Presiden Terpilih Harus Pertahankan Agenda Perhutanan Sosial dan Komitmen Iklim Indonesia

oleh -
Presiden Jokowi pada acara Perhutanan Sosial untuk Pemerataan Ekonomi yang dihelat di Desa Brani Wetan, Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur, pada Kamis (2/11/2017). (Foto: Biro Pers Istana)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Presiden dan Wakil Presiden terpilih haruslah konsisten meningkatkan akses hutan untuk masyarakat demi kuatnya perlindungan hutan dan mengangkat kesejahteraan rakyat dalam pencapaian komitmen iklim Indonesia. Perhutanan sosial dan komitmen iklim nasional Indonesia atau NDC (Nationally Determined Contribution)  adalah dua agenda penting yang harus dijaga oleh pemimpin Indonesia dikarenakan berkaitan langsung dengan keselamatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia, serta pertumbuhan ekonomi masa depan.

Di bawah Perjanjian Paris, Indonesia memiliki kewajiban hukum untuk mengurangi emisi sebesar 29 hingga 41 persen pada 2030 serta meningkatkan ketahanan terhadap berbagai dampak negatif perubahan iklim. Dari target ini, sektor kehutanan menyumbang target penurunan emisi terbesar. Di sisi lain, pemerintah telah mengalokasikan 12,7 juta hektare kawasan hutan untuk masyarakat melalui program perhutanan sosial dengan capaian distribusi sebesar 2.613.408 hektare per 1 April 2019. Target distribusi perhutanan sosial yang harus dicapai hingga akhir tahun 2019 masih cukup besar, yakni 1,77 juta hektare sementara sisanya bergantung pada kepemimpinan politik Presiden terpilih mendatang beserta jajarannya.

“Perhutanan sosial yang dikelola secara lestari oleh masyarakat akan membantu pencapaian komitmen iklim Indonesia, baik mitigasi maupun adaptasi perubahan iklim,” ujar Muhammad Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan.

“Oleh karena itu, di tengah keriuhan politik saat ini, sangat penting menjaga konsistensi agenda pencapaian komitmen iklim Indonesia dan penguatan perhutanan social,” tambahnya.

Kedua kandidat Presiden memberi penekanan pada peningkatan akses masyarakat kepada hutan dan/atau lahan. Joko Widodo – Ma’ruf Amin menjanjikan akan mempercepat pelaksanaan reforma agraria dan perhutanan sosial guna memberikan peluang bagi rakyat yang selama ini tidak memiliki lahan atau aset untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi serta melanjutkan pendampingan masyarakat dalam penggunaan, pemanfaatan dan produksi atas tanah objek reforma agraria dan perhutanan sosial sehingga lebih produktif.

Sementara itu Prabowo Subianto – Sandiaga Uno  berjanji akan menjalankan agenda reforma agraria untuk memperbaiki kesejahteraan petani sekaligus mendukung peningkatan produksi di sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Kedua kandidat pun mencantumkan upaya mengatasi perubahan iklim dalam dokumen visi-misi mereka meski tidak rinci.

“Sayangnya, belum ada benang merah yang dapat ditarik secara tegas di antara kedua agenda tersebut,” ujar Anggalia Putri, Manajer Pengelolaan Pengetahuan Yayasan Madani Berkelanjutan.

“Oleh karena itu, penting untuk memperjelas bagaimana dan seberapa besar perhutanan sosial dapat berkontribusi pada pencapaian komitmen iklim Indonesia agar masyarakat pengelola hutan juga dapat menikmati insentif dari berbagai skema pendanaan iklim, misalnya REDD+,” ujar Anggalia.

Saat ini, telah banyak pembelajaran dari pengelolaan hutan oleh masyarakat yang sangat berharga untuk memperkuat kontribusi perhutanan sosial terhadap pencapaian komitmen iklim Indonesia. Melalui Pertemuan Strategis Pemangku Kepentingan: Memperkuat Kontribusi Perhutanan Sosial untuk Mendukung Pencapaian Target NDC Indonesia yang mengumpulkan pegiat perhutanan sosial di tingkat nasional dan daerah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bappenas, dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Yayasan Madani Berkelanjutan berupaya memfasilitasi proses pembelajaran dari pengembangan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di wilayah perhutanan sosial dan menginisiasi komunikasi untuk menumbuhkan benih-benih kolaborasi di antara para pemangku kepentingan.

Beberapa isu yang dikupas dalam kaitannya dengan perhutanan sosial di acara ini antara lain perencanaan pembangunan rendah karbon, Program Kampung Iklim, REDD+, rehabilitasi hutan dan lahan, restorasi gambut, pendanaan iklim, dan pemberdayaan masyarakat desa.

“Sudah waktunya kita tidak lagi memisahkan antara peningkatan kesejahteraan dan pelestarian lingkungan maupun adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam perhutanan sosial karena di tingkat tapak dan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat keduanya saling bertautan dan tidak bisa dipisahkan,” tutup Teguh. (Ryman)