Paskah dan Ramadan Momentum Menabur Kasih dan Toleransi

oleh -
Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Pdt. Jimmy Sormin, MA. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Bulan ini terasa amat special. Di samping selama sebulan umat Islam melaksanakan ibadah puasa, umat Kristiani juga memperingati rangkaian Trihari Suci.  Dua peristiwa ini menjadi momentum bagi kedua umat beragama dan seluruh umat pada umumnya untuk terus memupuk cinta kasih dan toleransi sembari membuang arogansi beragama, untuk meraih kemenangan diri.

Sama halnya seperti yang dikatakan Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI)  Pdt. Jimmy Sormin, MA, ia menilai sukacita kedua umat beragama dalam peringatan Ramadan dan Trihari Suci Paskah akan sia-sia tatkala umat masih belum bisa memenangkan diri dari nafsu, kebodohan, egoisme, dan arogansi beragama.

“Karena sia-sia perayaan kerohanian ini jika kita masih saja membangun kebencian, membangun dan mempertahankan ego, sia-sialah perayaan bulan suci kalau kita masih belum menang atas segala ego kita,” ujar Pdt. Jimmy Sormin, MA di Jakarta, Kamis (14/4/2022).

Ia melanjutkan, dalam konteks kekristenan, Trihari Suci khususnya dalam momen Jumat Agung sejatinya dimaknai sebagai momen untuk mengingat pengorbanan Kristus di kayu salib untuk menebus serta menyelamatkan manusia dari kuasa dosa. Bahwa cinta kasih dibuktikan melalui pengorbanan.

“Hikmah yang bisa diambil dari peristiwa ini bahwa, kasih itu yang paling besar buktinya adalah pengorbanan, kita mengingat pengorbanan Kristus di kayu salib, jadi peristiwa kebahagiaannya itu justru di Paskah, ketika manusia diselamatkan dari kuasa dosa,” terangnya seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.

Dijelaskannya, pengorbanan yang dilakukan Yesus sejatinya menunjukkan cinta kasihnya kepada umat yang tak bersyarat yang melampaui segala yang ada di dunia ini. Sehingga pendeta Jimmy berpendapat, umat Kristen harus bisa meneladani sikap mau berkorban untuk sesama, mengampuni, meminta maaf, serta berbagi dengan apa yang ada diri kita, berbagai kepada yang lemah sebagai bentuk pengorbanan.

“Jika kita tidak mampu mengampuni orang yang bersalah dengan kita, alangkah egoisnya jika tidak bisa melepaskan segala keangkuhan dari dalam diri kita. Kalau Tuhan saja mau berbuat demikian (pengorbanan), mengapa kita tidak berupaya,” jelasnya.

Karena itu, pria yang pernah menempuh Ilmu Teologi di Universitas Kristen Satya Wacana ini menjelaskan dalam konteks perayaan kerohanian kedua umat beragama, hendaknya dapat memanfaatkan untuk mengintropeksi diri, serta berbenah diri menghayati hubungan dengan sesama umat dan sesama manusia.

“Jadi ambil waktu untuk berkontemplasi, untuk mengintropeksi diri, bagaimana kita membangun semangat cinta kasih, saling toleransi. Di momen ini kita mengupayakan mengontrol arogansi kita, egosentrisme, mengontrol diri agar  menjadi lebih baik,” tuturnya.

Untuk membangun cinta dan toleransi, Jimmy menilai perlu kesungguhan dari setiap individu sebagai masyarakat Indonesia yang hidup ditengah keberagaman. Sehingga perdamaian dan kerukunan bukan hanya sebuah kamuflase, namun tertanam dalam karakter dan keseharian umat.

“Membangun cinta dan toleransi itu butuh pengorbanan dan kesungguhan, sehingga cinta dan toleransi bukan hanya kamuflase dan seremonial yang menunjukkan kalau kita damai dan rukun di hadapan publik dan media, tapi harus dalam keseharian kita,” kata Jimmy.

Sehingga di momen yang penuh sukacita ini, Jimmy menilai perlu adanya peran dari pemerintah dan tokoh agama untuk terus menjaga kerukunan umat serta untuk membangun cinta kasih agar umat menang atas segala ego diri, memutus semua mata rantai kebencian atau segala arogansi tadi demi menyongsong Indonesia yang adil, aman damai dan berkemajuan.

“Disini tokoh agama harus bisa sama-sama merendahkan hati bersama pemerintah, membangun niatan itu (cinta kasih, memenangkan egoisme diri dan segala arogansi) dan mengimplementasikan niatan baik yang diharapkan dari peristiwa kerohanian ini,” ujar pria yang mendapatkan gelar Master dari Universitas Gadjah Mada ini.

Terakhir, Jimmy berpesan kepada segenap umat beragama untuk bersama membangun tatanan kehidupan yang berkeadaban, sebagaimana peristiwa Ramadan dan Paskah mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi, bukan pribadi yang mundur dalam cara berpikir maupun dalam beriman.

“Marilah kita mengambil momentum ini untuk saling membangun, berbagi, berkolaborasi, menyumbangkan, mengkontribusikan energi positif kita untuk kemaslahatan, karena ketika kita bisa hidup rukun dan damai maka pasti kesejahteraan, kemajuan bangsa akan mungkin bagi kita,” pungkas Jimmy. ***