Pribumisasi Kepercayaan Ala Gus Dur Melahirkan Toleransi untuk Merawat Indonesia  

oleh -
Direktur Eksekutif Wahid Foundation, Mujtaba Hamdi, M.Si. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Di era milenial seperti sekarang ini para pelajar dan pemuda diharapkan berperan meneruskan cita-cita para pahlawan. Walau sudah merdeka dari penjajahan, tapi permasalahan berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, sosial, kesehatan, keamanan tetap selalu ada dalam sendi kehidupan bermasyarakat, termasuk masalah radikalisme atas nama agama yang mengancam pluralisme di Indonesia.

Direktur Eksekutif Wahid Foundation, Mujtaba Hamdi, M.Si, mengutarakan pentingnya segenap generasi muda untuk meneladani dan meneruskan buah pemikiran Presiden RI ke-4, alm. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam konteks kebhinekaan. Hal ini guna merawat dan meneruskan cita-cita persatuan Indonesia dari ancaman radikalisme yang menyusup ke dalam wajah agama.

“Semangat Gus Dur sangat jelas, idenya tentang pribumisasi yaitu apapun kepercayaan kita, apapun keyakinan agama kita itu perlu dikontekstualisasikan dalam kebhinekaan Indonesia,” ujar Mujtaba Hamdi di Jakarta, Jumat (11/11/2022).

Dirinya melanjutkan, pribumisasi yang diungkakan oleh Gus Dur memiliki makna yaitu kontekstualisasi keyakinan agama dan kebhinekaan, yang beradaptasi dengan kebudayaan yang ada di Indonesia.

Mujtaba menilai, kontektualisasi inilah yang nantinya melahirkan semangat toleransi dan nasionalisme untuk menjaga serta merawat Indonesia dari segala ancaman ideologi transnasional.

“Artinya, ketika (ajaran agama) hadir di Indonesia maka jadi bagian dari Indonesia, beradaptasi, bertransformasi menjadi Islam Indonesia, Katolik Indonesia, Kristen Indonesia, dan seterusnya. Itu yang bisa kita teladani dari Gus Dur. Kepercayaan yang kita anut, kita kontektualisasikan dengan kebudayaan dan kebhinkeaan di Indonesia,” jelasnya seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.

 

Dua Makna Penting

Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia ini juga mengutarakan peringatan Hari Pahlawan 10 November sejatinya memiliki dua makna penting.

Pertama, menandai semangat perjuangan bangsa Indonesia, bahwa bangsa ini tidak lahir, tidak terbentuk dan tidak terbangun dari ruang kosong, tapi dari perjuangan seluruh anak bangsa.

“Semangat ini perlu kita bawa bersama untuk mengisi kemerdekaan Indonesia dengan kreativitas, dan karya yang terdepan. Sehingga semangat kepahlawanan ini kita serap, energi anak muda kita serap untuk membawa Indonesia semakin bersinar di dunia global,” ucap Mujtaba Hamdi.

Kedua, pahlawan di Indonesia ini terdiri dari banyak suku bangsa, banyak agama. Hal ini menurutnya, menunjukkan semangat kebhinekaan sehingga perlu disadari bahwa kepahlawanan di Indonesia ini tidak didominasi oleh agama maupun suku bangsa manapun, tapi diiisi oleh elemen bangsa dari ujung Aceh hingga ujung Papua.

“Artinya 10 November sebagai Hari Pahlawan juga merupakan hari kebhinekaan dalam memperjuangkan bangsa ini,” ujarnya.

Oleh sebab itu, menurutnya, penting untuk memberikan pemahaman kepada segenap anak bangsa, bahwa tugas yang perlu diemban saat ini adalah merawat Indonesia. Dimana Indonesia dilahirkan dengan susah payah  oleh para pendahulu, dari usaha-usaha sekelompok orang yang ingin mendelegitimasi kebhinekaan Indonesia.

“Ketika ada usaha untuk mendelegitimasi kebhinekaan Indonesia, nah itu perlu sama-sama untuk kita counter. Kita bukan counter orangnya, tapi mereduksi usahanya. Langkahnya yang berupaya mengikis filosofi kemerdekaan,” ungkapnya.

Ia berharap pemerintah mampu menciptakan upaya yang lebih konkrit di tingkat praktis terhadap penanaman nilai Pancasila dimulai dari tingkat pendidikan dan bukan hanya sekadar cerita dan teori. Namun menembus kepada pendalaman praktik nilai-nilainya dan mewujudkannya. Untuk itu perlu langkah kolaborasi dari seluruh pihak.

“Misalnya dari tingkat pendidikan, masih banyak menemui kasus diskriminasi atas nama agama. Di sekolah, Pancasila pasti diajarkan. Tetapi kita butuh lebih dari sekadar pengajaran yang bersifat deduktif, bersifat formal mata pelajaran, tapi perlu pendalaman praktik nilai-nilainya dan menciptakan kultur kebhinekaan di tingkat paling kongkrit,” tutur Mujtaba.

Dirinya mengatakan, Wahid Foundation didirikan untuk memajukan visi kemanusiaan KH Abdurrahman Wahid dalam memajukan pengembangan toleransi, keberagaman dalam masyarakat Indonesia.

Selain itu Wahid Foundation berperan aktif melalui upaya pendalaman dan perluasan program, bersama dengan berbagai stakeholder, baik pemerintah pusat maupun daerah tak terkecuali Badan NAsional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui program implementasi Rencana Aksi Nasional – Penanggulangan Ektrimisme berbasis Kekerasan (RAN-PE).

“Yang kita lakukan sekarang adalah pendalaman dan perluasan. Jadi program yang kita lakukan, baik di desa atau sekolah bahkan ruang digital kita perdalam dan perluas komunitasnya. Tugas berikutnya adalah mengawal bagaimana implementasi itu efektif dan betul-betul konkrit dijalankan sehingga membawa manfaat yang diharapkan,” pungkas Mujtaba. ***