Romo Benny Susetyo Sandang Gelar Doktor Bidang Ilmu Komunikasi

oleh -
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Romo Benny Susetyo, pada hari ini, Rabu (24/8) berhasil mempertahankan disertasi di hadapan dewan penguji yang digelar oleh Universitas Sahid, Jakarta. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Romo Benny Susetyo, pada hari ini, Rabu (24/8) berhasil mempertahankan disertasi di hadapan dewan penguji yang digelar oleh Universitas Sahid, Jakarta. Karena itu, Romo Benny – sapannya – berhak menyandang gelar doktor bidang Ilmu Komunikasi dengan yudisium ‘sangat memuaskan’.

Mengangkat tema penelitian tentang “Konstelasi Kekuasaan Dibalik Komunikasi Presidensial Dalam Isu Intoleransi (Analisis Wacana Kritis Pernyataan Presiden Joko Widodo dalam Kasus Meliana Tahun 2016)”, Romo Benny mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo menggunakan strategi politic of exception untuk mengangkat masalah Meliana di Tanjungbalai pada tahun 2016 lalu pada kondisi yang disebut sebagai state of emergency (keadaan darurat.

Tim penguji disertasi terdiri dari Ketua Dr. Udi Rusadi, Sekretaris Dr. Hayu Lusinawati, serta Ko Promotor Dr. Mikhael Dua.

Turut hadir menyaksikan Sidang Terbuka Promosi Doktor Benny Susetyo antara lain, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Irjen Pol (Purn) Sidarto Danusubroto, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Staf Khusus Presiden RI Bidang Kebudayaan Sukardi Rinakit, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia ke-13 Andrianof Chaniago, Ketua Badan Pengurus SETARA Institute Hendardi, serta pakar komunikasi politik Effendy Ghazali.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang juga mantan Ketua DPR RI ke-20 itu mengapresiasi keberhasilan Romo Benny. Dia menjelaskan, melalui penelitian disertasinya, Romo Benny mengungkapkan bahwa dalam kasus Meliana, terjadi pertarungan wacana dan juga ideologi yang memperhadapkan isu toleransi dan keberagaman di satu sisi berlawanan dengan dominasi mayoritas yang mendesak wacana penegakan hukum terhadap orang atau kelompok yang dianggap ‘menista’ simbol-simbol yang disakralkan.

“Dalam penelitiannya tersebut, Romo Benny menyimpulkan bahwa dalam melakukan komunikasi politik menghadapi kasus Meliana yang dituduh menistakan Islam karena mengeluhkan volume suara azan yang dianggapnya terlalu keras, Presiden Joko Widodo selalu berusaha merangkul berbagai kelompok yang saling bertentangan,” ujar Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menekankan, melalui disertasinya Romo Benny melihat bahwa penggunaan politik identitas dalam konteks apapun tidak akan membawa manfaat yang besar bagi bangsa. Justru sebaliknya, malah akan mendatangkan perpecahan.

Besarnya jumlah suku dan agama, kata Bamsoet, justu menjadi kekuatan sekaligus titik rentan bagi bangsa Indonesia. Karena itu, sangat penting bagi setiap orang untuk mengedepankan sikap tenggang rasa dan saling menghargai satu sama lain.

“Jikapun terjadi kesalahpahaman, tidak selamanya harus diselesaikan melalui jalur hukum yang kadangkala justru malah melahirkan masalah baru. Namun ada kalanya setiap permasalahan bisa diselesaikan secara kekeluargaan dengan mengedepankan musyawarah dan saling pengertian,” pungkas Bamsoet. ***