Penguatan Toleransi dan Moderasi Beragama Jadi Prioritas di Tahun 2022  

oleh -
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Sebagaimana semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, yang bertujuan untuk mempersatukan perbedaan dan keragaman suku, ras, agama dan budaya Indonesia, maka sudah sepatutnya masyarakat bangsa Indonesia ini menyadari pentingnya kembali kepada budaya luhur bangsa.

Karena itu, masyarakat harus menghargai perbedaan dengan menyudahi perselisihan dan pembenaran akan tindakan ektremisme demi keutuhan ibu pertiwi. Untuk itu perlu adanya penguatan toleransi dan moderasi beragama bagi masyarakat agar tidak terjadi praktek intoleransi.
Tokoh Rohaniawan Agama Katolik, Pastor Antonius Benny Susetyo mengungkapkan bahwa di tahun 2022 penguatan toleransi harus menjadi prioritas yang terus digalakkan agar tidak lagi terjadi praktik intoleransi. Hal tersebut dilakukan dengan membuka musyawarah mufakat, mencari titik temu dan memberikan pemahaman agama secara utuh kepada masyarakat demi mewujudkan perdamaian antar sesama umat di negeri ini.

“Ini membantu seseorang untuk mencintai, menghargai dan menerima perbedaan itu sebagai rahmat. Juga memberikan pemahaman bahwa perbedaan keyakinan tidak membuat jarak, namun justru mempersatukan untuk saling menghargai meskipun berbeda,” ungkap Antonius Benny Susetyo di Jakarta, Kamis (6/1/2021).

Meskipun menurutnya, persoalan intoleransi memang kerap terjadi dalam lingkungan masyarakat majemuk, hal tersebut juga dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman beragama seseorang yang tidak memaknai agama secara utuh.

“Intoleransi persoalan agama dari masing-masing individu yang memahami agama tidak secara utuh, tetapi harus dilihat bahwa ini adalah fakta yang terjadi di berbagai tempat diseluruh belahan dunia,” jelas pria yang akrab disapa Romo Benny ini seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.
Bahkan dirinya juga mengungkapkan keprihatinannya akan adanya praktik-praktik intoleransi yang salah satunya adalah perenggutan hak untuk beribadah. Karena itu, dirinya berharap di tahun 2022 ini bisa menjadi awal baru dimana nilai toleransi sebagai nilai kemanusiaan yang universal dapat tergugah.

“Saya berharap, di tahun 2022 ini toleransi dapat menjadi hal yang mempengaruhi cara berpikir, bertindak dan bernalar. Sehingga kita dapat beragama sesuai jaminan konstitusi dimana semua orang berhak menjalankan agama, dan saya berharap pelarangan (beribadah) itu tidak terjadi lagi,” ujar

Cegah Tindakan Intoleransi

Pria kelahiran Malang 10 Oktober 1968 silam ini mengungkapkan pentingnya melakukan pencegahan tindak intoleransi dalam rangka mengembalikan karakter luhur bangsa yang hidup rukun berdampingan dalam bingkai toleransi.

Hal tersebut pertama, dilakukan dengan menegakkan regulasi. “Saya rasa yang pertama, yaitu perlu ditegakkan regulasi, dimana hukum menjadi supremasi. Jadi kalau ada kasus intoleransi yang tidak sesuai dengan UUD 45 dan Pancasila itu harus diproses dan ditindak,” ujarnya.

Kedua, lanjutnya, penyesaianan melalui musyawarah mufakat melalui dialog, saling pengertian, saling memahami, yang mendorong kesadaran untuk kembali menjadi saudara sebangsa dan setanah air.

“Dengan kesadaran tersebut, akan terbangun kehidupan yang guyub, rukun serta masyarakat dapat meluapkan aksi bela rasa yang lemah dan tersisih, juga menyadari nilai kemanusiaannya,” ungkap pria yang aktif di berbagai dialog antarumat beragama dan kajian-kajian lainnya di Indonesia ini.

Alumni Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Widya Sasana Malang ini juga memandang pentingnya moderasi beragama sebagai jembatan nilai-nilai toleransi. Ia menyebut moderasi beragama sudah bukan hal baru bagi bangsa ini.

“Moderasi itu sudah tidak asing bagi bangsa Indonesia, dari moderasi akan menghasilkan umat yang toleran terhadap perbedaan. Moderasi juga menjadi bagian dari ekspresi dari cara berbicara bangsa Indoensia untuk hidup berdampingan,” jelas  salah satu pendiri Pergerakan Manusia Merdeka bersama alm KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Benny juga menyampaikan, perlunya program dan upaya yang simultan untuk memaksimalkan program pemerintah terkait moderasi beragama untuk membangun budaya toleransi di tengah masyarakat. Menurutnya, strategi percepatan moderasi beragama dapat dimulai dari lingkup pendidikan.

“Melalui pendidikan. Ini dimulai dari pendidikan keluarga yang mana kita mengenalkan bahwa perbedaan itu indah, dan dikenalkan bahwa Indonesia itu terdiri dari berbagai suku, ras dan agama. Lalu juga melalui pendidikan di sekolah,” ujar Romo Benny.

Kedua, memaksimalkan potensi dunia digital, yang menurutnya dapat dilakukan dengan cara memperbanyak konten moderasi dan praktik kehidupan beragama serta konten dalam konteks budaya dan Pancasila.

“Sehingga (melalui konten digital), banyak memperkenalkan indahnya keragaman, kerjasama, kolaborasi meskipun berbeda bisa hidup rukun. Banyak praktek positif di berbagai daerah Indonesia yang bisa diangkat,”ungkap pria yang juga Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini.

Terakhir, Benny juga menyampaikan pentingnya dukungan dan peran dari para tokoh agama maupun tokoh masyarakat untuk ikut bergerak mendorong percepatan moderasi beragama di Indonesia untuk mewujudkan 2022 sebagai tahun toleransi dan moderasi beragama.

“Peran tokoh sangat penting, mereka harus bisa mengaktualisasikan nilai-nilai kemajemukan dan keragaman menjadi habitus bangsa, artinya dalam khotbahnya harus memberikan kesejukan, komitmen kepada kutuhan hidup berbangsa dan bernegara. Maka tokoh agama menjadi kekuatan besar untuk mempromosikan moderasi beragama dalam kehiudpan sehari-hari,” pungkas Romo Benny. ***