Italia  yang dipimpin oleh Rm Leonardus Mali (Roma), Rm Markus Solo Kewuta SVD (Vatikan), dan khotbah disampaikan Rm Agustinus Purnomo MSF langsung dari Norwegia.  Dipersembahkan untuk para missionaris Indonesia yang tersebar di lebih dari 70 negara, acara tersebut diselenggarakan oleh PWKI (Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia), Missionaris Indonesia, IRRIKA (Ikatan Rohaniwan-Rohaniwati Indonesia Di Kota Abadi atau Roma, Jaringan Komunitas Katolik Indonesia (KKI) Diaspora Sedunia, dan ISKA (Ikatan Sarjana Katolik Indonesia) serta didukung penuh oleh KBRI untuk Tahta Suci (Vatikan) ini, dihadiri oleh para misionaris, rohaniwan/rohaniwati, diaspora katolik, yang tersebar di 70 negara di dunia dan umat Katolik di Indonesia.

Menyinggung karya misi misionaris dari Indonesia di lebih dari 70 negara, Yaqut Cholil Quomas menegaskan bahwa kebhinnekaan Indonesia harus terus digaungkan ke seluruh penjuru dunia. Dan menggaungkan kebhinnekaan Indonesia ini juga menjadi misi dari warga Indonesia (diaspora) yang berada di berbagai penjuru dunia.

“Kita semua harus menggaungkan tentang nilai kebhinnekaan Indonesia sebagai keutamaan untuk menghargai sesama manusia. Karenanya Keluarga Katolik  Diaspora dan misionaris Indonesia yang tersebar di berbagai belahan dunia apapun profesinya sudah pasti diharapkan terus menggaungkannya,” kutip AM Adiyarto Sumardjono

 

Rumusan Yang Sama

Dalam catatannya yang berjudul, “Misionaris Indonesia serta Pertumbuhan Panggilan di Indonesia, dalam Kaitan dengan Perkembangan Gereja Katolik Sedunia”, Kardinal Suharyo menyebut 3 (tiga) kata berbeda tetapi maknanya sama dari panggilan hidup umat beriman yakni, panggilan untuk bertumbuh menuju kesempurnaan kesucian, bertumbuh untuk mencapai kesempurnaan kasih, dan kepenuhan hidup kristiani siapapun kita.

Ketua KWI itu berkisah bahwa di Jakarta dirinya sering berjumpa dengan para missionaris yang baru kembali tanah misi di luar negeri bahkan dari  tempat misi yang berbahaya. Mereka diutus ke sebuah daerah konflik, dan itu banyak sekali.

“Kita juga boleh berbangga karena sejumlah tarekat religius internasional dipimpin oleh religius asal Indonesia. Dan sangat menarrik juga tidak sedikit imam, bruder, suster yang berasal dari keluarga muslim, tidak sedikit juga yang merupakan anak tunggal di dalam keluarga. Tidak sedikit pula yang berasal dari keluarga kaya raya tapi karena merasa makna hidupnya tidak terdapat di dalam kekayaan melainkan di dalam pelayanan, tidak sedikit saudara kita para imam, biarawan-biarawati yang berasal dari keluarga yang secara material secara duniawi sudah sangat mapan,” ujar Kardinal Suharyo.

Meski demikian, Kardinal berpesan agar semua umat katolik Indonesia tidak boleh tinggal dalam rasa bangga karena tidak sedikit juga tanda-tanda sebaliknya. Dia kemudian mencontohkan calon  religius laki-laki untuk bruder yang sangat jauh berkurang. Wilayah yang dulu dianggap “subur” sekarang tidak lagi, akibat perkembangan zaman perkembangan nilai-nilai yang dijunjung dalam kehidupan orang beriman sekarang banyak menghadapi tantangan dan semakin kompleks.

Lebih jauh, Kardinal Suharyo memaparkan bahwa  panggilan khusus untuk menjadi imam, biarawan dan biarawati tidak dapat dilepaskan dari keluarga. Karena mereka lahir di tengah keluarga.

Oleh karena itu, Kardinal menandaskan kesadaran bahwa siapapun mempunyai panggilan yang sama tersebut adalah salah satu hal yang sangat penting. Untuk menegaskan bahwa panggilan berlaku untuk semua jalan hidup dan bagi mereka semua yang memilih jalan tertentu itu, lanjut Kardinal Suharyo, pada tahun 2018 Paus Fransiskus menyatakan bahwa sepasang suami-istri menjadi santo dan santa bersama-sama.

Apa yang mau dikatakan Paus Fransiskus dengan pengangkatan sepasang suami-istri ini menjadi orang kudus, sambung Kardinal, jelas sekali bahwa  hidup berkeluarga adalah jalan menuju kesempurnaan kesucian, jalan  menuju kesempurnaan kasih, dan kesempurnaan hidup kristiani sama dengan jalan yang ditempuh oleh para imam, sama dengan jalan yang ditempuh biarawan dan biarawati. ***