Pemerintah Perlu Lakukan “Revolusi Milenial Menuju Zero Stunting”

oleh -
Ketua pendiri Asa Hari Depan (AHaD) DR.dr. Carmen M. Siagian.,M.S.,SpGK (tengah) dalam diskusi diskusi Pemberdayaan Masyarakat bersama Posyandu dan Posbindu Grande, Sukaresmi, Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu 19 Januari 2022. (Foto: Ist)

Bogor, JENDELANASIONAL.ID — Pemerintah Indonesia tengah menghadapi tantangan di berbagai sektor yang urung teratasi, diantaranya adalah masalah kesehatan, khususnya pada anak, penanggulangan gizi buruk dan stunting atau gagal tumbuh.

Ketua pendiri Asa Hari Depan (AHaD) DR.dr. Carmen M. Siagian.,M.S.,SpGK yang juga ahli gizi klinik mengatakan guna menanggulangi anak gagal tumbuh atau stunting, pemerintah perlu melakukan “Revolusi Milenial Menuju Zero Stunting”, terutama pemberian gizi seimbang di masa pandemi Covid 19 ini.

“Jadi pencegahan tidak hanya bagi ibu hamil saja, mulai dari anak remaja sudah harus dibekali pengetahuan atau stunting akan hal ini, untuk menuju zero stunting,” kata Carmen dalam diskusi Pemberdayaan Masyarakat bersama Posyandu dan Posbindu Grande, Sukaresmi, Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu 19 Januari 2022.

Kata dia bila tidak ditangani sesegera mungkin, ini akan menjadi ancaman terhadap kualitas manusia Indonesia, terutama terhadap kemampuan daya saing. Jadi, penurunan angka stunting tentu bukan menjadi tanggung jawab satu instansi, tapi semua pihak.

“Karena mereka akan tumbuh besar dan bakal calon pemimpin di masa depan, karena itu target goals manusia unggul 2045, dan saat ini pemerintah tengah mencanangkan target penurunan angka balita stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024 keluar dari kasus stunting,” ungkap peneliti ahli gizi klinik tersebut.

Dia menjelaskan dampak stunting akan menurunkan kemampuan motorik, fisik dan intelektual anak. Pasalnya stunting berhubungan dengan pertumbuhan otak. Sebabnya mulai dari usia nol bulan sampai 2 tahun sang anak harus dideteksi.

“Kalau pertumbuhan otak berkurang maka IQ-nya turun tidak mencapai maksimal, maka akan berdampak pada ekonominya, dan bonus demografi akan sulit untuk tembus dalam pembangunan manusia yang unggul berdaya saing, jika tidak diantisipasi dari sekarang ini,” tuturnya.

Karena itu alumni doktor dari Kedokteran Universitas Indonesia itu pun mengapresiasi langkah pemerintah Kota Bogor yang tanggap untuk menurunkan angka stunting di wilayahnya. Bahkan dirinya memuji Pemkot Bogor yang menargetkan penurunan stunting di angka 10 persen bahkan 7 persen hingga tahun 2024.

“Ini luar biasa kerja bagus Pemerintah Kota Bogor sudah melangkah duluan, target konsentrasi penurunan angka stunting hingga 7,44 persen. Sementara pemerintah pusat target 14 persen. Wali Kota dan jajaran Dinkes-nya jeli melihat ini,” ucap dokter Carmen.

Karena itu dia menghimbau kader posyandu dan posbindu sebagai garda terdepan ikut membantu program tersebut, karena penurunan stunting ini bukan masalah pemerintah saja, tapi  masyarakat Indonesia.

“Sebabnya untuk mencapai zero stunting, sedini mungkin diberi edukasi kepada putri remaja kita, karena mereka bakal menjadi ibu. Ayo mari beri makanan gizi sehat yang cukup,” imbau Dosen Fakultas Kedokteran UKI tersebut.

Dia menambahkan dalam menanggulangi stunting perlu diingat program 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yang dimulai sejak dari fase kehamilan, 270 hari, hingga ditambahkan ketika anak lahir dari usia nol tahun hingga berusia 2 tahun atau 730 hari.

 

Program Taleus Bogor

Sementara Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Bogor dr. Siti Robiah Mubarokah yang hadir ditengah diskusi bersama kader posyandu Kelurahan Sukaresmi ini menambahkan angka penurunan stunting di Kota Bogor tahun 2021 mencapai 10 persen.

“Data dari Pusat Statistik Agustus 2021 angka stunting di 12 kelurahan lokus mengalami penurunan, ada dua kelurahan masih di atas 10 persen, dan diharapkan penurunan percepatan lebih digalakan,” ucap dokter Siti Robiah.

Dia menjelaskan setidaknya ada 84 ribu balita di Kota Bogor, yang kena stunting sekitar 5,392 anak balita terdiri dari anak pendek dan sangat pendek, untuk kecamatan Tanah Sareal dari 11 kelurahan ada 4 kelurahan ditemukan angka stunting diatas 10 persen.

“Sementara di Kelurahan Sukaresmi menurut informasi ditemukan 41 anak yang berstatus stunting atau sekitar 4,5 persen, itu paling rendah. Jadi, Sukaresmi tidak termasuk diatas 10 persen,” tuturnya.

Kendati demikian, kata Siti Robiah, untuk menuju zero stunting di Kota Bogor, pemerintah tetap melakukan upaya pencegahan dengan pendekatan intervensi yang spesifik mulai dari pemenuhan gizi kepada remaja perempuan, ibu hamil dan menyusui.

“Remaja selalu diingatkan dengan gizi seimbang, juga kader posyandu keliling memberikan penambahan darah di lingkungan kader posyandu tersebut,” ungkapnya.

Untuk mencegah dan menurunkan kejadian stunting, pemerintah Kota Bogor telah meluncurkan program “Tanggap Leungitkeun Stunting” (Taleus Bogor).

Inovasi Taleus Bogor itu sebagai upaya menurunkan angka anemia kepada remaja putri, edukasi kepada calon pengantin tentang 1000 HPK, pemberian ASI ekslusif, makan bayi dan anak dan pengetahuan gizi seimbang.***