Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Jarak Jauh

oleh -
FoKus -- Forum Diskusi -- ISKA Channel yang mengusung tema “Tantangan Pendidikan di Indonesia pada Masa Pandemi dan Pascapandemi”, yang dilaksanakan oleh Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) pada Jumat (23/4). (Foto: JN)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Pandemi virus Corona memaksa semua pihak untuk mengubah cara hidup baru dalam berbagai kehidupan. Dalam bidang ekonomi misalnya, orang mulai banyak melakukan transaksi secara daring (online). Dalam dunia pekerjaan umumnya, kita diperkenalkan dengan istilah work from home (bekerja dari rumah). Demikian pun dalam dunia pendidikan pemerintah memperkenalkan istilah pendidikan jarak jauh (PJJ).

Memang pekerjaan, termasuk pendidikan jarak jauh, membuat pekerjaan menjadi lebih efisien dan efektif. Karena orang tidak menghabiskan waktu lagi untuk melakukan perjalanan di tengah kemacetan sebuah kota. Demikian pula, siswa tidak perlu lagi menempuh jarak ke sekolah. Handphone mereka cukup dilengkapi pulsa data, maka bisa dilakukan pendidikan secara jarak jauh.

Kelihatannya semua hal menjadi efektif dan efisien di tengah perubahan seperti itu. Namun, ada sesuatu yang hilang di balik perubahan cara hidup (pendidikan) yang demikian.

Dunia pendidikan kita dilanda perubahan besar menyusul pandemi Covid-19 tersebut. Metode belajar – mengajar secara tatap muka dihentikan di semua  jenjang, digantikan  pola dalam jaringan (daring). Semua berlangsung mendadak, tanpa persiapan dan serba coba-coba.

Perubahan ini melahirkan pertanyaan besar. Generasi penerus Indonesia seperti apa yang  akan dilahirkan model pendidikan virtual? Bagaimana pula dengan pembentukan karakter anak yang dihasilkan dari pola pendidikan jarak jauh seperti itu?

Bagaimana pula cara menanamkan pendidikan karakter anak di tengah pendidikan jarak jauh tersebut? Bukankah pendidikan karakter mengandaikan adanya pendekatan personal (personal touch) antara pendidik dan anak didik?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul dalam sesi diskusi dalam acara FoKus —  Forum Diskusi   — ISKA Channel  yang mengusung tema “Tantangan Pendidikan di Indonesia pada Masa Pandemi dan Pascapandemi”, yang dilaksanakan oleh Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) pada Jumat (23/4).

Diskusi ini menampilkan tiga tokoh yang juga dilakukan secara daring antara lain anggota DPR RI dari Komisi X, Dr. Drs. Adrianus Asia Sidot, M.Si.,  Direktur Sekolah Menengah Pertama  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Drs. Mulyatsyah, dan Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Mentawai Motisokhi Hura.

 

anggota DPR RI dari Komisi X, Dr. Drs. Adrianus Asia Sidot, M.Si. (Foto: JN)

PJJ Memperkaya Metodologi Pembelajaran

Dalam sesi tanya jawab, Adrianus mengatakan, PJJ memperkaya metodologi pembelajaran siswa. Karena itu, teknologi yang semakin berkembang membuat pendidikan akan semakin baik dan berkembang pula.

“PJJ ini dengan adanya perkembangan teknologi ke depan maka akan semakin baik. Tergantung peran para sisiswa atau anak didik. Jika anak didik serius menempuh pendidikan jarak jauh tersebut maka tidak akan kalah jauh dengan pendidikan tatap muka. Karena itu, learning lost-nya juga semakin akan terus diperbaiki ke depan,” ujarnya.

Karena itu, ada pemikiran untuk memasukkkan PJJ dalam UU Sisdiknas yang akan direvisi. Pendidikan Jarak Jauh diharapkan bisa menjadi salah satu metode pembelajaran ke depan.

“Yang paling baik itu mix system, saling melengkapi. Pada saat diperlukan online learning ya dilakuka itu. Kalau pendidikan secara online sudah masuk dalam UU Sisdiknas maka menjadi sebuah kewajiban. Karena itu, kami akan merumuskan di pasal UU Sisdiknas tentang PJJ itu,” ujarnya.

Motisokhi Hura mengatakan pendidikan jarak jauh untuk Kepulauan Mentawai lebih banyak mendatangkan kesulitan, baik bagi guru maupun bagi siswa.

Menurutnya, selama masa Pandemi Covid 19 ini, proses pendidikan di Kepulauan Mentawai sangat terganggu. Kondisi ini sangat berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia, apalagi di kota-kota besar.

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), katanya, dilaksanakan secara luring, yaitu kurang lebih 90%. Prosesnya adalah guru menyiapkan bahan ajar, termasuk tugas, dan diberikan kepada siswa sesuai jadwal yang ditetapkan oleh sekolah. Tiap hari siswa datang ke sekolah untuk menerima bahan ajar dan juga mengumpulkan tugas.

“Sedangkan KBM daring cuma bisa dilaksanakan di kota kabupaten, itu pun tidak merata di semua lembaga pendidikan, karena jaringan internet pun terbatas. Maka salah satu cara yang dipakai adalah guru harus mengunjungi siswa. Para siswa harus dikumpulkan di salah satu tempat untuk bisa menjalani KBM  kunjungan tersebut,” ujarnya.

Ke depan, selain jaringan intenet, Kepulauan Mentawai juga listrik maupun jalan.

Salah satu persoalan lain di Kepulauan Mentawai, katanya, yaitu adanya guru yang berasal dari luar Mentawai. Masalahnya adalah ketika beberapa tahun mengajar di Mentawai, mereka meminta pindah ke daerahnya. “Guru Garis Depan, (GGD) itu dia hanya dua atau tiga tahun saja mengajar. Tetapi setelah itu, dia minta pindah. Karena itu, kami minta putra-putri daerah Mentawai yang direkrut di sini,” ujarnya.

Karena itu, katanya, masyarakat harus diberikan pilihan antara menjalankan pendidikan jarak jauh dan pendidikan dengan tatap muka.

Direktur Sekolah Menengah Pertama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Drs. Mulyatsyah. (Foto: JN)

Direktur SMP Kemendikbud, Mulaytsa mengatakan Pandemi Covid 19 ini merupakan musibah bagi seluruh umat manusia. Karena itu, harus disikapi dengan semangat optimistis. “Karena itu, anak-anak harus kita maksimalkan kemampuannya dalam pembelajaran, apa pun caranya,” ujarnya.

Mulaytsa mengatakan, ada sejumlah dampak psikologis KBM jarak jauh bagi anak-anak, antara lain mereka merasa jenuh karena terus berada di rumah. Karena itu, banyak di antara mereka juga yang terpaksa putus sekolah.

Selain itu ada dampak sosiologis. Misalnya, orang-orang mulai bertanya, di mana peran pemerintah, di mana peran guru dan masyarakat.

Semua hal itu adalah tantangan bagi pendidikan kita saat ini. “Dan yang paling mengkhawatirkan kita adalah risiko ketertinggalan pembelajaran anak-anak, alias ‘lost learning’ bagi anak-anak kita. Ini adalah tantangan terberat kita saat ini. Tapi kita tidak boleh duduk diam. Harus ada kerja sama yang sinergis antara pemerintah, guru, orang tua dan masyarakat,” ujarnya.

Mulaytsa mengatakan, secanggih apa pun alat teknologi, tidak mampu menyaingi metode pembelajaran tatap muka, karena metode pembelajaran tatap muka, jauh lebih efektif.

“Oleh karena itu, sehebat apa pun guru, guru harus bersosialisasi langsung dengan siswa,” ujarnya.

Karena itu, ke depan pihaknya akan mengembangkan sarana berupa teknologi komunikasi secara bertahap untuk semua daerah yang terpencil, termasuk di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatra Barat.

Dia optimistis, apabila dijalankan secara bersama-sama, semua program akan berjalan baik. “Kami dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus membantu dari aspek penggunaan pembelajarannya. Demikian pula peran dari dunia industri, masyarakat dan pemerintah daerah, harus membantu dari segi sarana internet dan listrik,” ujarnya.

Dia mengatakan, seperti diumumkan oleh Mendikbud, pembelajaran tatap muka kembali dibuka pada Juni 2021 mendatang. Namun tentu dengan mempertimbangkan kondisi daerah dan tetap atas seizin orang tua siswa.

 

Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Mentawai Motisokhi Hura. (Foto: JN)

Pendidikan Karakter

Mengahadapi model pendidikan jarak jauh tersebut muncul pertanyaan bagaimana menanamkan pendidikan karakter dalam diri siswa.

Adrianus mengatakan pendidikan karakter tersebut menjadi salah satu fokus pembicaraan di Komisi X. Pendidikan karakter harus dilakukan dalam konteks membangun karakter bangsa. Karena itu, ada konsep tentang Pendidikan Pancasila.

Adrianus mengatakan dalam sistem pendidikan tersebut bisa ditanamkan pendidikan karakter selama ada sistem campuran (mix) antara sistem pendidikan jarak jauh dan tatap muka.

“Dalam pandangan saya, karakter seseorang bisa terbangun dengan catatan, kita tetap memberlakukan mix system antara tatap muka dengan PJJ. Keduanya harus diseimbangkan,” ujarnya.

Menurutnya, internalisasi nilai-nilai karakter tersebut bisa dilakukan dengan visualisasi nilai-nilai pembelajaran.

“Internalisasi nilai-nilai dalam PJJ itu bisa dilakukan dengan visualisasi nilai-nilai pembelajaran. Hanya pertanyaannya efektif atau tidak, tentu kita harus melakukan penilaian lebih lanjut,” ujarnya.

Motisokhi Hura mengatakan, orang tua mengharapkan sekolah menjadi tempat penanaman nilai-nilai pendidikan karakter anak. Namun, karena pandemi, maka orang tua harus menjadi tumpuan pendidikan karakter anak.

Demi berjalannnya pendidikan karakter yang dilakukan orang tua, katanya, maka guru dianjurkan untuk tidak memberi tugas terlalu banyak kepada siswa.

“Karena itu, guru jangan beri pekerjaan yang banyak. Biarkan saja orang tua, atau kakak sang siswa di rumah yang memberi pekerjaan kepada anak atau adiknya. Karena merekalah yang paling tahu tentang anak-anaknya,” ujarnya.

Pendidikan merupakan jembatan emas bagi kemajuan dan kesejahteraan sebuah bangsa. Karena itu, semua pihak, harus ikut ambil bagian dalam pendidikan.

“Dalam kondisi seperti sekarang ini, maka pemerintah, masyarakat, termasuk kami di DPR, harus menaruh perhatian besar bagi perbaikan secara mendasar, merekonstruksi, mereformasi sistem pendidikan kita sehingga mampu menjawabi tantang terkini. Mari kita semua berkontribusi, termasuk melalui perubahan UU Sisdiknas yang akan direvisi,” ujar Adrianus.

Motisokhi Hura mengharapkan pemerintah dan DPR memperhatikan daerah 3T dalam revisi UU Sisdiknas tersebut.

Sementara Mulyatsyah mengatakan dalam menghadapi masalah, dibutukan kebersamaan dalam membangun bangsa ini, termasuk membangun pendidikan. “Kata kuncinya dalam menghadapi masalah bangsa ini kita mesti bersatu. Pendidikan akan selalu ada. Karena itu, mari kita terus menyemangati para guru, dan mereka yang bekerja di daerah-daerah terpencil,” pungkasnya. (Ryman)