Pengajaran Pancasila Bukan Sekadar Transfer Materi, Namun Juga Rasa, Nilai dan Keteladanan

oleh -
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila di lingkungan pendidikan dan tenaga pendidikan di Kata Singkawang, pada Rabu (14/3). (Foto: Ist)

Singkawang, JENDELANASIONAL.ID – Keberadaan Singkawang sebagai kota paling toleran pada tahun 2022 versi Setara Institute dengan nilai indeks toleransi tertinggi sebesar 6,483 memberikan beban yang tidak ringan bagi segenap unsur dan komponen pemerintahan di Kota singkawang.

Hal ini dipersulit dengan makin berkembangnya teknologi dan informasi di era digital membuat banyak sekali informasi yang kebenarannya belum terbukti dan berakhir memecah belah masyarakat dengan hoaks.

Tugas para pendidik dan tenaga pendidikan sebagai garda terdepan dalam mendidik para penerus bangsa  tentunya lebih berat karena fenomena era digital tersebut. Karena itu, perlu ada usaha terus-menerus dalam upaya melindungi anak bangsa dari racun racun globalisasi sekaligus menjaga dan melaksanakan aktualisasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari hari.

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melalui kedeputian Bidang Pengendalian dan Evaluasi Direktorat Evaluasi bersama dengan Pemerintah Kota Singkawang dalam rangka “Habitualisasi dan Aktualisasi Nilai Pancasila” di lingkungan pendidik Kota singkawang menyelenggarakan aktualisasi nilai-nilai Pancasila di lingkungan pendidikan dan tenaga pendidikan di Kata Singkawang, pada Rabu (14/3).

Dalam kegiatan yang mengundang Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Dr. Antonius Benny Susetyo ini banyak dibahas mengenai cara menuangkan nilai-nilai Pancasila dan budaya serta kearifan lokal dalam pembuatan dan penerapan kebijakan khususnya yang berkaitan dengan pendidikan di Kota singkawang  yang memiliki masyarakat yang beragam.

Dalam kegiatan yang diselenggarakan secara hybrid  ini Benny memaparkan  bahwa  Pancasila harus menjadi ideologi yang hidup dan bekerja.

“Pancasila harus dapat menjadi nilai keutamaan yang hidup dan berkembang  dalam masyarakat  serta diaktualisasikan dengan baik dalam pembuatan kebijakan,” ujar Benny.

Usaha ini, kata Benny, akan membuat Pancasila  terhabituasikan dengan baik  dan benar-benar terlaksana dalam  budaya, karakter dan aktivitas masyarakat sehari hari.

Oleh karena itu perlu dilakukan interaksi berbasis afeksi dan tidak terjebak pada hal kognitif yang dapat diakses dengan mudah melalui teknologi. “Interaksi antara guru dan peserta didik diharapkan tidak lagi terjebak dalam pengajaran bersifat doktrinal namun benar-benar praktek nyata dalam kehidupan sehari hari,” katanya.

Benny juga menyatakan bahwa dalam pembuatan kebijakan pemerintah harus dan perlu memperhatikan adanya rasa dan jiwa yang terangkum dalam nilai Pancasila. Kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah tidak boleh mengingkari nilai-nilai Pancasila dan adat istiadat. Karena Pancasila adalah kesepakatan, maka Pancasila harus menjadi acuan dalam perencanaan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan oleh pemerintah.

Para pembuat kebijakan, kata Benny, hendaknya benar-benar memperhatikan nilai-nilai Pancasila dan perkembangan masyarakat. “Aspek manusia sebagai individu yang tercantum dalam Pancasila melalui nilai ketuhanan dan nilai kemanusiaan perlu diimbangi dengan aspek kesosialan manusia seperti yang terangkum dalam sila ketiga, keempat dan kelima yaitu nilai persatuan, demokrasi dan sosial. Dengan memperhatikan hal tersebut dan nilai-nilai luhur kearifan lokal niscaya manusia Indonesia yang berbudaya  dan ber-Pancasila niscaya dapat diraih,” kata Benny.

Dalam acara yang dihadiri para guru dan Kepala Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama se-Kota singkawang itu, Benny menyatakan bahwa sudah seharusnya kita tidak semata-mata menghargai nilai akademis, tetapi juga menghargai nilai-nilai baik yang dijunjung oleh para peserta didik.

“Nilai-nilai seperti kejujuran, tolong menolong dan integritas merupakan hal yang berharga, karena sesungguhnya pengajaran Pancasila bukan sekadar transfer materi saja, namun transfer rasa, nilai dan keteladanan yang tidak hanya dibuktikan dengan tingginya nilai saja namun juga mendarah dagingnya Pancasila  dalam berkehidupan sehari hari,” imbuhnya.

“Karena itu, pembangunan karakter para peserta didik dengan menanamkan nilai- nilai Pancasila dan kearifan lokal diharapkan mampu mempersiapkan mereka menjadi individu yang bertindak global namun berpikir lokal,” pungkas Benny. ***