Pencoretan Nama OSO, KPU Diminta Pertimbangkan Fakta Hukum

oleh -
Pengamat Politik dari Lembaga Analisis Politik Indonesia, Maksimus Ramses Lalongkoe. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.COM — Pencoretan nama Oesman Sapta Odang atau yang biasa dikenal OSO dari Daftar Calon Tetap (DCT), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus menuai polemik di tengah masyarakat.

Pengamat Politik dari Lembaga Analisis Politik Indonesia, Maksimus Ramses Lalongkoe mengatakan, terjadinya polemik pencoretan nama Ketua Umum Partai Hanura itu dinilai wajar sebab, OSO telah mengantongi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan putusan Mahkamah Agung, sementara pihak KPU bertahan dengan putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang melarang ketua umum partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD.

“Saya pikir wajar kalau terjadinya polemik pencoretan nama Pak OSO apalagi beliaukan juga sudah mengantongi putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan putusan Mahkamah Agung, sementara pihak KPU masih bertahan putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang melarang Ketua Umum Partai Politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD, hal itulah yang jadi perdebatannya,” kata Ramses kepada wartawan di Jakarta, Jumat (1/2/2019).

Menurut Ramses, pelemik ini juga terjadi karena publik melihat adanya fakta hukum dan dugaan intervensi politik dalam proses pencalonan Ketua DPD RI itu.

“Polemik melebar karena ada fakta hukum dan dugaan intervensi politik sehingga terjadi kehilangan hak politik pak OSO,” ujar Ramses.

Untuk itu Ramses menyarankan KPU agar kembali mempertimbangkan fakta-fakta hukum sehingga proses demokrasi pada Pemilu 2019 berjalan lancar tanpa adanya intrik-intrik politik yang menghilangkan hak politik warga negara.

“Saya sarankan ke KPU agar kembali pertimbangkan fakta-fakta hukum yang ada supaya proses demokrasi Pemilu 2019 kali ini berjalan lancar tanpa adanya intrik-intrik politik yang menghilangkan hak politik warga negara, yang justru mencederai demokrasi itu sendiri,” jelas Dosen Universitas Mercu Buana Jakarta ini. (Ryman)