Rizal Ramli Ungkap Motif Trump Terkait Keputusan Tentang Yerusalem

oleh -
Rizal Ramli saat aksi mendukung kemerdekaan Palestina di Monas, Minggu (17/12/2017). (Foto: detikcom)

JAKARTA – Warga Indonesia dari berbagai elemen bangsa, yang dikoordinasi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) ramai-ramai berkumpul di Monas untuk menggelar aksi keprihatinan bersama atas keputusan Presiden Donald Trump, pada Minggu (17/12/2017). Mereka menolak keputusan sepihak Trump yang menyatakan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

Satu dari antara tokoh yang terlibat dalam aksi keprihatinan itu yakni ekonom senior, yang juga mantan Menko Perekonomian era Gus Dur, Rizal Ramli.

Namun, Rizal Ramli memiliki perspektif tersendiri terkait perseteruan antara Amerika Serikat, Israel dan Palestina, termasuk latar belakang keputusan yang diambil Trump.

Mantan Menko Kemaritiman itu menegaskan bahwa sejak awal Indonesia sudah menyatakan ikut memperjuangkan kemerdekaan bangsa-bangsa di muka bumi dari penjajahan, termasuk kemerdekaan Palestina.

“Saya kira penting karena Indonesia sejak awal itu ingin memperjuangkan kemerdekaan semua bangsa-bangsa di dunia. Itulah mengapa kita dihormati di Asia, Afrika. Karena Indonesia ujung tombak pemimpin kemerdekaan negara berkembang,” kata Rizal.

Menurutnya, klaim Presiden Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel merupakan penjajahan atas Palestina. Karena itu, lanjutnya, Indonesia harus berjuang untuk kemerdekaan Palestina.

“Ini adalah bentuk penjajahan. Itu semua Palestina dianeksasi (dicaplok), dirampas pakai kekerasan, akhirnya Palestina makin kecil dan kedua makin hilang padahal di situ ada Masjid Al-Aqsa. Ini bukan hanya soal agama, bukan hanya ada masjid sangat penting untuk umat Islam, tapi juga menyangkut kemerdekaan dan kemanusiaan. Kita harus berjuang bersama sama agar Palestina merdeka,” ujarnya.

Rizal mengingatkan bahwa langkah-langkah yang ditempuh Presiden Trump bukan sekadar memperjuangkan kedaulatan negara, tetapi juga penuh dengan motif ekonomi. Menurutnya, Trump sengaja menakut-nakuti Korea Selaran agar setelah itu bisa menjual senjata ke negara tersebut dan Jepang.

“Dia (Trump) takut-takutin Qatar, akhirnya Qatar beli senjata 12 M dollar dari Amerika. Saudi Arabia beli senjata 80 M dollar dari Amerika,” tuturnya.

Karena itu, katanya, jika ada konflik di Timur Tengah, Rizal menyebutkan bisa jadi AS akan menjual senjata lebih banyak lagi dengan nilai yang diprediksi bisa mencapai ratusan miliar USD.

Rizal Ramli menduga harga minyak bumi juga bisa naik dengan adanya konflik di Timur Tengah itu. Jika harga minyak bumi naik dari 40 Dollar ke 100 Dollar per barel, maka hal itu bisa berdampak bagi Indonesia.

“Jadi kita juga harus awas konflik ini sengaja dipakai, sengaja dipelihara, supaya pada bisa jualan senjata dan menaikkan harga minyak mentah di seluruh dunia. Itu Rusia dan Amerika yang diuntungkan kalau itu terjadi. Kita harus gunakan segala cara untuk membantu Palestina karena rakyat Indonesia utang budi sama Palestina. Satu-satunya negara yang mengakui kemerdekaan pertama kali adalah bumi Palestina,” tuturnya.