Perguruan Tinggi di Indonesia Harus Jadi Agen Moderasi Beragama  

oleh -
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen. Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, pada acara peresmian Monumen Moderasi Beragama di Kampus 2 IAIN Metro, Lampung, Jumat (17/12/2021) siang. (Foto: Ist)

Metro, JENDELANASIONAL.ID — Monumen Moderasi Beragama di Kampus 2 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro, Lampung merupakan cerminan dalam mewujudkan toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Untuk itu seluruh civitas akademika utamanya dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dan juga seluruh Universitas / Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia harus bisa menjadi agen beragama yang moderat, agen perdamaian, agen persatuan serta selalu mencintai bangsa dan negara.ini

Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen. Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, pada acara peresmian Monumen Moderasi Beragama di Kampus 2 IAIN Metro, Lampung, Jumat (17/12/2021) siang. Kehadiran Direktur Pencegahan BNPT pada peresmian Monumen Moderasi Beragama tersebut mewakili Kepala BNPT, Komjen Pol. Dr. Drs. Boy Rafli Amar, MH, yang berhalangan hadir.

“Karena hanya dengan bermoderat dalam berbangsa dan bernegara maupun beragama, maka cita-cita nasional yang tertuang di dalam konstitusi bangsa itu akan terwujud. Jadi moderasi beragama hukumnya adalah wajib Ain, karena hal tersebut dapat mewujudkan kerukunan antar umat beragama,” ujar Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid.

Lebih lanjut Direktur Pencegahan BNPT menjelaskan, keberadaan monumen moderasi beragama di kampus IAIN Metro Lampung ini adalah sebuah wujud dari hasil kreasi dan inovasi. Tentunya hal tersebut adalah ide yang sangat luar biasa dalam menanamkan nilai-nilai toleransi antar umat beragama..

“Ini patut diapresiasi oleh kita semua yang mencintai bangsa dan negara yang beragama. Karena semua agama itu mewajibkan moderat. Dan sepengetahuan saya, ini adalah monument moderasi beragama pertama yang ada di Indonesia, atau bahkan mungkin juga yang pertama kali di dunia,” ujarnya.

Dikatakan alumni Akpol tahun 1989 ini, bangsai Indonesia ini merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku, agama, ras, dan budaya. Dan tentunya keberagaman tersebut merupakan kekuatan yang dimiliki Indonesia.

Tetapi dalam implementasinya, dinamika ekspresi keberagamaan di era demokrasi terkadang berpotensi memunculkan ketegangan dan konflik antar masyarakat, antar umat beragama atau bahkan internal umat beragama. Oleh karena itu, diperlukan moderasi salah satunya moderasi beragama untuk menjaga keharmonisan bangsa.

“Moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Moderasi merupakan kebajikan yang mendorong terciptanya harmoni sosial dan keseimbangan dalam kehidupan secara personal, keluarga dan masyarakat,” ucap mantan Kabagbanops Densus 88/Anti Teror Polri ini.

Namun permasalahannya menurutnya, di dalam kehidupan bangsa dan bernegara itu sering kali  terjadi krisis spiritualitas. Dimana krisis moderasi itu artinya spiritualitas. Padahal seharusnya orang yang bisa moderat itu kalau memahami agama secara Kaffah, baik itu dari sisi imannya, fiqihnya dan ihsannya atau akhlak.

“Karena radikalisme dan terorisme itu adalah wujud atau cermin dari krisis spiritualitas dalam beragama, di mana hal itu lebih menonjolkan kepada formalitas, identitas formal keagamaan, ritualitas keagamaan, tetapi lemah di bidang spiritualitas. Selain itu lemah juga dibidang maqom Ihsan, lemah di bidang akhlakul Karimah dan budi pekerti luhur yang merupakan misi utama para nabi utusan Rasulullah Muhammad SAW,” kata mantan Wakil Komandan Resimen Taruna (Wadanmentar) Akpol ini.

Oleh karena itu menurutnya, moderasi beragama yang diwujudkan dalam bentuk monumen ini juga harus dilanjutkan dalam sebuah gerakan untuk membangun moderasi beragama dalam wujud sikap dan bangunan komunikasi berbangsa dan bernegara. Karena moderasi beragama itu adalah kewajiban dari semua agama.

“Dan saya sudah berdiskusi dan berkomunikasi dari seluruh agama terutama agama yang resmi yang ada di Indonesia, ternyata mereka dari semua agama sudah mewajibkan bahwa dalam beragama dalam berbangsa dan bernegara harus bermoderat, yang mana dalam bahasa agama tawasuth atau wasathiyah. Harus seperti itu,” ujar mantan Kapolres Gianyar ini mengakhiri.

 

Prinsip Moderasi yang Persatukan Tokoh Kemerdekaan

Presemian Monumen Moderasi Beragama ini ditandai dengan pemotongan pita dan penandatanganan prasasti sebagai penanda diresmikannya tersebut oleh Direktur Pencegahan BNPT.

Dalam kesempatan tersebut Menteri Agama RI, Yaqut Kholil Qoumas memberikan sambutan virtual pada peresmian tersebut menyampaikan bahwa prinsip moderasi inilah yang pada masa awal kemerdekaan dapat mempersatukan tokoh kemerdekaan yang memiliki ragam isi kepala, ragam kepentingan politik, serta ragam agama dan kepercayaan.

Dimana semuanya bergerak ke tengah untuk bersama-sama menerima bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai kesepakatan bersama. Kerelaan dalam menerima NKRI sebagai bentuk final dalam bernegara dapat dikategorikan sebagai sikap toleran untuk menerima konsep negara-bangsa.

“Penguatan moderasi beragama di PTKIN harus mendapat perhatian lebih, mengingat berbagai survei mengonfirmasi bahwa ada peningkatan konservatisme di kalangan civitas akademika PTKIN, meski klaim ini tidak bisa digeneralisir bagi keseluruhan kampus,” ujar Yaqutnya.

Sementara itu Rektor IAIN Metro, Dr. Siti Nurjanah, M.Ag. PIA, menjelaskan bahwa maksud dan tujuan didirikannya Monumen Moderasi Beragama di kampus 2 IAIN Metro ini adalah sebagai upaya untuk mengokohkan spirit moderasi beragama.

“Apalagi dalam rangka menyongsong Indonesia emas tahun 2045 mendatang agar bangsa Indonesia ini kokoh dalam pendiriannya bahwa Pancasila dasar 1945 Bhineka Tunggal Ika dan NKRI itu sudah finish seperti yang disampaikan Pak Ahmad Nurwakhid,” ujar Siti Nurjanah.

Siti mengungkapkan, agar peresmian monumen moderasi beragama ini dapat membawa berkah. Ia juga menjelaskan mengenai maksud bentuk monumen berbentuk bola dunia dengan teks moderasi beragama dan enam simbol rumah ibadah yang mewakili agama-agama yang ada di Indonesia.

“Mengenai posisi simbol keagamaan yang sejajar memberikan makna bahwa umat beragama, apa pun agamanya memiliki peran dan tanggung jawab yang sama dalam moderasi. Karena semua umat beragama mempunyai potensi untuk menjadi ekstrem, sekaligus juga bisa menjadi rahmat,” terangnya.

Oleh karena itu, menurut Siti, IAIN Metro dengan simbol “Monumen Moderasi Beragama” ini akan terus berupaya dalam menjalankan amanah yang ada, dimana implementasinya dalam kehidupan sehari-hari baik itu secara sendiri dalam dirinya sendiri maupun secara kelembagaan.

“Dan saya sebagai pimpinan di IAIN Metro ini mewajibkan kepada semua civitas akademika untuk senantiasa menjadi dosen, mahasiswa, maupun karyawan yang memiliki sikap moderat, tawasuth,  i’tidal dan toleransi dalam melaksanakan keagamaan di bumi persada ini,” kata Siti mengakhiri.

Peresmian ini dihadiri sebanyak 14 rektor atau pimpinan dari PTKIN yang ada di Indonesia. Di antaranya dihadiri pimpinan atau Rektor UIN atau IAIN dari Ternate, Gorontalo, Aceh, Jawa, dan juga dari wilayah Sumatera sendiri. Selain itu hadir pula para undangan dari berbagai elemen masyarakat. ***