Pengamat: Kiriman Pasukan Militer Tak Selesaikan Masalah di Papua

oleh -
Pengamat Politik dari Lembaga Analisis Politik Indonesia (L-API), Maksimus Ramses Lalongkoe. (Foto: Antaratv)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Pengamat Politik dari Lembaga Analisis Politik Indonesia (L-API), Maksimus Ramses Lalongkoe mengatakan embarkasi pasukan keamanan ke Papua dan Papua Barat tak akan menyelesaikan masalah primer, meskipun kondisi Papua dan Papua Barat saat ini telah kembali normal.

Sebab pendekatan dengan mengirim aparat keamanan ke Papua dan Papua Barat hanya untuk menciptakan ketenangan sesaat, karena akar masalah utamanya tidak diselesaikan secara komprehensip.

“Embarkasi atau kiriman pasukan keamanan ke Papua dan Papua Barat itu tak akan selesaikan masalah primernya, meskipun kondisi Papua dan Papua Barat saat ini telah kembali normal. Pendekatan dengan mengirim aparat keamanan ke Papua dan Papua Barat hanya untuk ciptakan ketenangan sesaat, karena akar masalah utamanya tidak diselesaikan secara komprehensip,” kata Ramses kepada wartawan di Jakarta, Minggu (8/9/2019).

Menurut Dosen Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta ini, gejolak yang sudah terjadi sebelumnya di Papua dan Papua Barat, bukan karena semata-mata karena solidaritas akibat tindakan persekusi dan tindakan rasial yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur, menjelang hari kemerdekaan RI 17 Agustus. Tapi bisa jadi ada persoalan lain di tanah Cendrawasi sehingga masyarakat Papua marah.

Lebih lanjut mantan jurnalis antv ini mengatakan, pemerintah harus mengubah total pendekatan penyelesaian masalah di Papua dengan memfokuskan pada berbagai isu utama seperti stunting, busung lapar, isu SARA, persekusi, risiko lingkungan akibat eksploitasi sumber-sumber daya alam, isu pelanggaran HAM dan lain-lain.

Selain itu juga lanjut Ramses, perlu adanya evaluasi atau reevaluasi dan kajian terhadap implementasi Otonomi Khusus (Otsus) di Papua, misalnya terkait jaminan kehidupan yang layak, pengakuan dan perlindungan hal-hal khusus dari Papua yakni masyarakat Papua dan lingkungannya.

Pilihan paradigma lain juga tambah Ramses, terkait ketertiban dalam bentuk keadilan dengan mengedepankan penegakan hukum sehingga zona yang mungkin pernah mengalami trauma masa penerapan Daerah Operasi Militer (DOM) seperti Aceh dan Timor-Timur membutuhkan pemulihan dan perlindungan hak-hak dasar rakyat dan HAM menurut UUD 1945.

Ramses juga mengkritisi upaya segelintir warga Papua yang menyuarakan gerekan referendum untuk memisahkan diri dari Indonesia. Upaya tersebut merupakan pendekatan yang justeru menghancurkan masa depan Pupua sebab pemerintah sudah serius membangun Papua melalui berbagai program.

Sesuai fakta sejarah lanjut Ramses Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengakui Papua sebagai bagian dari Indonesia dan keputusan itu dilakukan melalui referendum sehingga tahun 1969, rakyat Papua memilih tetap dalam lingkungan Republik Indonesia.

“Soal segelintir warga Papua yang suarakan gerekan referendum untuk misahkan diri dari Indonesia, cara itu merupakan pendekatan untuk hancurkan masa depan Pupua sebab pemerintah sudah serius membangun Papua melalui berbagai program. Apalagi fakta sejarah PBB telah mengakui Papua sebagai bagian dari Indonesia dan keputusan itu dilakukan melalui referendum sehingga tahun 1969, rakyat Papua memilih tetap dalam lingkungan Republik Indonesia,” jelas Ramses.

Untuk itu ia berharap masyarakat Papua tetap mempertahankan fakta sejarah tersebut sebagai pegangan sehingga tidak mudah terprovokasi keinginan segelintir pihak yang justeru merusak masa depan Papua. (Ryman)