Perlu Sanksi Adat Bagi Masyakarat Pembuang Sampah Sembarangan

oleh -
ilustrasi sampah

JAKARTA-Permasalahan sampah dunia saat ini sudah berada pada taraf yang mengkhawatirkan. Karena itu, perlu ada upaya pengendalian yang dilakukan secara sistematis.

Hasil penelitian Profesor Jambeck dkk dari University of Georgia Amerika Serikat terkait sampah plastik di lautan menempatkan Indonesia menjadi peringkat kedua sebagai penghasil sampah plastik terbesar di dunia setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dari 192 negara di dunia.

Staf Ahli Sekretaris Kabinet Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat, M. Amperawan mengatakan pengendalian sampah dapat dilakukan dengan pemberian sanksi adat terhadap masyarakat yang membuang sampah sembarangan seperti yang diberlakukan di Desa Panglipuran, Kabupaten Bangli.

Implementasi dari peraturan daerah tersebut adalah dibangunnya rig atau jaring penghalang sampah yang dibuang atau terbawa arus sungai. Rig tersebut dibangun di 3 (tiga) titik sungai, yaitu hulu, tengah, dan hilir sungai.

Dengan adanya rig tersebut, menurut Amperawan, pemerintah kabupaten berharap sampah khususnya sampah plastik tidak berakhir di laut. “Sebagai daerah wisata, mereka tidak menginginkan adanya pencemaran sampah plastik di laut karena dapat merusak citra pariwisata di mata para wisatawan,” terang Amperawan.

Sementara itu, untuk memperoleh data dan informasi terkait pemanfaatan sampah plastik, Staf Ahli Bidang Perekonomian dan Kesra, M. Amperwan, mengaku telah mengunjungi Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah, pada tanggal awal November lalu.

Menurut Amperawan, bersama dengan Asisten Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Inspektur dan PLT Kepala Dinas Lingkungan Hidup, dan Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Bahan Berbahaya Beracun dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Pemkab Purbalingga, dirinya telah mengunjungi pabrik Paving Block di Desa Jetis dan Bank Sampah Limbah Pustaka di Desa Muntang, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga.

Keunggulan paving block berbahan baku sampah plastik ini, menurut Amperawan, adalah pembuatannya mudah, bahan baku murah, dan tahan lama, dan dijual dengan harga Rp 90.000,00 per meter persegi.

Amperawan juga memuji salah satu bank sampah di Purbalingga yang telah menuai prestasi, yaitu Bank Sampah Limbah Pustaka yang dipimpin oleh Raden Roro Hendarti. “Bank sampah ini berbeda dengan yang lainnnya karena menggabungkan layanan bank sampah dan perpustakaan,” ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan sejumlah daerah yang telah menjadi ikon pariwisata mempunyai permasalahan yang serupa yaitu adanya ancaman pencemaran sampah di laut.

“Daerah-daerah tersebut adalah Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Manggarai Barat, Kota Manado, dan Kabupaten Morotai,” pungkasnya.