Perludem: Penjabat Gubernur dari Polri Langgar UU Pilkada

oleh -
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Tjahjo Kumolo. (Foto: Ist)

JAKARTA – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta Menteri Dalam Negeri untuk tidak melanjutkan rencana penunjukkan polisi untuk menjadi penjabat Gubernur di daerah seperti di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Jika usulan ini tetap dilanjutkan, Perludem meminta Presiden Joko Widodo untuk tidak menyetujui usulan tersebut.

Peneliti Hukum dan Pemilu Perludem Fadli Ramadhanil, mengatakan, ketentuan di dalam UU No. 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) Pasal 201 Ayat (10) jelas mengatur bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur yang kosong, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementera ruang lingkup nomenklatur jabatan pimpinan tinggi madya disebutkan dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Ketentuan itu secara jelas menyebutkan ruang lingkup jabatan itu mencakup “sekretaris jenderal kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga non-struktural, direktur jenderal, deputi, inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, kepala sekretariat presiden, kepala sekretariat wakil presiden, sekretaris militer presiden, kepala sekretariat dewan pertimbangan presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara”.

“Dengan ketentuan ini sesungguhnya sudah jelas, bahwa jika Menteri Dalam Negeri menunjuk selain jabatan yang ada di atas, artinya tidak berkesesuaian dan berpotensi melanggar UU Pilkada itu sendiri,” ujar Fadli melalui siaran pers, Senin (29/1/2018).

Selain itu, pasal 28 Ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian juga secara tegas mengatur “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar Kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas Kepolisian”.

“Oleh sebab itu, langkah penunjukan anggota polisi aktif jadi penjabat gubernur, juga berpotensi melanggar UU Kepolisian,” pungkasnya.